Featured Slider

Penawaran terbaik


Setiap malam merasa ada yang memeluk, membenahi selimut, sayup-sayup terdengar suara tilawah bergantian. Adem rasanya. Seminggu lebih, Bapak-Ibu disini, ada sepupu yang menikah, itu artinya saya juga harus berlapang dada mendengar pertanyaan “kapan nyusul atau calonnya mana”, tapi bukan itu poinnya.

Tanggal 10 pagi, saya yang sudah berada di kantor, mendadak kaget ada beberapa sms dan miscall di handphone, “Bulik, tolong fotoin KTP Bapak sama Ibu ya, penting”, perasaan sesak memburu pagi itu, alih-alih fokus pekerjaan, pagi itu saya mencoba mencari signal yang bagus hanya untuk menelepon. Saat terangkat, semua skuad berada di perjalanan menuju perjalanan ke bandara. PULANG. 
“Bulik, Ibu ‘Aisyah meninggal”, air mataku luruh tertahan. Aku sudah bisa menerka saat semua misscall dan sms terpampang di layar hp. “Innalillahi wa inna lillahi roji’un”, aku menahan isak. “Kamu jaga rumah ya Lik, ini semua udah otw ke bandara ***************”, klik. 
Aku mencoba menata hati, kembali fokus pada beberapa file. Tidak bisa. Aku ke kamar mandi, berwudhu dan dhuha. Setelahnya lumayan tenang. Ini hampir mulai poin ceritanya.
Setelah finger print dan hendak beranjak pulang, ada teman yang menawarkan “Mau bareng sampai stasiun, Ay?”, ini penawaran terbaik hari ini.
Sesampai di stasiun tidak lupa mengucapkan terima kasih dan berujar hati-hati kepada salah satu teman kantor yang memberikan penawaran terbaik pertama.
Di stasiun, memilih gerbong campuran bergelayut sambil membuka mushaf untuk menenangkan sisa-sisa hati yang sesak. “Mbak, duduk Mbak”, ada lelaki paruh baya yang menawarkan tempat duduknya sambil berdiri. Aku langsung duduk dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Ini penawaran terbaik kedua hari ini.
Motorku belum sampai di depan garasi, tetapi beberapa tetangga telah menunggu di depan rumah. “Bulik mau ditemani malam ini?”, Pengasuh Dio menawarkan penawaran terbaik ketiga hari ini. “Makasih Nek, gak usah. Insya Allah berani sendirian”, jawabku. 
Sebenarnya ada tawaran-tawaran lain yang membuatku duduk termenung memikirkannya. Duduk di balkon atas, di sapu angin semilir malam. Ada Om Bob (menantu pangasuhnya Dio-Red) berteriak “Bulik, jangan takut, nanti saya ronda kok”, aku tersenyum dari atas. Banyak sekali orang yang care menawarkan bantuan terbaik mereka. 
Aku ingin menjadi bagian dari mereka, sungguh. Menawarkan bantuan dengan bilang “may i help you?” atau “bisa saya bantu, Neng?”.
Hatiku tiba-tiba berdesir, sesenggukan. Aku benar-benar ingin menjadi bagian dari mereka yang menawarkan bantuan terbaiknya, sungguh. 
Dan 3-4 malam ini, aku tidur dengan malaikat-malaikat, banyak yang menyangsikan bahwa aku berani tidur sendiri di rumah, banyak juga tawaran yang mengalir untuk menemani. Dan sebenarnya, tawaran itu sudah membuatku bahagia, karena aku merasa diperhatikan, tidak sendirian.

Ya Allah, boleh hujan malam ini tapi tolong jangan mati lampu ya :)
Read More »

Mengajak gosok gigi tanpa paksaan pada balita

Dio, gigi serinya hampir keropos karena telat mengenalkan sikat gigi, Deandra masih putih bersih dan rapi, semoga istiqomah ya Deandra :D (kayak jihad aja Bulik, jawab Deandra :p)


Hallo Bunda apa kabarnya? (ahaha, sok yes berasa udah punya anak aja). Saya mau berbagi cerita sedikit tentang gosok gigi pada balita, karena memang saya concern sekali untuk masalah pergigian.

Flashback waktu kecil, ibu saya selalu rajin mengechek pertumbuhan gigi saya, kalau beliau mengetahui ada yang goyang mau tanggal, beliau pasti gencar memberikan pilihan, mau diantar ke puskesmas atau cabut sendiri. Saya meringis, mencoba menggoyang-goyang sendiri, mencoba-coba memakai benang, ada sekali atau mungkin dua kali saya berhasil menanggalkannya sendiri dan saya juga pernah merasakan bagaimana horornya cabut gigi di puskesmas. Dokter menyembunyikan tangannya di belakang, pura-pura mengajak ngobrol saya, bilang “aaaaaaa” tiba-tiba catut itu langsung mencuri gigi saya.

