Featured Slider

8 Hari yang Mengesankan


Maha baik Allah yang telah merahasiakan kematian seseorang sebagai salah satu ujian keimanan. Ujian keimanan bagaimana maksudnya? Iya, saat seseorang tahu bahwa esok dirinya akan mati, pastilah ia akan mempersiapkan dengan sebaik-baik bekal untuk bertemu Rabbnya. Nah, saat menjadi rahasia, tidak semua orang bahkan aku pun belum tentu siap untuk bertemu sang Khalik karena merasa bekal yang dibawa masih jauh dari cukup. Padahal kematian itu sudah menjadi kepastian. Tidak dapat dimajukan dan tidak dapat juga dimundurkan.

Wahai Allah... Aku tak pantas di syurga-Mu. Namun hamba juga tak mampu jika ditempatkan di neraka-Mu...

Berbicara tentang kematian, awalnya aku sangat jerih, tetapi lama-kelamaan rasa jerih itu berubah menjadi kepasrahan berbalut doa agar dipertemukan dengan Allah dan Rasulullah dalam kondisi yang baik. Allah tidak menanyakan kesiapan kita. Oleh karena itu, kita sendiri yang harus sadar penuh bahwa hidup hanya seperti perhentian sejenak dan bersifat fana'. Maka tidak salah jika ada yang menyebutkan bahwa dunia adalah senyata-nyatanya ujian. Karena kebanyakan dari kita menambatkan hati kepadanya. Padahal ujung dari dunia adalah akhirat. Kehidupan yang sesungguhnya.

***
Aku pernah merasa takut kehilangan. Sangat takut. Saat Bapak kemarin mengalami kritis dan tiba-tiba mengeluh tidak kuat menghadapi TBC-nya. Beliau berpamitan dengan Ibu dan keluarga. Alhamdulillah, Allah masih menyayanginya. Dalam kondisi kritis, banyak yang sedih dan menangis merasa sangat keberatan jika Allah mengambilnya. Makanya, di setiap doaku selalu menyelipkan kesembuhan untuk Bapak dan memohon agar Allah mengijinkan Bapak menemaniku lebih lama lagi.

Melewati kondisi Bapak yang kritis, di Rumah Sakit aku berandai-andai. Bagaimana jika yang di posisi Bapak adalah aku. Yang mengalami kritis adalah aku sendiri. Apakah semuanya akan merasa sedih dan kehilangan? Ah, pengadaianku sangat konyol. Dan lebih konyol lagi saat aku berandai-andai kematian adalah alat untuk melihat apakah seseorang sangat menyayangi kita atau tidak. Pikiran-pikiran seperti itu berkelebat hebat dalam benakku. 

Pertanyaan liar yang beterbangan dalam pikiranku saat itu adalah "Jika aku mati, apakah masih ada yang mendoakanku? Masih ingat kalau aku pernah ada?". Tiba-tiba ada genangan hangat di pelupuk mataku. Takut jika pengandaianku tidak sesuai dengan harapanku. Dan yang pasti, aku masih takut menghadapi mati. Air yang jatuh di mataku semakin deras tanpa aku tahu itu air mata apa. Aku memandangi Bapakku dengan oksigen yang masih terpasang di hidungnya sejak bebera hari yang lalu. Aku menyadari bahwa Allah memberikan udara secara cuma-cuma selama 26 tahun ini. Tapi, seringkali aku lupa diri untuk sekadar mengucapkan "terima kasih" saat sehabis salat. 

Mataku bergantian memandang ke arah Ibuku yang tertidur di sofa ruang tunggu tidak jauh dari tempat dudukku. Wajah yang teduh sekali. Wanita yang berkali-kali menangis saat tahu suaminya divonis TBC dan melihat badan suaminya yang berangsur kurus. Dia merasa takut kehilangan suami yang telah ditemaninya lebih dari 40 tahun. 

Kepalaku berputar dan terasa sakit sekali. Aku mencoba memejamkan mata agar rasa pusingku mereda. Tapi ternyata aku salah, rasa sakit di kepalaku bertambah hebat. Ingin membuka mata tetapi terasa berat. Semakin mencoba membuka mata, semakin tidak bisa. Orang Jawa menyebutnya "tindihan". Posisi kita tidur dan ingin bangun, tetapi semakin memaksa bangun, badan kita rasanya kaku. Akhirnya aku tidak merasakan capek dan tidak berusaha untuk bangun. Meskipun rasa sakit di kepalaku sangat menyiksa. 

Pertanyaan nakal sebagai pertanyaan lanjutan atas pertanyaan-pertanyaanku tadi menambahku semakin pusing, tetapi aku tidak punya daya untuk bangun. "Kalau kamu diberi waktu 8 hari lagi untuk hidup, apa yang ingin kamu lakukan?" Dadaku rasanya ingin berhenti menafsirkan pertanyaan dari bayangan yang aku buat sendiri. Tetapi percuma jika melawan untuk bangun dan menghilangkan pertanyaan itu. Aku lebih memilih untuk lebih rileks.

Apa iya, cuma dikasih 8 hari untuk hidup? Kenapa gak sebulan atau setahun? Biar aku punya waktu untuk menyusun apa saja yang akan aku lakukan untuk menyiapkan semuanya. Dasar pertanyaan konyol. Dan lebih konyol lagi, aku menikmati pertanyaan itu. Bahkan aku sendiri yang membuat dan menciptakannya.

