Featured Slider

Just Chit-Chat


Aku paling suka ngobrol dengan abang bungsuku. Siang ini matahari sangat terik menyengat, meskipun masih pukul 09.00 pagi. Kami belum mandi semua, karena weekend menjadi family time. Pagi itu, Bapak Dio melamun pagi-pagi, menghela nafas di sela-sela matanya yang (sepertinya) focus menatap pertandingan tinju di Tv One, padahal aku tau, dia sedang memikirkan sesuatu.

Me : “Kenapa Mas Dul kok dari tadi gak bergairah, it’s weekend! enjoy Mas”

Mas Dul : Menghela napas, “Kerjaan makin gak jelas”.

Ahaha, kerjaan lagi? Jawaban klise. Di kantor kakak bungsuku memang tidak ada tupoksi yang jelas (ceritanya), bahkan orang yang idealis tamatan Groningen sudah hengkang 1 tahun terakhir. Tapi, meskipun demikian, ia memiliki cara ampuh untuk melawan dirinya sendiri.

Kembalikan segala sesuatu padaNya, yang terasa berat akan menjadi ringan. Kamu tau Nduk, Dia sangat unik dalam merencanakan, membuat kita belajar banyak. Dia memberikan 5 waktu untuk jeda dalam urusan duniawi kita dan waktunya itu bener-bener pas.

Pertama, Shubuh. Saat kita bangun tidur, mensyukuri kesempatan dariNya dan sekaligus kita diberikan berdoa untuk mengawali segala aktifitas.

Yang sunnah, ada dhuha seperti diajarkan Bapak waktu kita SD kan. Jadi, selang waktu Shubuh dan Dhuhur, kita bisa memompa ruhiyah dengan dhuha. Saking aku takjub dengan doa habis dhuha, ada tulisan khusus tentang itu.

Kedua, Dhuhur. Lelah bekerja kan bisa istirahat, dan itu kebutuhan jasmanimu. Kalau rohanimu juga butuh di upgrade dengan sholat.

Ketiga, Ashar. Bagaimana eloknya Dia menciptakan waktu, setidaknya per 1-6 jam (kecuali jeda Isya sampai Shubuh) kita selalu diberi kesempatan untuk mencurahkan hati sehingga bisa selalu fresh.

Keempat, Maghrib. Sholat yang jeda waktunya paling pendek ini dan menandakan bahwa matahari bergulir berganti rembulan (kalo ada :p)

Kelima, Isya. Waktu bermuhasabah serta mensyukuri atas kekuatan, anugerah dan penjagaan yang baik karena telah melalui hari ini.

Aku sempat bertanya kenapa harus 5 waktu dengan jumlah rakaat yang berbeda. Tetapi, aku menyadari tidak semua pertanyaan harus ada jawabannya, cukup dengan mempercayai bahwa itu bertujuan baik, seperti halnya aku mempercayai bahwa Kau ada, Dzat yang selalu menjaga, mengelola semesta dengan apiknya.

Bapak Dio berpesan, mengingatkan lebih tepatnya “Saat kita telah bergantung pada makhluk, maka kita akan binasa”, aku hanya manggut-manggut tanda setuju (banget).

It's so simple, i think. However, we make such complicated. Cheers.
Read More »

Anda belum beruntung Nona T-T

Malam ini, PT. KAI membuka penjualan tiket online untuk lebaran (sebelum sih). Dio-Deandra mengajak tidur malam ini, dan itu kesempatan yang bagus, karena mereka alarm yang mujarab untuk membangunkanku tengah malam, MINUM SUSU. Selain itu, alarm HP berlapis juga sudah disiapkan per 15 menit dari jam 12.00, ahaha niat banget. Memang sih, kalau pulang sendirian, mungkin dari kemarin udah dapet tiket, tapi karena udah niat sama anak-anak dan aku lebih menyukai ada anak-anak untuk teman perjalanan, jadi aku tidak mau melewatkan ritual yang mungkin juga dilakukan oleh suku Jawa, Jogja, Solo, Klaten dan daerah Surabaya.

Jam 11 Deandra bangun minta pindah tidur bareng mamanya, tidur-enggak-tidur-enggak-tidur, option terakhir adalah aku tidur lagi dan tidak lupa berazzam agar jam 12 bangun lagi. Dio menjadi satria paningit, jam  00.15 dia bangun ingin pindah tidur bareng mamanya juga. Laptop dihidupkan, aku mengambil wudhu sebentar agar lebih fresh.

Dari hidupnya sinyal internet, website-website itu masih tetap saja loading, memberikan signal bahwa “Hei Nona, banyak lho yang mengaksesku, SABAR yak”, mungkin sambil melet-melet kali. Berkali-kali klik hasilnya tetap sama, aku hanya berhasil membuka beranda saja, selebihnya failed. Ada 2 website yang menjadi rujukan untuk pesan tiket pulang, dari KAI resmi dan tiket.com, kedua-duanya rese gak mau ngasih 4 seat aja T-T.

