Featured Slider

Berburu tiket lebaran ke Jawa (Tengah)

Sejak diumumkan ada tiket tambahan lebaran, aku membulati kalender di kantor maupun di rumah. Entah mengapa, lebaran kali ini aku merasa kesusahan untuk memesan tiket kereta api. Yah, transportasi idaman nomer satu (Ahaha). Sepertinya setahun yang lalu masih fine-fine aja, gak harus perjuangan sambil deg-degan.

Tahun ini sistem on line yang diberlakukan oleh KAI—katanya untuk menghindari calo, padahal dengan sistem on line pun banyak yang memesan tiket di agen-agen, atau bahkan yang menyediakan lapangan kerja baru bagi “orang” yang mahir menggunakan internet. Lalu apa bedanya ia dengan calo? Trus para buruh yang gak bisa internet, gak bisa mesen tiket pulang lebaran gitu? Ah abaikan pertanyaan itu dulu.

Aku bersiap untuk hunting tiket dari jam 8, mengajak badan, terutama indera mata untuk bersahabat begadang. Apa penghuni orang jawa (tengah) sudah meningkat drastis ya? Pertanyaan itu berseliweran tak menentu. Antara kesal, kepo, dan menyiapkan strategi agar mendapatkan tiket lebaran.

Benar kan, website resmi KAI loading lama, mending LOLA trus bisa nembus ke reservasi tiket, lha ini LOLA berujung “try again”. Tidak hanya website resmi KAI saja, tetapi website agen-agen travel lainnya juga demikian.

Sampai jam2 website-website itu masih saja sama, LOLA dan berujung “try again”. Tidak mau mengulangi kesalahan hal yang sama, saya mengambil handphone dan memencet 021121. Sama saja! Line telepon sibuk. Tangan kanan mengoperasikan laptop untuk pemesanan via online, dan tangan lainnya mencoba berulangkali menelepon KAI.

Ini namanya perjuangan (Ahaha). Sekitar 45 menitan, terdengar nada telepon tunggu dengan suara nyanyi-nyanyian, yay masuk juga. Tidak berhenti sampai disitu, aku harus menunggu lagi (fyuh), mungkin 30menitan di PHP in sama customer service KAI. Mendadak panik, semoga saja pulsanya awet, batinku berkali-kali.

Hallo, dengan PT. KAI bisa dibantu”, suara CS nya masih segar bugar, padahal sudah hampir jam 3 pagi.

“Ah hallo”, aku meraih HP, tanganku masih memencet-mencet keyboard berharap bisa menembus website.

CS sesuai prosedur, menanyakan nama, no HP dan keperluan. Dan saat aku memilih-milih tanggal untuk pulang lebaran, semua tiket habis! Aku langsung mengganti dengan tiket kembali. Memilih-milih yang masih tersisa, dan saat aku ingin memesan 5 seat agar Deandra juga ikut duduk, ternyata batas maksimal pemesanan adalah 4 seat. Merayu gak mempan, memelas juga udah kebal CS nya. Akhirnya aku menyerah, memesan 4 seat dan meminta CS untuk memilihkan tempat duduk yang nyaman untuk balita. Hai Deandra, besok semalaman bubug dipangku Bulik ya L.

Untuk pemesanan tiketnya pun harus mengeja nama satu-per satu, ID juga dieja per angka. Hatiku ketar-ketir, mendadak suudzon kalau-kalau pulsaku habis sebelum selesai pemesanan. Ah tidak, perasaanku berlebihan. Setelah selesai semuanya, aku lega dan sebelum menutup telepon aku ucapkan terima kasih. Just inform ya, untuk menelepon tadi, kira-kira aku habis 20 ribu, yah siapa tau besok mau pesen tiket via telepon juga :D

Lebaran tahun depan catet ya:

1.   Sebelum beli tiket mending sholat sunat dulu
2.   Jangan lupa Bismillah biar afdhol
3.   Mending ngadep laptop, bawa hp 2 lah (haha), kalo gak punya minjem
4.   Pertama coba jebol tuh website KAI, yang kedua telponin aja CS nya
5.   Emang lama sih, biasanya gak masuk-masuk, dan kalaupun bisa masuk, kebanyakan tiket udah sold out
6.   Jurus terakhir nih, SABAR

Aku membayangkan pulang Klaten naik mobil, bermacet ria, bawa 2 balita, aku mabuk gak ya? Biasa puasa kan, ya? Huks

“Plaaaaak”

Tamparan keras itu membuatku terbelalak.