Oke, jika aku diberi hidup (hanya) 8 hari lagi, aku akan membuat sisa-sisa hariku menjadi mengesankan. Mengesankan dalam pandanganku lho ya, dan aku tidak akan memaksa orang lain untuk berkesan terhadapku. Karena sumpah itu hal yang membuat capek luar dalam. 8 hari itu kurang lebih akan aku isi dengan hal-hal berikut :

Pertama, merawat Bapak dan Ibuku. Aku ingin menghabiskan waktuku dengan mereka. Menemani Bapak pengobatan dan mengantar Ibu terapi tangannya yang pernah terkena stroke kecil. Selama 8 hari itu aku juga tak luput mendoakan kesehatan mereka berdua, agar di tahun 2017 bisa berkunjung ke Baitullah seperti cita-cita mereka berdua. Dulu aku pernah berjanji akan mengantarkan merek berdua saat haji. Tetapi aku yakin pasti mereka berdua juga akan selalu mendoakanku.

Kedua, memilih barang-barangku yang bisa disumbangkan ; baju, buku dan hal lain yang berguna. Semoga hal tersebut berguna dan menjadi jariyah bagiku setelah mati.

Ketiga, menginfakkan seluruh tabunganku. Karena aku yakin, kunci masuk surga bukan dengan uang. Sebelum mati, aku ingin menginvestasikan seluruh tabunganku ke masjid atau yayasan. Aku ingin investasi pahala jariyah yang nantinya bisa meringankan hisab dosaku.

Keempat, mengucapkan terima kasih dan minta maaf kepada teman, saudara dan orang tua. Bagaimanapun, mereka telah menemaniku dalam suka dan duka. Jadi ucapan terima kasih dan kata maaf bisa lebih meringankan aku.

Kelima, menerbitkan buku. Bukankah saat-saat terakhir adalah saat yang paling produktif? Menerbitkan buku adalah salah satu dari sekian impianku. Itu bukan ingin dikenang. Tetapi, dengan buku, semoga manfaat yang ada di dalamnya menjadi pahala jariyah yang menerangi di dalam kubur.

Keenam, dzikrullah dan taubat nasuha. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dan menenangkan selain mengingat Allah. Sebelum 8 hari berakhir, aku juga mau melakukan taubat nasuha atas segala dosa-dosaku yang pernah dilakukan.

Badanku gemetar dan menggigil. Ada tangan yang dingin menyentuh pipiku. Mataku terbelalak kaget dan senyum ibu hangat membangunkanku.

"Tahajud sik wuk. Kowe mimpi opo?" Ibu lalu mengambil mukenanya dan aku mengusap mukaku dengan kedua tanganku. Tangannya yang dingin tadi ternyata bekas air wudhu dan menyelamatkanku dari "kematian".

Mimpiku terlalu berat sehingga badanku basah kuyup keringat. Tetapi kalau memang pertanyaan itu nyata adanya, tentang 8 hari sisa hidupku. Jawabanku akan tetap sama dengan di mimpiku. Aku akan membuat 8 hari yang kupunya menjadi sangat mengesankan dengan hal-hal yang kusebutkan di mimpi. Iya, aku bermimpi tentang membangun pahala jariyah.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Dnamora Giveaway 

Read More »

My COD, Salah Satu Inovasi dan Revolusi JNE yang Memudahkan Konsumen

Beberapa bulan yang lalu, Mbak Tami (kakak ipar pertama saya) cerita tentang sebuah kasus wanprestasi yang sedang ditanganinya. Kliennya kesulitan menagih hutang kepada temannya, sudah dikirimkan somasi 2 kali tetapi tidak ada tanggapan dari lawan akhirnya kliennya mengajukan gugatan di salah satu pengadilan negeri di Kudus. Saat gugatan sudah masuk dan sudah melalui beberapa persidangan, pihak lawan mengelak telah menerima somasi/teguran sebagai itikad baik si Klien.

"Padahal dilayangkan somasi 2 kali lho Dik. Eeeeh, lha kok pihak lawan mengelak" pungkas Mbak Tami.

"Lha trus hakim gimana, Mbak" tanya saya lagi.

"Aku juga gak kalah akal. Staffku tak suruh ngecek ke petugas JNE untuk menanyakan surat somasiku sampai apa gak? Penerimanya siapa? Itu yang tak pake buat menyanggah dalil mereka"

Mbak Tami menggunakan jasa JNE untuk pengiriman-pengiriman di luar Semarang dan baru memakai kurir kantor jika hanya di lingkup Semarang saja. Saya akui kakak ipar saya itu ulet untuk membuat konstruksi hukum, sampai JNE saja bisa jadi bukti menguatkan gugatan kliennya.

Itu salah satu manfaat JNE untuk dunia perkantoran yang bersifat administratif. Dan hal tersebut sangat membantu. Tidak hanya itu, baru-baru ini, JNE mengeluarkan 7 Revolusi yang salah satunya bernama My COD (Cash On Digital) yang ternyata lebih meudahkan konsumen untuk bertransaksi karena tidak perlu repot-repot datang ke mall atau toko.

