Featured Slider

Aku pengen nangis di bahumu, Mas


“Mas, pinjem bahunya boleh”, suaraku mengiba.

“Buat apaan?”, jawabmu polos.

“Nangis”, ucapku melemah.

Kamu merengkuh tanpa menjawab dan tangisku pecah. Isakanku membanjiri kemeja garis-garis biru yang kau kenakan malam itu. Dan aku hidungku kedat karena tangisan. Bau parfummu seakan menguap dengan aroma air mata yang tumpah ruah. Tapi kamu abaikan dan tetap memelukku. ERAT.

Beberapa menit hening. Berlalu. Kamu tidak bergeming, makin mengeratkan pelukanmu. Aku seperti anak kecil yang kau tenangkan agar menghentikan tangisan. Sejenak ingin menghentikan waktu. Aku rela menangis tersedu asalkan kau memeluk mendekapku.

Tapi ternyata waktu tidak pernah berhenti meski hanya sedetik. Pelukanmu berangsur merenggang. Aku menunduk, kau menatapku masih dalam hening.

“Udah?”, tatapanmu tegas namun teduh.

“Huuuh”, aku mulai mengangkat kepala membalas tatapanmu. Aku tidak sembunyi-sembunyi lagi melihat sorot tajam yang terkadang menyebalkan.

“Udah nangisnya? Atau mau dipeluk lagi? Sini kalau mau lagi”, bibirmu mengembang dan kamu juara memenangkan senyumku.

“Udah, yuk pulang”, kamu menggamitku, mengacak-acak rambutku yang kusut.

Ps : woy, cerita fiktif woy. Cerita menye-menye yang imajinatif dari jomblowati yang (in sya Allah) shalihah. Makanya disitu dia gak pake head scarft, karena Mas-Mas itu guling halalnya. Ahahaha

Ps (lagi) : cerita ini hanya rekaan di waktu makan siang setelah puas memaki-maki Ruby Tham. “You must give us full information regarding to this matter earlier since your information will influence to our legal opinion…. Piye to Bu Bu, kamu yang memaki-maki malah kamu yang salah informasiiiiii.. cased close, yuk ngerjain Searching ;p


Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)