“Hei, kamu punya fasilitas itu masih bisa mengeluh? Menuntut? Huh?”

Aku diam.

“Banyak orang yang mati-matian nyari tiket gak dapet, bingung mau pulang naik apa, eh bisa-bisanya kamu menggerutu gitu”

Aku menunduk

“Dan banyak orang yang gak bisa pulang sungkem bapak ibunya, karena gak punya ongkos. Tau gak? Huh? SYUKUR kamu dimana?”, jeritan itu makin kencang.


Mendadak aku menangis. Astaghfirullah. Alhamdulillah. Mendadak buliran bening itu semakin deras.
Read More »

Testpack -- Saat komitmen pernikahan dipertanyakan


Judul                   : TEST PACK
Penulis                : Ninit Yunita
Penerbit              : Gagas Media
Cetakan              : ke-13, 2012
Tebal                  : 200 hlm             
ISBN                 : 979-3600-96-9

Sebagian dari kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Karena dia baik, dia pintar, even mungkin karena dia kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak tidak sepintar dulu atau mendadak miskin. Lalu bagaimana kalau kita sudah menikah? Apakah kita tidak akan mencintainya lagi saat alasan baik, pintar, kaya tidak melekat padanya lagi?

Ninit Yunita, dalam novelnya berjudul Testpack membuat kita memahami arti sebuah komitmen dalam perkawinan. Hal tersebut didapati dalam kisah perkawinan Arista Natadiningrat (Tata-Red) dan Rahmad Natadiningrat (Rahmad-Red) Yang dihadapkan pada permasalahan pelik, yaitu tidak kunjungnya buah hati padahal usia perkawinan mereka sudah menginjak 7 tahun. Don’t love someone because of what/how/who they are. From now, strat loving someone, because you want to.

Dengan memadukan beberapa bahasa, bahasa gaul ala gue  elu, bahasa Sunda kakang-eneng dan meracik bahasa inggris yang mudah dipahami pembaca, penulis menyampaikan beberapa nilai dari sebuah cerita dalam buku ini. Bagaimana rasa sebal Tata saat bertemu dengan orang yang hanya sekedar menanyakan “kapan punya anak?”, dimana emosi pembaca juga diajak untuk membayangkan bagaimana rasanya di posisi Tata tersebut.

Bagi Tata, memiliki anak adalah segalanya, hingga ia memiliki beberapa testpack dengan bentuk yang beraneka ragam dalam jumlah yang banyak, baik telah digunakan maupun masih dalam segel toko, tetapi semua testpack tersebut menunjukkan hasil yang sama, bergaris satu. Berbeda halnya dengan Rahmad, ia berpikir bahwa anak is not the most important thing in our marriage (hlm 34).

Dalam novel ini diceritakan dua profesi yang saling bertautan erat, dimana Rahmaddigambarkan sebagai seorang psikolog sementara Tata adalah lawyer. Di pertengahan cerita, kedua profesi ini saling berkelindan saat Bapak dan Ibu Sutoyo, sedang mengalami prahara dalam rumah tangganya. Mereka berdua adalah pasien Rahmad yang melakukan konseling tentang perkawinannya yang berada di ujung perceraian. Di sisi lain, mereka salah satu dari mereka adalah klien Tata dalam pengurusan perceraian tersebut.

Penulis berhasil menciptakan suatu konflik yang merepresentasikan konflik sehari-hari yang terjadi dalam rumah tangga. Selain itu, ia juga memberikan pengetahuan sex  dan kamasutra yang diselipkan di alur cerita dengan bahasa yang menawan dan tidak terlalu vulgar. Secara tidak langsung penulis juga memberikan edukasi bagaimana kiat-kiat agar wanita dapat hamil, mulai dari pemilihan makanan, cara berhubungan seksual hingga pantangan-pantangan lain yang tidak boleh dilakukan agar dapat memperoleh buah hati yang diidam-idamkan.