Belanja Aman dan Nyaman dengan My COD




Siapa yang demen belanja di online shop? *saya ikutan ngacung tinggi-tinggi. Karena alasan hemat waktu dan bisa memilih beberapa barang di katalog online, dan biasanya online shop memberikan diskon besar-besaran untuk konsumennya. Tinggal milih-milih barang sesuai kebutuhan di depan laptop atau di handphone dan melakukan pembayaran, barang sudah sampai 3-4 hari ke kantor atau ke rumah. 

Untuk masalah sistem pembayaran saat berbelanja online, saya tergantung situasi. Selama ini saya pernah melakukan 3 cara pembayaran saat belanja online, antara lain :

  • Kartu Kredit. Saya memakai kartu kredit kalau dalam kondisi terpaksa atau saat ada diskon besar-besaran yang mengharuskan konsumen untuk membayarkan kartu kredit tertentu. 
  • Transfer. Saya juga pernah melakukan pembayaran dengan cara transfer ke rekening penjual dan biasanya saya mendebet ATM yang sama dengan rekening si penjual agar tidak dikenakan pemotongan karena berbeda rekening. hihi 
  • COD (Cash On Delivery), sistem ini adalah bayar di tempat. Dan biasanya untuk belanja buku, saya mengunakan sistem ini. Atau kalau membeli barang-barang elektronik yang masih berada di satu daerah, karena bisa langsung melihat kondisi barang di tempat, setelah sesuai order dan tidak cacat, maka pembayaran baru dilakukan.
Beberapa kali saya membeli barang elektronik bekas yang masih sangat bagus (1 bulan baru dipakai), kebanyakan dari mereka menjual barangnya yang masih berumur 1 bulan bukan karena rusak, tetapi karena bosan dan mengikuti perkembangan gadget. 2 kali saya membeli alat elektronik bekas yang masih benar-benar bagus karena baru 2 bulan dibeli dan dipakai, alasannya juga begitu. Bosan dan ingin ganti. Dulu saya memilih cash on delivery karena saya dapat mengecek terlebih dahulu sebelum memutuskan jadi atau tidaknya membeli barang tersebut.

Beberapa bulan yang lalu, saya dicurhati teman karib yang ditipu saat membeli HP secara online. Dia tergiur karena harganya sangat murah. Jadi, teman saya memesan HP via online. Dia sudah sepakat dengan penjualnya untuk mentrasfer uang pembayaran dan setelah itu si penjual akan mengirimkan barangnya dan bukti resinya. Singkat cerita, karena teman saya percaya sepenuhnya dengan penjual, dia langsung saja transfer sejumlah 5 juta untuk pembayaran HP tersebut. Ternyata si penjual menipunya. Setelah ditransfer, penjualnya tidak mengirimkan HP tersebut malah memaki-maki teman saya dan tidak akan mengirimkan HP tersebut. Teman saya menangis tergugu.

Sejak saat itu, saya mulai was was berbelanja online. Saya yang semula ingin membeli HP juga via online merasa takut untuk bertransaksi, karena cash on delivery tidak dimungkinkan mengingat domisili saya dan si penjual sangatlah jauh di luar kota. Setelah baca blog Mbak Myra Anastasia beberapa bulan lalu, ternyata JNE melaunching 7 revolusi terbaru, salah satunya adalah My COD. Semula saya pikir itu adalah Cash On Delivery, seperti yang pernah saya lakukan sebelumnya. Eh, ternyata Cash On Digital. Fitur tersebut menjawab kegelisahan saya karena menjamin keamanan pembeli dan kemudahan bagi penjual. Jadi My COD ini adalah media pembayaran ketika kita melakukan transaksi online.

Bagaimana Caranya Menggunakannya Aplikasinya?

Pertama, download aplikasi My JNE di playstore. Oh iya, si penjual juga harus menggunakan aplikasi ini juga untuk bertransaksi ya.

Kedua, buat akun dengan melakukan sign up. Setelah itu, kita akan dikirimkan aktivasi melalui email. Untuk tahap ini, saya harus melakukan beberapa kali. Entah server sedang penuh atau bagaimana, tetapisaya harus mencoba beberapa sign up dulu baru berhasil.

Ketiga, melakukan transaksi dengan My COD dan My COD Wallet. Jadi untuk melakukan pembayaran, kita harus Top Up Saldo dulu di fitur My COD Wallet. Saat melakukan transfer, masukkan nomor virtual accon, setelah itu masukkan nominalnya berapa dan masukkan password untk konfirmasi transfer tersebut. sistem My JNE akan otimatis memproses setelah kita mengetikkan kode OTP yang dikirimkan lewat SMS. Yay, mudah kan?

Penggunaan My COD bagi Pembeli

Pilih orderan dan lakukan dealing dengan penjual. Setelah itu menunggu notifikasi dari penjual. Untuk pembayarannya, pembeli membuka fitur My Order di layanan My COD, jika sudah memiliki saldo sebelumnya, maka silakan klik Pay untuk langsung membayar barang yang telah diorder. Tetapi jika belum memiliki saldo, maka lakukan Top Up terlebih dahulu melalui My COD Wallet. Btw, Top Up dapat dilakukan di ATM Bank Permata atau Bank lainnya. Mudah kan?

