Featured Slider

Selain meleleh, hatiku juga berdesir


Semalam kehilangan moment bermain sama Dio karena pulang “agak” malem. Tapi menurutku malam ini Dio tidur lebih awal dibanding biasanya, membuat Deandra kesepian karena tidak punya teman untuk maen petak umpet.

Saat motorku mendesing di depan pagar garasi tanpa diberi aba-aba Deandra menghambur keluar dan naik sisi depan motor sambil memainkan klakson.

“Mabio tidur bulik”, cara bicara khas Deandra mengisyaratkan kalo Masnya sudah tidur dan dia kesepian.

Aku mendongak kamar melihat Dio terlihat pulas sekali, mengusap wajahnya dan mengecup keningnya sembari membisikkan azimat di telinganya yang sering kulakukan sebelum mereka (Dio-Dea) tidur, “Bulik sayang Mas Dio, yang sholeh ya Mas”

Aku beranjak ke kamar memutuskan untuk segera mandi, karena kalau di jeda tiduran atau nonton tivi bisa dipastikan malam itu aku akan libur mandi..hehe

Shower kamar mandi yang berisik tidak menghalangiku untuk mendengar suara Deandra dari luar kamar mandi yang memanggil-manggil namaku sambil mengetuk pintu kamar mandi. Aku lupa kapan tepatnya, sekarang Deandra sudah bisa naik turun tangga sendiri. Membuat kami, apalagi aku dan mamanya sering melengkingkan nama Deandra. Kami tidak mengejarnya, karena semakin dikejar, Deandra akan semakin menghindar lari dan lebih beresiko untuk terpeleset. Jadi, sekarang kami hanya memaklumi Deandra yang mulai suka naik turun tangga tanpa bantuan, "hati-hati sayang, pegangan yang erat, pelan-pelan aja gak usah lari", ucap kami tanpa melengking lagi. Deandra hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum yang menentramkan.

Paginya, sebelum berangkat ke kantor, seperti hari-hari lainnya memeluk-meluk, mencium seluruh muka satu per satu diantara mereka sambil membaui khas kecut mereka, tapi bau anak kecil itu enak lho bahkan iler nya juga begitu. Mengacak-acak rambut Deandra yang semakin hari jelas keritingnya.

Mereka bangun dan meminta untuk keliling melihat dagangan burung yang ada di tol. Oke, gak masalah dan aku sudah bisa menebak datang ke kantor akan terlambat beberapa menit. Gak masalah jika ditebus dengan kebersamaan dengan mereka.

Beberapa menit berlalu, kami tiba di rumah lagi. Dio pertama turun sambil menyorongkan tangan kanannya untuk salim.

“Bulik nanti malam jangan pulang malem lagi yak, semalem aku ketiduran gak bisa mainan deh. Aku saying Bulik”, Dio fasih mengucapkannya dan membuatku berkali-kali mendesir. Kalau tangan kiriku tidak memegangi Denadra dan tangan kananku tidak sedang memegangi kemudi motor, pasti kedua tanganku akan langsung merengkuh dan memeluknya, menciuminya.

“Siap Bos, Bulik juga sayang banget sama Mas Dio, yang pinter yaa”, aku engusap-usap kepalanya.

“Bye bye Assalamu;alaykum Mas”, Aku pamit dan melambaikan tangannya. Dio menjawab lirih sambil senyum-senyum terlihat gigi gigis nya.

Di sepanjang jalan kereta api menuju kantor, hatiku masih berdesir. Bagaimana bujangku satu itu selalu membuatku merasa berharga, atau entahlah perasaan itu.

Ini Ramadhan ke-18, doaku “Semoga Dio-Dea menjadi anak yang sholeh-sholihah, ya Allah..Amin”

**menuliskan ini pun, hatiku masih berdesir

Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)