Tata telah melakukan serangkaian tes ke dokter kandungan dan dinyatakan bahwa ia dalam kondisi baik. Setelah mengetahui hal itu, Tata membujuk suaminya agar memeriksakan kondisinya ke dokter juga. Dalam hati Rahmat was-was. Ia takut kalau dia yang bermasalah dan Tata meninggalkannya.

Klimaks cerita terjadi saat Tata mengetahui bahwa Rahmad mandul. Disitulah komitmen diantara mereka berdua dipertanyakan. Akankah Tata benar-benar meninggalkan Rahmad karena alasan itu? Atau komitmennya lebih kuat untuk mendampingi Rahmad dalam keadaan apapun?

Salah satu endorser menuliskan “jangan kawin dulu sebelum baca ini”, saya sependapat dengan kalimat ini, novel ini memberikan pencerahan bahwa dalam perkawinan tidak cukup hanya dengan kata cinta, tetapi komitmen untuk terus mencintai bukan karena tetapi mencintai walaupun keadaan pasangan kita.

*Review ini merupakan salah satu bentuk pemenuhan tugas FLP Pramuda 18

**saya pernah memasukkannya ke blog Rumah Baca Deandra, Cuma saya gak sanggup menduakan blog ini T-T
Read More »

It was really Random


Apakah aku masih bisa menatapmu seperti dulu? Sehangat yang aku ingat? Kini hanya bisa meraba bayangmu. Cukup dengan melihat punggungmu, itu pun dari jauh, terasa sangat menyenangkan, menentramkan. Apa ini yang dinamakan debaran? Saat ada hal-hal yang memaksaku mengingatmu saja sudah luar biasa hebat detaknya.

Memang kita tidak diciptakan sama. Berbeda. Bahkan saat aku memintamu untuk menjadi seperti rel kereta api saja, aku tak mampu. Karena memang kamu bukanlah inginku. Boleh menyapa sekedar apa kabar? Dan mendengar jawabmu, kabar baik. Boleh berharap kamu juga menanyakan hal yang sama agar kita berbincang lebih lama dari biasanya?

Aku melepaskan sebisaku, semampuku. Aku menyimpannya rapi, meskipun terkadang kamu mengacaknya sesukamu. Kamu menanyakan keanehan inginku, semakin sadar bahwa kita berbeda meski sering memaksakan untuk bersama. Aku tak lagi menggenggam erat seperti dulu, tak ingin mencumbu meski hasratku mau.

Kau yang bayangnya selalu bersenggama dalam mimpiku, memberikan celoteh manis saat aku menangis. Cukup ya, jangan hadir kembali. Jangan pernah singgah kembali hanya sekedar untuk berjanji. Karena memang aku benar-benar sadar, kamu bukanlah tuntutanku.

Aku memberikan titik dalam kalimatmu, namun kamu memulai lagi dengan kalimat baru. Banyak koma bertebaran dan aku tak mampu memberikan titik di abjad mana aku menjeda. Cukup sayang, aku lelah.


Di ruanganku, sendiri, saat mereka pergi.
Read More »

Kesabaran = Kekuatan


kesabaran adalah kata lain dari kekuatan
 
Itu sepenggal kata-kata yang diucapkan Arjuna kepada Ibunya. Dalam scene tersebut, Arjuna menahan air mata ibunya agar tidak menetes di tanah dan meminta maaf karena ia tidak dapat menahan amarahnya terhadap Kurawa dan Karna yang telah mengejeknya.

Adegan itu so sweet, dimana menayangkan keutamaan sabar dimana dalam kitab suci pun juga disebutkan bagaimana keutamaan sabar. Ah bagaimana indahnya saat kita bersahabat dengan rasa sabar. Sabar dalam menghadapi musibah pun ketika menghadapi kenikmatan.

Bagaimana kesabaran adalah kekuatan itu sendiri. Berarti saat kita tidak memiliki kesabaran, kekuatan pun akan menguap begitu saja.

Hai Sabar, kita sodaraan yuk, peluk erat jangan dilepas yah!
Read More »