Penggunaan My COD bagi Penjual

Setelah dealing dengan pembeli, maka penjual membuat order di fitur My COD dengan memasukkan detail order seperti nama order, no.hp pembeli yang sama-sama menggunakan My COD, ongkos kirim, selanjutnya sistem akan menghitung seluruh biaya yang wajib dibayar pembeli dan akan muncul di kolom grand total. Untuk penjual, orderan tadi akan tampil di laman My Shop. Notifikasi Invoice akan otomatis dikirim ke email dan di smskan ke handphone pembeli. Setelah pembeli melakukan pembayaran (paid order), penjual memasukkan no. resi dan mengirimkan paket barang yang diorder. Jika barang telah diterima pembeli, si penjual dapat mencairkan dana pembayaran melalui cash out di layanan My COD.

Wow, keren banget kan? Ternyata satu akun My COD yang kita miliki bisa digunakan sebagai penjual dan pembeli sekaligus. Jadi kita gak perlu repot-repot bikin akun lagi. For your information, di samping My COD ada beberapa fitur di aplikasi JNE yang memudahkan konsumen untuk melakukan pengecekan dengan mudah dan praktis :
  1. My Shipment, untuk melihat riwayat pengiriman. Fitur ini hanya dapat diakses oleh akun yang terdaftar.
  2. My Tariff, untuk mengecek ongkos kirim pengiriman. Yang belum punya akun juga bisa mengakses lho.
  3. JNE Near by, untuk mengecek JNE yang terdekat dengan lokasi kita.
JNE dari masa ke  masa memang selalu berinovasi dan berevolusi untuk memudahkan dan memberikan kenyamanan bagi konsumennya baik pekerja kantoran maupun pelaku transaksi online (penjual/pembeli). Saat saya cerita tentang aplikasi ini sama Mbak Tami, dia hanya terkekeh penasaran. Maklumlah, dia lebih suka berbelanja langsung sehingga pemahamannya, JNE hanya untuk jasa pengiriman saja bukan jasa pembayaran. Dan, menurut saya, My COD adalah bukti dari salah satu inovasi dan revolusi JNE untuk memberikan yang terbaik dari setiap pelayanannya.

Jadikan dunia seperti dalam genggaman!




Read More »

Hilang di Tengah Kerumunan

Kalau ditanya pengalaman kecil yang mengesankan, memori saya penuh dengan hal yang berkesan. Mulai dari mainan gobak sodor, nyari jangkrik dan belut di sawah, mandi du sungai dengan arus yang guedee. Pokoknya senang bisa berada di era 90-an, dimana uang gopek masih berharga sekali buat beli permen yosan sama "anak mas", ahahaha.

Tetapi, kalau ditanya hal yang paling tidak terlupakan? Hmmm, jangan tanya, saya pasti langsung inget banget nget nget peristiwa di Banyubiru (bener gak ya daerahnya?). Waktu itu saya berusia 6 tahun. Diajak Bapak Ibu menghadiri pelantikan Mas Agus yang lulus dari pendidikan kepolisian. Gak kebayang bangganya Bapak Ibu waktu itu. 

Karena saya ini gumunan  dan gampang banget girang melihat hal-hal yang menurut orang lain sepele, seperti melihat kembang api, kereta yang panjang (kalau 1 gerbong kan gak etis, kasihan masinisnya, ahaha), dan lihat drum band. Waktu itu proses kelulusan polisi ternyata ramai sekali. Banyak polisi-polisi gagah dengan atribut lengkap dengan pistol. Gerakan mereka juga bisa kompak banget. Dan waktu itu saya cuma bisa melongo terkagum-kagum. Baris-berbarisnya rapi dengan sepatu seragam, dikomando sekali juga pada patuh semua. Lha pikiran anak 6 tahun kan sederhana, apalagi di kampung gak ada yang model begituan.

Setelah melalui beberapa acara dari pagi sampai siang, pas Mas Agus sudah ganti kostum, saya digandeng Mas Joko yang waktu itu dia masih SMP (imut-imut). Kok ya ada suara drum band dengan iringan mayoret yang ramai sekali di jalan raya membuat saya lupa diri untuk tidak tergoda melihat. Entah bagaimana ceritanya, tangan saya terlepas dari genggaman Mas Joko. Saya merangsek di tengah kerumunan orang yang juga antusias melihat karnaval tersebut. Karnaval itu merupakan rangkaian penutup sepertinya, karena sangat meriah seperti karnaval agustusan.

Agak lama saya melihat parade demi parade hingga saya tidak sadar kalau yang di samping saya bukan lagi Mas Joko, tetapi rombongan keluarga lain. Saat karnaval selesai, saya mulai panik mencari Mas Joko di tempat semula, dan tidak ada. Tangis saya pecah. Saya mulai ketakutan kalau saya ditinggal pulang. Eh, anak usia 6 tahun  itu berpikirnya simple lho. Dalam kondisi seperti itu, pikirannya takut ditinggal, padahal kalau sudah dewasa sedikit saja, hal itu gak mungkin terjadi. Masa iya, mau ninggal anak cewek satu-satunya di rumah, bisa dibabat sama Ibu nanti, ahaha.

Saya mencari rombongan Bapak, Ibu, Mas Joko dan keluarga lainnya. "Pleeeease, temuin aku dong Mas....." sambil menangis. Ternyata arah saya mencari mereka berlawanan. Di perempatan jalan, saya ditemukan seorang polisi baik hati (karena sudah ngembaliin saya kepada keluarga *salim). 

"Adik mau kemana" tanyanya.

"Nyari Mas Joko" jawab saya sambil nangis mbengungung.