Jam 2 dini hari masih tetap demikian, loading dan akhirnya page error. Jam 2 lebih berapa menit, bisa sih masuk sempurna ke reservasi tiketnya tapi, tapi, tapi, pagenya menyebalkan tiket ke arah Klaten sold out  semua.


Apa kalian juga belum beruntung malam ini?
“Anda belum beruntung Nona, silahkan ikut Bapak Dio saja untuk melakukan mudik lebaran tahun ini. Mobil-24jam-macet-.............................., aah”, Good night.

Setidaknya aku telah mencoba, kalau memang akhirnya harus begini, gak masalah *Aku rapopo tenan
Read More »

Arti sebuah pelukan


Tidak seperti biasanya, malam itu mati lampu. Tidak mengapa asal jagoanku dan bidadariku tidak merajuk karena takut gelap. Atau aku yang takut dengan gelap itu sendiri.

Masih dalam suasana gelap, hanya terdengar suara enyutan dot susu yang hampir habis. Deandra yang memegang lenganku erat, instingnya sangat kuat, dalam kondisi tertidur pun seakan dia setengah terjaga. Saat aku tidak berada di sampingnya waktu tidur, dia akan meronta sebagai bentuk protesnya. Dongeng malam ini tentang Harimau, kancil dan buaya (kutuliskan lain kali). Mereka dapat diajak kerjasama.

“Bulik takut gelap ya?”, tiba-tiba Dio melepas botol susunya.

Belum sempat kujawab pertanyaannya, dia melontarkan statement yang membuatku merasa sangat dicintai.

“Sini aku peluk kalo takut”, ungkapnya polos.

Aku memeluknya erat. Deandra tanpa diinstruksikan merapatkan pelukannya juga. Sepertinya aku ingin menghentikan waktu sejenak, merasakan kehangatan itu. Tetiba buliran bening itu menetes, bukan karena takut atau sedih, lebih tepatnya, aku terharu, merasa diperhatikan.

Entah PLN menghidupkan lampu jam berapa, tetapi kami bertiga saling berpelukan. Erat sekali.
Read More »

Tidak ada permintaan ketiga dan seterusnya


Kalian pernah minta tolong kepada seseorang? Atau meminjam sesuatu? Pastinya pernah, dan aku menjadi bagian dari salah satu yang pernah mengalaminya.

Entah mengapa ada perasaan unik yang menjadi ciri khas dan aku lupa kapan dapat mengidentifikasinya. Aku bisa membaca sebuah “penolakan” atau “keengganan” seseorang atas sebuah permintaan. Bisa jadi hal ini tidak berlaku untuk kasus kalian. Tetapi bagiku, hanya cukup 2 permintaan saja, artinya tidak ada permintaan ketiga dan selanjutnya. Mungkin karena ini juga, aku belum berbakat menjadi marketing yang baik.

“Boleh meminjam buku itu?”, kataku.

Kamu diam dan beralih pembicaraan yang lain. Aku menyimak dengan seksama.

“Hei, boleh pinjam buku yang ada di tasmu itu?”, aku mengulangi.

“Oh, iya nanti aku pinjami”, jawabmu.

Kamu berbicara lagi antusias dan aku tetap menyimak takzim.

Aku lupa dengan permintaanku.

Aku ingat dengan sebuah petuah di buku yang aku lupa judulnya apa “berhentilah mencari, maka kau akan menemukan”.

Petuah yang merupakan antitesis bahwa kita diperintahkan meminta sebanyak-banyaknya kepadaNYA, karena jika kita tidak melakukannya, kita digolongkan sebagai makhluk yang sombong.

Lalu bagaimana dengan hal ini? Ah, aku tetap tidak akan mengutarakan permintaan yang ketiga dan seterusnya padamu. Benar faktanya, saat kamu mulai bergantung pada sesamamu, kamu akan kecewa, bahkan bisa saja binasa.

Aku tidak akan pernah meminta padamu lagi, meskipun hanya untuk sepotong cerita pengantar tidur. Tidak akan pernah ada permintaan ketiga dan selanjutnya.

“Dinda”, panggilmu.

“Iya?”

“Jadi pinjam buku ini?”, kamu menyodorkan buku yang kamu selipkan di tasmu tempo hari.

Aku menoleh, memandangmu sekilas.

“Isinya bagus banget, kumpulan-kumpulan cerpennya Ernest Hemingway……………….”, tambahmu.

“Aku udah baca kemarin di perpustakaan”, tiba-tiba aku memotong.

HENING.

