Featured Slider

Kidung Doa

Saat asaku resah tak menentu, semua berkelebat tiada henti
Seakan-akan potongan memori itu bertransformasi kembali
Mendadak semua terasa menyesakkan
Bagaimana mungkin aku menghentikan perasaan yang menyetir pikiranku
Ia menyeret pikiranku untuk mengeja, masa lalu 

Resah itu membuncah, pikiranku semakin tak terkendali
Seakan-akan aku ingin amnesia sejenak atau melupa tentang potongan itu
Ternyata tidak, semakin aku mencoba melupa, semakin aku mengingat
Aku fasih tentang hal ini, beberapa tahun yang lalu
Berdamai dengan air mata dengan menyekanya dalam doa

Untuk apa air mata ini?
Untuk siapa kesedihan ini?
Penjelasan yang kutunggu, seakan bias tergerus waktu
Hanya yakin bahwa itu kepingan waktu untuk menempa

Kidung doa ini masih bersinergi menghempas perih
Akankah guna mantra yang  kau kamit kan itu?
Aku terduduk, tersadar muara doa kemana
Ah, indah sekali ya Allah
Bahkan kepingan masa lalu itu tidak menyesakkan lagi

Yah, aku tau kidung doa ini bermuara kemana


*Kadang kita memaksa Tuhan tentang ingin kita, padahal yang Dia berikan adalah yang terbaik. Kamu tau kidung doamu bermuara, dan yakinlah tidak akan sia-sia, karena Dia Mendengar doa yang kau eja.
Read More »

Selain meleleh, hatiku juga berdesir


Semalam kehilangan moment bermain sama Dio karena pulang “agak” malem. Tapi menurutku malam ini Dio tidur lebih awal dibanding biasanya, membuat Deandra kesepian karena tidak punya teman untuk maen petak umpet.

Saat motorku mendesing di depan pagar garasi tanpa diberi aba-aba Deandra menghambur keluar dan naik sisi depan motor sambil memainkan klakson.

“Mabio tidur bulik”, cara bicara khas Deandra mengisyaratkan kalo Masnya sudah tidur dan dia kesepian.

Aku mendongak kamar melihat Dio terlihat pulas sekali, mengusap wajahnya dan mengecup keningnya sembari membisikkan azimat di telinganya yang sering kulakukan sebelum mereka (Dio-Dea) tidur, “Bulik sayang Mas Dio, yang sholeh ya Mas”

Aku beranjak ke kamar memutuskan untuk segera mandi, karena kalau di jeda tiduran atau nonton tivi bisa dipastikan malam itu aku akan libur mandi..hehe

Shower kamar mandi yang berisik tidak menghalangiku untuk mendengar suara Deandra dari luar kamar mandi yang memanggil-manggil namaku sambil mengetuk pintu kamar mandi. Aku lupa kapan tepatnya, sekarang Deandra sudah bisa naik turun tangga sendiri. Membuat kami, apalagi aku dan mamanya sering melengkingkan nama Deandra. Kami tidak mengejarnya, karena semakin dikejar, Deandra akan semakin menghindar lari dan lebih beresiko untuk terpeleset. Jadi, sekarang kami hanya memaklumi Deandra yang mulai suka naik turun tangga tanpa bantuan, "hati-hati sayang, pegangan yang erat, pelan-pelan aja gak usah lari", ucap kami tanpa melengking lagi. Deandra hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum yang menentramkan.

Paginya, sebelum berangkat ke kantor, seperti hari-hari lainnya memeluk-meluk, mencium seluruh muka satu per satu diantara mereka sambil membaui khas kecut mereka, tapi bau anak kecil itu enak lho bahkan iler nya juga begitu. Mengacak-acak rambut Deandra yang semakin hari jelas keritingnya.

Mereka bangun dan meminta untuk keliling melihat dagangan burung yang ada di tol. Oke, gak masalah dan aku sudah bisa menebak datang ke kantor akan terlambat beberapa menit. Gak masalah jika ditebus dengan kebersamaan dengan mereka.

Beberapa menit berlalu, kami tiba di rumah lagi. Dio pertama turun sambil menyorongkan tangan kanannya untuk salim.

“Bulik nanti malam jangan pulang malem lagi yak, semalem aku ketiduran gak bisa mainan deh. Aku saying Bulik”, Dio fasih mengucapkannya dan membuatku berkali-kali mendesir. Kalau tangan kiriku tidak memegangi Denadra dan tangan kananku tidak sedang memegangi kemudi motor, pasti kedua tanganku akan langsung merengkuh dan memeluknya, menciuminya.

“Siap Bos, Bulik juga sayang banget sama Mas Dio, yang pinter yaa”, aku engusap-usap kepalanya.

“Bye bye Assalamu;alaykum Mas”, Aku pamit dan melambaikan tangannya. Dio menjawab lirih sambil senyum-senyum terlihat gigi gigis nya.

Di sepanjang jalan kereta api menuju kantor, hatiku masih berdesir. Bagaimana bujangku satu itu selalu membuatku merasa berharga, atau entahlah perasaan itu.