"Lho, tadi dimana emangnya?" Polisi itu kelihatan melihat kanan kiri dan memandang saya penuh iba.

"Yaudah ayo nyari yuk, tapi saya pulang sebentar ya" Saya digendong polisi tersebut dibawa pulang. Saya pasrah aja gak kepikiran untuk diculik atau apa. Karena saya dijanjiin ketemu Mas Joko, Bapak dan Ibu. Itu saja. Di rumah tersebut ada istri sang polisi. Istrinya juga baik karena sejak bertemu istrinya, saya tidak menangis lagi. Setelah (om) polisi yang baik hati selesai ganti baju, saya digendong dan dibawa ke area yang semula kami bertemu. Dia merunut jalan yang saya berikan clue karena saya tidak ingat jalan-jalan yang sebelumnya saya lalui. Jalannya hampir mirip semua, huhu. Dengan cilue-clue yang saya berikan "Taman yang ada arca polisi besar". Polisi sudah tanggap tempat tersebut, karena memang arca yang besar cuma ada satu. Tadi sempat berfoto disana dan menunggu di sekitas sana.

Beberapa meter dari daerah arca tersebut, saya melihat sosok lelaki yang tidak asing. Iya Mas Joko, yang di sampingnya ada Bapak Ibu, Mas Agus dan keluarga yang lain. Mereka dimarahi sama (om) polisi karena menelantarkan anak kecil sampai hampir hilang di tengah keramaian. Padahal kalau dipikir-pikir, saya yang salah karena antusias dengan karnaval dan lupa diri.

Tiap ngumpul sama keluarga dan dibuka topik tentang saya yang hampir hilang di Banyubiru, pasti semua terpingkal-pingkal. Satu per satu semangat menceritakan berdasarkan versinya sendiri-sendiri. Itu peristiwa masa kecil dan yang tak akan pernah saya lupakan. Mungkin Bapak Ibu, Mas Joko gak akan lupa. 

Kan sayang banget nunggu 10 tahun pengen anak atau adik cewek lha kok malah diilangin di jalan, ahahah.



Kami gak punya dokumentasi saat kecil. Semua dokumen dan file rusak ketika gempa Jogja beberapa tahun lalu
Kalian punya kenangan masa kecil yang tidak terlupakan juga?
Read More »

Macam-Macam Ajang Bersilaturahmi

Source
Kalau ada yang bilang silaturahmi memperlancar rejeki, saya setuju. Kalau ada yang bilang silaturahmi bikin happy, saya juga setuju. Daaaan, kalau ada yang bilang, silaturahmi membuat peluang jodoh datang, ummmmmm mungkin juga iya, ehehehe.

Menurut pengalaman saya, silaturahmi lebih banyak manfaat daripada mudharatnya. Kalau yang banyak mudharatnya itu mungkin silaturahmi ke tempat mantan yang udah mantenan, ahaha. Karena akan menimbulkan baper yang berkepajangan dan bad mood seharian. Melihat dia sedih, rasanya kok kasihan, tapi kalau bahagia kok ya rasanya seperti nggrantes gitu lho, istilah kasarnya pacaran prihatin sama aku lama, tapi nikah enaknya sama cewek lain *mulai  fiksi nih*. Artinya kode keras gausah pacaran, langsung ke pelaminan aja *wiiiing.

Ada beberapa ajang silaturahmi yang membuat suasana hati sumringah sehingga hal tersebut menjadi indah dan nikmat saat bertegur sapa, cipika-cipiki dengan rekan sejawat atau kerabat. Yuk simak apa saja silaturahmi yang indah dan nikmat menurut saya :

  • Arisan. Kalau ini sudah tidak asing lagi. Keturunan Mbak Lanjar mengadakan arisan setiap 3 bulan sekali di tempat yang telah disepakati (biasanya digilir). Kadang yang paling kecil sering roaming karena mereka harus mendengarkan sejarah keluarga dari Mbah mereka. Oh ini Nur, sini wuk salaman dulu. Setelah salaman tidak jarang dibilang "Ini Nur yang dulu rambutnya keriting, item kan?" Mulai keluar ras, tapi seisi ruangan jadi pecah tertawa. Bahkan momen seperti itu diulang-ulang lho, tapi tetap saja terasa lucu.Saya tersenyum klecam-klecem.
  • Halal bi Halal. Momen saling maaf memaafkan ini tidak hanya terjadi di keluarga, teman bahkan masyarakat. Mereka saling bersilaturahmi untuk memohon maaf agar kembali ke fitri. Kata-kata yang sering diucapkan adalah "Minal aidin wal faidzin ya Mas-Mbak". Wajahnya cerah-cerah. Nah, di kampung saya, setelah sholat idul fitri, biasanya masyarakat keliling rumah ke rumah untuk salam-salaman, meskipun di masjid sudah bersalaman juga. Tetapi karena lagi-lagi indah dan nikmatnya silaturahmi yang saya sebutkan tadi, halal bi halal saat lebaran menjadi sangat semarak. Ssssst, sudah 3 halal bi halal ini pertanyaan "Kapan nikah?" santer ditanyakan. Jawaban saya cuma senyum sambil ngusel ibu saya.
  • Buka Bersama. Momen ini juga tak kalah meriah digunakan oleh para perantau untuk saling bertemu saat pulang kampung. 10 hari terakhir ramadhan, kedai-kedai mulai ramai dengan bookingan buka bersama. Hari pertama dengan teman SD, hari kedua teman SMP, hari ketiga teman SMA atau kuliah, dan hari selanjutnya buka bersama dengan mantan yang diharamkan.
  • Reuni. Saya juga pernah ikut reuni-reuni macam begini. Dari SD, SMP hingga SMA. Kalau kuliah paling reuni kecil saja dengan teman akrab. Reuni juga menjadi salah satu ajang favorit untuk memperluas networking. Reuni akbar alumni FH UNS Surakarta. Waaah, dari mulai akademisi dan praktisi pastinya tumpah ruah di acara tersebut. Sehingga tidak jarang kalau reuni sebagai wadah silaturahmi yang membukakan rejeki. Asal jangan reuni sama mantan aja siiiiih *kabur*
  • Gathering. Saya juga pernah mengicipi gathering kantor, dimana karyawan membawa serta anak istrinya. Bagi yang single wajib jadi panitia, ahaha. Gathering juga bisa diadakan oleh promotor untuk launching produk. Intinya, gathering memudahkan kita untuk bersilaturahmi secara langsung dengan orang, sahabat dan seajwat yang sudah lama gak ketemu.
  • Nikahan. Biasanya setelah kuliah kan pada mencar tuh. Ajang yang paling favorit untuk bersilaturahmi adalah saat salah satu teman akrab menikah. Pasti deh reuni yang direncanakan di acara nikahan tak terelakkan.
Itu tadi ajang event yang seringkali dijadikan untuk bersilaturahmi. Kalian juga pernah mengicipi keempat ajang tersebut kan Bloggiest? Menurut kalian nikmat silaturahmi mana yang kalian dustakan? :)
Read More »