Aku tidak dapat menjabarkannya, tapi mungkin ini perasaan turun-menurun yang merupakan akumulasi dari yang sebelumnya. Karena memang tidak ada permintaan ketiga dan seterusnya. Maaf, kamu terlambat menyadarinya.
Read More »

Antara Prasangka dan Kehilangan


“Semoga gak ketinggalan di kereta”, batinku was-was menaikkan paketan buku yang lumayan berat ke atas bagasi kereta KRL.

Aku telah berprasangka bahwa buku itu akan ketinggalan di kereta.

Seperti biasanya, suasana KRL pada jam pulang kerja, penuh sesak dengan para pekerja kantoran. Aku sengaja ikut KRL ke arah Jakarta Kota supaya aku bisa mendapatkan tempat duduk sambil menyelesaikan jatah juz-ku.

Perjalanan tersendat, karena di beberapa titik stasiun, kereta tertahan. Gambir, Cikini dan Manggarai menjadi langganan tertahannya KRL. Gaduh, bisikan, bahkan emosi beberapa orang pun kadang-kadang tertantang. Aku paham.

Kehilangan selalu menyisakan ruang untuk belajar. IKHLAS

Korelasi prasangkaku tepat sekali. Tapi sayangnya, prasangkaku buruk padaMu. Buku-buku paketan online yang baru saja datang tadi pagi terbawa di kereta. Aku merasakan kehilangan.

Saat aku turun dari kereta, tap out di pintu keluar stasiun, aku langsung ke parkir mengambil motorku. Belum sempat masuk area parkir, ada perasaan ganjil yang entah mengapa sadar tentang sesuatu bahwa seharusnya aku menjinjing sesuatu. “Ah bukukuuuuuuuuuuuuuuuuu”, aku berlari ke stasiun lagi.

“Pak, saya ketinggalan barang di kereta”, aku mengatur nafasku.

“Silakan masuk Mbak”, security mempersilakanku masuk tanpa tap in lagi.

Aku diajak ke ruang informasi, tempat petugas dimana aku sangat terbantu memastikan posisi kereta ada dimana.

“Mas, saya ketinggalan barang di kereta”, aku menjelaskan.

“Di kereta mana, Mbak?”, Petugas itu bernama Rio. Aku memastikan dari tulisan yang ada di bajunya.

“Mmm… yang barusan kea rah Bogor, Mas”, aku agak berpikir keras untuk menjawabnya. Ingatanku terlalu buruk. Huks

“Barangnya berupa apa, Mbak?”

“Paketan buku, Mas”

“Maksudnya plastic atau tas warna apa gitu?”, petugas Rio mulai mencatat untuk mengidentifikasi.

“Naik di gerong berapa Mbak?”

“Gerbong wanita, Mas. Paling belakang. Di lajur kiri”

“Oooh, plastic warna merah, isinya paketan buku yang dibungkus warna coklat. Ada nama Nur Sulistiyaningsih”

“Tunggu sebentar ya, Mbak”, dia mulai menelepon petugas di tiap-tiap stasiun menanyakan tentang kehilangan barang tadi.

“Maaaas, saya naik kereta Bogor yang dari Jakarta Kota ya”, aku menambahkan informasi.

“Yah, katanya kereta barusan. Kalo yang itu udah 10 menit yang lalu mungkin udah sampai Cilebut”, petugas memencet-mencet tuts telepon sambil sesekali mengumumkan kedatangan dan keberangkatan kereta.

Prasangkaku untuk kehilangan ini tepat sekali. Mengapa aku tidak berprasangka kalau aku akan membacakan buku-buku itu untuk ponakanku saja? Bukankah sama-sama prasangka? Aku ber-Aaah dalam hati

Pukul 20.30 aku masih menunggu, selesai sholat aku memastikan kembali ke petugas Rio tentang progress kehilanganku.

“Mbak, katanya kereta baru masuk stasiun Bogor. Mungkin 30 menitan baru dapat kabar dari petugas sana. Atau kalau mau, Mbak tinggalkan aja nomer telepon, nanti saya hubungi”, petugas Rio menjelaskan lagi.

“Boleh Mas”, sambil mengeja nomerku, dia mencatat dan mencoba miss called.

“Oh iya, dengan Mbak siapa?”, dia tetap santun.

“Aya”, aku memasukkan handphone  ke dalam tas dan bersiap pulang.

“Oke, nanti kalo ada kabar dari petugas di stasiun Bogor, akan saya kabari”, dia mengumumkan kedatangan KRL melalui microfone.

“Baik Mas Rio, terima kasih”, aku hendak permisi.

“Eh, bukannya saya tadi Mbak belum menanyakan nama saya? Saya juga belum ngasih tau kayaknya”, dia agak heran.

Aku menunjuk nama yang menempel di bajunya. Bukan hanya kali ini kulakukan, aku selalu menghargai lawan bicaraku melalui namanya. Membaca inisial-inisial yang menunjukkan identitas seseorang tanpa harus berkenalan terlebih dahulu.