Ibu tidak mau kalau anak-anaknya memiliki gigi timpang (sanggar kalau dalam bahasa jawa), gigi satu dan yang lain bertumpuk. Dan seperti kakak tingkat yang mengospek adik kelasnya, hal tersebut berlaku untuk keponakan-keponakan saya. Pengalaman itu berlanjut. Bella pernah merasakan horornya dokter gigi di puskesmas, karena dia susah sekali berinisiatif mencabuut giginya sendiri. Apalagi Iqbal sama Ihsan, mereka memberontak, pernah juga mereka menggigit dokternya, saking gak mau dan takut dicabut. Alhasil, gigi mereka tidak beraturan. Huks

Untuk itu saya mengakui gagal menjaga keindahan gigi Iqbal dan Ihsan. Karena kegagalan itu, saya menerapkan wajib gosok gigi untuk menjaga gigi mereka tidak berlubang. 

“Berarti kalo gak gosok gigi, haram hukumnya, Bulik?”, Iqbal nyeletuk.

“Iya”, jawabku menyeringai.

Iqbal 8 tahun dan Ihsan 7 tahun. Saya membelikan sikat gigi yang beraneka macam bentuk, pasta gigi yang beraneka rasa, agar mereka tidak merasa terbebani dengan kewajiban mereka. Saya selalu memeriksa mereka setelah selesai mandi, karena biasanya mereka memiliki intrik yang cerdik.

“Buliiiiiiiiik, aku udah sikat gigi lho”, Iqbal cengar-cengir memakai handuk, Ihsan mengikuti dari belakang.

“Eitsss, Mas Ihsan sini”, Iqbal ikut berhenti dan saya mengelap tangan belepotan busa cucian.

“Beneran udah sikat gigi?”, aku tersenyum sedikit berjongkok menyamakan tinggi dengan mereka.

Mereka senyum-senyum dan Ihsan segera berlari kembali ke kamar mandi, 3 detik kemudian Iqbal menyusul. Kalian memang spesial, tidak pernah bisa berbohong.

DIO & DEANDRA

Dio 3 tahun dan Deandra 2 tahun. Pertama mengenalkan mereka pada sikat gigi harus diimbangi bujuk rayu dan cerita. Biasanya saya memandikan kedua malaikat saya itu secara bersamaan. Karena mereka masih kecil sampai saat ini trial gosok gigi masih menggunakan air aqua, sehingga saat mereka kumur-kumur dan tertelan pun, saya tidak was-was. Karena Dio sering usil, air untuk kumur-kumur pun, ditenggak sampai habis. Well, mereka masih kecil berbeda dengan seusia Iqbal dan Ihsan yang sudah dapat membedakan mana air minum mana air kumur.

2 bulan pertama, saya ikut sikat gigi, berkumur-kumur, menyembur, lalu menggosok-gosokkan gigi secara teratur, mereka dengan seksama melihat. Setelah saya selesai, saya mulai dari Dio (karena saat Dio mau, Denadra pasti mengikuti abangnya). Menceritakan tentang Sponge-Bob yang hanya memiliki 2 gigi, karena dia malas sikat gigi sehingga dia hanya memiliki 2 gigi (bisa memakai cerita lain yang relevan sih).

Dio asyik menyemburkan air saat berkumur, dan dengan riang membuka mulutnya untuk disikat. Sesekali meminum airnya sambil tertawa bilang “Bulik, airnya aku telan yak”, Saya ikut tertawa karena memang itu adalah air mineral.

“Tapi lain kali jangan ditelan ya sayang?”, Dio mengangguk-angguk riang.

Giliran Deandra yang menyemburkan air ke badan abangnya dan membuka mulutnya untuk disikat. Kalau dia sedang kooperatif, saya menyikat memakai sikat bayi yang dimasukkan ke jari. Tetapi kalau sedang “rewel” untuk diajak untuk sikat gigi, biasanya saya menggunakan jari saya untuk menyikat giginya, tentunya setelah saya membilas bersih tangan saya dengan sabun.
Kadang mereka tidak mau sikat gigi, wajar karena masih kecil. Biasanya, saya memberikan sesuatu yang mereka suka sebagai kompensasi atau bujuk rayu agar mereka mau sikat gigi. Saat Sponge Bob sudah tidak laku lagi untuk iklan mereka, busa-busa sabun yang saya kucek-kucek memakai tangan dan disebul hingga membentuk bulatan-bulatan yang berterbangan sukses membuat mereka mau untuk sikat gigi terlebih dahulu dan sebagai gantinya saya membuatkan banyak balon dari sabun. Kami tertawa bertiga di kamar mandi.
Awalnya memahamkan kebiasaan saja, setelah kebiasaan tercipta, mereka sendiri yang akan memintanya tanpa kita harus memaksa, “Buliiiik, mana sikat dan pasta giginya, aku mau sikat gigi sendiri”, Dio menarik-narik daster saya. Sampai saat ini, saya masih menggunakan air mineral untuk kumur-kumur mereka. Karena masih riskan memakai air biasa :D

Bunda, bagaimana cerita balita-balita kalian? Mungkin lebih seru ya. Saya memang belum menjadi Ibu, tetapi setidaknya saat saya besok menjadi Ibu dan membaca note ini, pasti saya akan senyum-senyum “Anak kecil memang selalu spesial”, gumamku dalam hati.
Read More »