Kencur Andalan Pengusir Batuk dan Kunyit Pengusir Nyeri Haid

sumber
"Ngombe iki, wuk", Ibu membawakan setengah gelas air nyong-nyong yang saktinya minuman tersebut bisa melegakan flu yang melanda. Eits, tapi minumnya 2-3 x lho, gak sekali doang. 

Hal itu sudah dilakukan Ibu sejak kecil. Saat ada tanda-tanda saya batuk, pilek atau demam, Ibu mengambil tanaman kencur untuk diparut dan diperas di dalam gelas. Awalnya, saya tidak suka, karena rasa kencur itu pengar dan tidak enak di lidah. Tetapi karena Ibu sedikit memaksa, saya selalu patuh, buahahaha. Lama-lama jadi terbiasa dan ketagihan kalau flu. 

Terus terang saya hampir tidak pernah minum obat warung. Mungkin bisa dihitung dengan jari kanan. Karena Ibu juga jarang mengajarkan anak-anaknya untuk membelinya. Yang batuk-pilek, mungkin bisa juga membuat perasan kencur sendiri lho, praktis dan ekonomis. 
  • Ambil 3-4 siung kencur. Bisa beli di pasar atau mamang sayur yang lewat. Kalau di rumah, ibu punya lahan untuk menanami beberapa apotik hidup ; kunyit, sereh, jahe, kencur. Jadi, kalau butuh tinggal mengambil di pekarangan.
  • Air hangat setengah gelas. Ini optional ya. 
Parut kencur dan peras airnya. Kalau yang tahan, tidak perlu dicampur dengan air hangat. Karena menurut pengalaman saya, itu efektif sekali daripada perasan kencurnya dicampur dengan air hangat. Tetapi yang gak kuat pengarnya, bisa dicampur dengan air hangat setengah gelas. 

Untuk penawar rasa pengarnya, biasanya saya menguyah sedikit gula jawa yang kata (Ibu) juga bisa sebagai penambah stamina. hihihi.

Nah, jika agak parah, lagi-lagi Ibu membuatkan perasan jeruk nipis dicampur sedikit kecap. Biasanya dengan kencur saja sudah cukup untuk menghalau rasa gatal yang di tenggorokan karena batuk. 

Mengatasi Nyeri Haid

Siapa yang sering mengalami PMS disertai nyeri-nyeri yang Masya Allah sakitnya. Bahkan teman saya pernah dirawat karena nyeri tersebut. Ada juga yang langganan minum obat saking gak tahan dengan rasa nyeri itu. Alhamdulillah, saya belum pernah minum yang aneh-aneh. Pernah mengalami nyeri begitu sih, cuma dikasih perasan kunyit sama asem bumbu dapurnya Ibu, nyeri tersebut sudah berangsur sembuh. 

Saat kuliah, saya juga pernah mengalami nyeri di bagian bawah pusar saat haid pertama. Saya disuruh Ibu untuk membeli jamu gendong saja yang kebetulan di depan kost ada yang lewat jualan. Jadi, kalau gak bikin sendiri, saya lebih memilih untuk beli jamu gendongan. 

Ternyata kunyit meningkatkan antioksidan lho! Kandungan zatnya yang bernama curcumin merupaka salah satu anti oksidan untuk melawan radikal bebas. Untuk menanam kunyit pun juga terbilang mudah seperti menanam kencur. Yah, mereka berdua seprti kakak-adik di pekarangan apotik hidup belakang rumah. Mudah untuk ditanam asal rajin disiram air setiap sore.