Sepanjang yang kutau, ingatanku belum terlalu baik untuk mengidentifikasi gerbong KRL. Aku hanya asal masuk gerbong mana saja yang bisa kumasuki.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat naik KRL, here we go :

1.     Pastikan kamu tau gerbong mana yang kamu naiki
2.     Trus di lajur mana kamu duduk (kanan/kiri)
3.     Catat juga kereta jurusan mana-kemana-nomer berapa (ada banyak banget tiap beberapa menit, kereta dating)
4.     Mendingan barang bawaan dipangku kalau memungkinkan
5.     Jangan berprasangka buruk
6.     Jaga emosi, jangan memancing atau terpancing emosi

Paketan buku itu masih rapi tertulis nama dan nomor teleponku, kalaupun itu menjadi rejeki dan jodohku pasti akan kembali. Pun ketika itu tidak kembali, aku berharap akan bermanfaat bagi yang menemukan.

Bye-bye : INFERNO, ALL YOU CAN EAT, GOOD FIGHT, ON, NEGERI 5 MENARA, SEBELAS PATRIOT, UDAH PUTUSIN AJA.

Allah itu berdasarkan prasangka hambanya, dan kali ini prasangkaku adalah kehilangan tentang kesukaanku. BUKU.
Read More »

Ujian yang disambut sukacita oleh manusia adalah pernikahan


Koleksi pribadi, sorry to say : "I'm forget the resource"
Ujian yang disambut sukacita oleh manusia adalah pernikahan

Awalnya aku tidak mengerti artinya. Aku menghela nafas sejenak, membenahi posisi dudukku. Mami masih melanjutkan pembicaraannya.

Topik obrolan makan siang hari ini memang sedikit berbeda dari biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang menurutku penting buatku membuat beberapa kali tanganku berhenti memegang sendok makan karena antusias mendengarkan.

“Pernah merasa menyesal menikah dengan pasangan gak, Mi?”, Mas Bayu membuka percakapan.

#aku menyimak

“Pernah lah, Cuma dalam hati. Mami nanya soda-sodara yang lain juga pernah merasakan demikian”

#menyimak sambil menyendok soto ceker nan lezat

“Istri saya malah parah banget Mi, dia bilang kalo boleh tukar tambah, udah dari dulu gw tukar tambahain”, Mas Bayu menggebu.

#menyimak masih sambil menyendok soto itu tadi tuh

“Wajarlah Mas Bay, kalo cek-cok begituan, diem-dieman, pisah ranjang tapi masih serumah. Cuma bagi Mami, selalu ada mu’jizat Allah untuk memaafkan”, jawab Mami.

#keningku mengeryit

“Karena cinta, maksudnya Mi?”, aku mulai tertarik dengan bahasan ini. PERNIKAHAN.

“Apaan itu cinta-cintaan Ya’, kalo udah nikah, kata cinta bisa melebur bahkan menguap. Gw malah gak kenal apa itu cinta”, Mas Bayu menanggapi.

“Berarti dulu menikah tanpa sense CINTA?”, aku melanjutkan pertanyaan.

Ada banyak faktor untuk melangkah kesana (pernikahan-red), cinta salah satunya dan bukan satu-satunya Ya’”, jawaban Mami memberikan oase.

#aku bergumam sendiri

“Dan kamu tau Ya’, kalo ujian yang disambut bahagia dan sukacita oleh manusia itu adalah pernikahan”, statement Mami agak menggantung. Kata-kata itu diperolehnya dari seorang Ustadz di kajian sekitar rumahnya.

“Kenapa disambut sukacita, Mi? korelasinya dengan ujian apaan?”, banyak pertanyaan tentang statement itu.

“Kamu lihat di pernikahan-pernikahan? Dude-Alyssa yang paling hits minggu ini sebagai contohnya. Mereka dan keluarganya bersukacita atas pernikahan itu. Padahal pernikahan itu sendiri adalah bentuk ujian dari Allah. Kalo kamu tau Ya’, bahtera rumah tangga itu macem-macem ujiannya. Dan kamu sendiri paham, Allah akan menguji hambaNya samapi benar-benar lulus”, Mami menjelaskan sambil sesekali melihat jam di tangannya.

“Lu besok juga bakal ngrasain, Ya’. Makanya jangan di rumah melulu Lu”, Mas Bayu nyengir.

Semua bergegas ke ruangan, aku masih belum tertarik beranjak dari tempat dudukku.

Bukankah jodoh itu seperti cermin?

Bukankah jodoh itu adalah sekufu?

Pasangan kita adalah cerminan dari diri kita

Belahan jiwa kita adalah pantulan dari pribadi kita

Bukankah itu telah tertulis rapi sejak dulu?

Bahwa laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik


*Waktu makan siang selesai



Read More »