Ini Ramadhan ke-18, doaku “Semoga Dio-Dea menjadi anak yang sholeh-sholihah, ya Allah..Amin”

**menuliskan ini pun, hatiku masih berdesir
Read More »

Oh My God, it's July?


Jakarta, 14 Juli 2014

Dear My lovely angel Ririn Gagarin,

Sepertinya aku melupa akan waktu, amnesia karena usia, sehingga Juni nampak seperti Juli. Aku terhenyak dengan kalenderku. Seminggu  yang lalu genap 25 tahunmu. Harus mengucapkan? Sebenarnya memang iya, tetapi aku yakin kamu tidak meragukan cinta, kasih sayang dan doaku padamu. Mendadak aku melototi kalenderku yang terdapat bulatan besar di angka 7. PAdahal uforia pemilu pun masih lekat kalo pilpres jatuh di angka 9, 2 hari setelah angka 7. Kenapa lupa? Entahlah, mendadak menjadi apatis dengan kalender.

Banyak hal yang bergulir diantara kita, tapi itu membuat kuat persahabatan kita, bahkan seperti saudara kembarku. Aku layaknya bercermin saat melihatmu, menatap ragaku dan jiwaku di pantulan cermin. Kamu selalu menyayangku, aku tau, dan demikian juga aku begitu menyayangmu. Sampai-sampai kamu kebas dengan omelanku karena kamu bilang itu wujud sayangku.

Dear,
7 tahun yang lalu aku mengenalmu sebagai sosok anggun yang luar biasa dengan segudang cerita. Berangsur tahun merekatkan jalinan asa kita. Entah kenapa aku mengenal kata chemistry darimu, mengerti beberapa hal meskipun tak kamu ucapkan. Dan kadang kamu pun paham tentang berbagai hal yang tak aku utarakan. Apa itu chemistry? Kamu menjelaskannya dengan jalinan kita.

Aku seperti tersengat listrik melihat kalenderku tadi pagi, apa-apaan ini sudah beralih bulan menjadi Juli (padahal sebelumnya aku ingat kalo harus nyoblos di angka 9 bulan Juli). Pantas kamu selalu mendengungkan niat untuk menggenapkan dien mu, karena usiamu pun ikut berubah ekornya dari 4 menjadi 5--semoga kita disegerakan. Agar ibadah kita menjadi sempurna.

Apakah jarak memisahkan kita? TIDAK. Apa itu jarak, karena kita sedekat asa merasa karena doa. Bahkan dengan seuntai kertas yang kau tuliskan, aku mengerti perjalananmu beberapa tahun terakhir. Kamu bilang kamu ingin menangis? Sini aku peluk dan kudengarkan hal yang setidaknya membuatmu sesak. Aku tidak akan berkomentar karena kamu hanya butuh pendengar. Itu dulu. Karena kamu sekarang garang karena tempaan, dan aku suka.

Bagaimana saat kita berlari? Menggenggam erat satu sama lain? Saat ini seperti mendengarkan dvd dan memutar rekaman tentang kita jaman dulu. Bahkan sekarang aku sedang mengintipmu sedang tidur dengan gaya khasmu, karena tadi pagi kamu bilang kalau hari ini kmau bed rest di rumah.

Terima kasih untuk semuanya, Darl. Terima kasih. Maaf kali ini aku mendadak amnesia dengan hari lahirmu. Mungkin aku belum menjadi sahabat yang baik, tetapi percayalah, saat kamu membutuhkan teman untuk bicara tentang ceritamu, aku akan takzim mendengarkan. Meskipun ceritamu berulang-ulang tentang hal yang sama, aku akan duduk mendengarkan, sesekali memelukmu saat kamu tak bisa melanjutkan abjad yang kau eja.

Semoga tambah dewasa dan doa terindahnya adalah semoga disegerakan untuk menggenapi dien­-mu. Amin

Ah iya, sampaikan salam sungkem baktiku pada seorang ibu yang rahimnya dititipi gadis secantik kamu. Bilang padanya, aku rindu. Sungguh. Bahkan saat ini ingatanku terseret pada sosok itu, yang senyumnya merekah meramu beras kencur karena aku masuk angin. Ah, nostalgia itu indah ya Darl.

Disini jam makan siangku, karena Ramadhan memberi libur ke-3, dan aku memutuskan tidak keluar hanya untuk mencumbumu lewat surat ini. Dear, maafkan aku yang tak bisa mengingat dengan baik angka 7 di bulan Juli.

Semoga kebaikan senantiasa tercurat untukmu, Dear. Percayalah, aku akan tetap memelukmu, DISINI, dengan doaku.

With love,


Aya


*Aku menyayangimu, Darl.
**Kamu yang mengenalkanku tentang kata chemistry. karena rasa gak pernah bohong.
*** Oh iya, tahun 2015 siapa yang menikah duluan? kamu atau aku? semoga saja KITA, yaa..






Read More »