Nah, yang memiliki sisa pekarangan di halaman rumahnya (meskipun seuprit) bisa lho ditanami beberapa tanaman apotik hidup. Sehingga sewaktu-waktu bisa dikonsumsi tanpa harus membeli. Tidak hanya digunakan sebagai obat alami, tetapi juga dapat digunakan sebagai bumbu dapur.

Yay, ini dua obat alami andalan saya, kalau andalan kalian apa?
Read More »

Cerita MEA dari Pojok Desa

bisnis.liputan6.com












"Mulih deso, mBangun deso"

Keren banget kan ya tagline-nya. Tapi kenyataannya banyak sekali urban-urban yang menyerbu kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya. Saya pernah mencicipi bagaimana menjadi karyawati di Jakarta. Menjadi penumpang setia kereta. Dan setiap lebaran ikut berburu tiket kereta untuk mudik ke Klaten. 3 tahun terakhir saya sangat merasa kesulitan untuk mendapatkan tiket, Karena pukul 00.00 web KAI (sesuai yang dijadwalkan 3 bulan sebelum pemesanan) selalu error. 15 menit setelah itu bisa login, tetapi semua tiket dari kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif sold out. Warbiasyaaaaah. Apa ini mengindikasikan bahwa para urban berbondong ke Jakarta tiap tahunnya? May be.

Kalau memutuskan untuk pulang ke desa, banyak tantangan yang dihadapi. Mau ngapain? Saya mengencangkan niat waktu itu. Selain sekolah (lagi), pengen banget ngajar anak-anak dengan membuka kelas bahasa yang concern tentang membaca dan menulis. Keprihatinan bermula saat melihat Ihsan dan Iqbal kurang sekali minat bacanya. Apalagi Bahasa Inggris yang sekarang ini kelas 3 SD sudah menjadi salah satu mata pelajarannya.

Lalu bagaimana caranya agar para eksmud (ecieh, yang sarjana-sarjana) setelah selesai kuliah, mereka mau kembali ke desanya untuk membangun desanya? Meskipun banyak sekali selentingan-selentingan yang mungkin tidak sedap "Walah, sarjana kok di rumah. Sarjana kok gak ke Jakarta Mas/Mbak?". Karena profesi dokter, insinyur dan pilot masih menjadi profesi bergengsi untuk kaum di desa, Sedangkan "masih" memandang sebelah mata pekerjaan wirausaha. Padahal sebenarnya menciptakan lapangan pekerjaan di desa tidak kalah keren menurut saya.

Membuat Program yang "Out of the Box"

Beberapa Minggu ini, para pemuda pemudi di desa saya menggagas sebuah komunitas yang bernama OEMAH SINAU, yang insya Allah akan dilaunching pada tanggal 9 April 2016 dengan beberapa festival yang mengusung tema tentang Tradisionalisme melalui peningkatan aspek seni, budaya dan pendidikan. Di era globalisasi saat ini, budaya-budaya tradisional mulai tergerus dan terkesan tertinggal. Permainan tradisional seperti bekel, dakon, engklek yang dulu sempat menjadi favorit anak-anak sudah tidak lagi populer di jaman sekarang. Padahal permainan-permainan tersebut mengandung nilai edukasi yang tinggi.

Dengan membuat komunitas ini, kami berharap dapat menjadi wadah untuk anak-anak berkreasi dan dapat menjadi saluran hobby yang positif karena di Oemah Sinau juga menyediakan alat-alat seperti gitar dan beberapa buku bacaan yang sesuai dengan usia masyarakat. Sehingga, untuk launching Oemah Sinau pada tanggal 9 April 2016 dapat menarik minat anak-anak untuk datang kesana belajar bersama.

Kemarin malam ada rapat dengan sesepuh yang intinya : pertama, kulonuwun dan meminta ijin kalau besok tanggal 9 akan ada launching Oemah Sinau. Kedua, meminta arahan mengenai kekurangan budget acara tersebut. Salah satu dari sesepuh menyarankan untuk berdikari dan malah memberikan masukan-masukan positif untuk menghasilkan uang secara wirausaha. Matur nuwun.

Banyak yang mendukung, tetapi tidak sedikit yang mengkritik bahkan meragukan program di Oemah Sinau. Buanyak sekali an itu menjadi PR kami untuk selalu merefresh niat kami, yaitu : membantu mencerdaskan anak-anak melalui seni, budaya dan pendidikan. Pembicaraan lebih jauh lagi, rencana jangka panjang program Oemah Sinau adalah menjadikan Desa Kadilanggon adalah Desa Wisata. Dari program tersebut, para pemuda-pemudi dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat membangun desa secara mandiri. Kata Imam Adi Prayogo, "Itu salah satu cara menghadapi MEA, Mbak Nur. Jadi kita bisa memanfaatkan potensi tersebut". Alumni Fakultas Ekonomi UII itu memiliki sifat optimis terhadap program tersebut. Saya ikut terpancing terjun dan mendukung membuat program yang out of the box tersebut dimana akan menjadikan kreatifitas para pemuda-pemudi sebagai sumbu gerakannya.

Hal-hal berikut yang dapat dilakukan para pemuda-pemudi untuk menghadapi MEA melalui program Desa Wisata di Oemah Sinau :

  • Koordinasi dengan baik. Karena program ini adalah baru, tentunya akan banyak tantangan ke depan. Apalagi implementasinya di desa yang kebanyakan masyarakat cenderung berkutat dengan hal-hal yang pada umumnya. Jadi untuk menerima hal baru, biasanya mereka butuh penjelasan-penjelasan. Dalam hal ini, tim Oema Sinau perlu berkoordinasi yang baik yang bersifat internal maupun eksternal. Melibatkan sesepuh juga menjadi solusi untuk ikut menyelesaikan hal tersebut;
  • Tidak oportunis individualis. Kemarin waktu ngobrol dengan Imam Adi, salah satu penggagas Oemah Sinau, menceritakan bahwa semangat pemuda-pemudi sangatlah sederhana, ingin mencerdaskan anak-anak melalui seni, budaya dan pendidikan. Adapun kendala masalah keuangan ditempuh dengan jalan wirausaha yang menggerakkan pengurus Oemah Sinau yaitu dengan berjualan kaos di car free day;
  • Membangun Networking. Banyak pemuda-pemudi yang bekerja di instansi-instansi tertentu yang dapat dimintai pertimbangan untuk program-program Oemah Sinau. Dan mereka juga paham peluang Oemah Sinau untuk menyiapkan para pemuda pemudi menghadapi MEA;
"Mas,Oemah Sinau bisa jadi salah satu komunitas untuk menghadapi MEA, lho" kata saya kemarin sama Mas Jundi saat membicarakan program-program Oemah Sinau ke depan.

"MEA ki opo?" tanyanya polos. Saya sudah menduga bahwa Mas Jundi akan menanyakan demikian.

"Masyarakat Ekonomi ASEAN" Saya menjawab senyum-senyum.

Mas Jundi mengeryitkan dahinya. Istilah MEA tidak semuanya tahu lho ya. Dan yang belum tahu kepanjangannya, belum tentu mengabaikan tentang itu. Tetapi saya maklum, istilah MEA tertutup oleh masalah irigasi dan panen masyarakat. Masyarakat hanya ingin irigasi lancar, jalan-ja;an enak dilalui, panen bagus, hasil penjualan gabah tinggi.

"Yowis dilakoni sik, engko yen eneng opo-opo diskusi" wajah Mas Jundi lurus, ahahaha. Dia memang lebih suka hal-hal yang teknis daripada yang berupa konsep. Dilakoni sik, ojo diawang-awang. Yen apik dinggo warga, sesuai prosedur, dilanjutke. 
Read More »

[Saling Sapa] Konsep Hidup Bermanfaat ala Ernawaty Lilys


Hallo Bloggiest, kembali lagi di saling sapa sahabat inspiratif di arisan link Tim 3 Blogger Perempuan. Kali ini sosok inspiratif itu bernama Ernawaty Lilys. Dia cerita pengalamannya yang super duper banyak dari mulai kerja sambil kuliah, kegiatan menulis yang menjadi hobbynya hingga menghasilkan pundi-pundi uang, hingga masalah jodoh dan anak dibagikan kepada kami secara blak-blakan.

Yang membuat saya terngiang-ngiang adalah ungkapan Mbak Erna "Tetap fokus melakukan yang terbaik dan terus belajar menjadi manusia yang baik dan bermanfaat" mak jleb banget. Lewat menulis, Mbak Erna fokus dan konsisten untuk bermanfaat bagi sesama. Awalnya, proses menulis di blog hanya sebagai hobby dan me time-nya. Jadi tujuannya hanya menulis dan menulis, hingga ia tergabung dengan organisasi FLP Bekasi pada tahun 2008.

Kiprah Mbak Erna di FLP juga tidak dapat dipandang sebelah mata, lewat organisasi tersebut karya buku-bukunya terbit dan mulai menjuarai beberapa lomba. Yang awalnya sempat tidak mendapat ijin suami untuk mengikuti beberapa workshop menulis, tetapi lama-kelamaan mengerti hobby Mbak Eran tersebut. Dengan mengasuh 2 orang anak yang berusia 3 tahun dan 1 tahun yang sedang aktif-aktifnya, Mbak Erna mampu membagi waktu antara menjadi istri, ibu dan penulis. Bahkan seringkali ia menulis berdasarkan kisah sehari-harinya.

Salah satu bukunya yang pernah diterbitkan dan masih laris sampai saat ini adalah berjudul "Kuliah vs Kuli-ah". Buku tersebut kurang lebih cerita pengalamannya saat kuliah sambil kerja. Buku tersebut ditulis duet dengan temannya. Ide untuk membuat buku anak pun didapat Mbak Erna dari anaknya yang selalu meminta didongengkan sebelum tidur. Daripada hanya mendongeng saja, ia berinisiatif menjadikan cerita-cerita itu dalam sebuah buku. Warbiasyaaah!

Saking cintanya dengan dunia kepenulisan, waktu menunggu anaknya yang saat itu masih berusia 11 bulan dan harus dirawat di rumah sakit, hp yang biasanya dipakai untuk menuliskan ide-ide tulisan jatuh dan mati. Tidak kurang akal, Mbak Erna membeli buku tulis untuk corat-coret saat menunggu anaknya. Voilla, yang ditulis adalah cerpen lhoo! Memang kalau udah namanya cinta, gak bisa diumpetin ya. Ide-idenya selalu mengalir meskipun kondisinya tidak memungkinkan untuk menulis sekalipun.

Mbak Erna juga menambhakan kalau kesehariannya pengen nulis terus. habis nyuci pengen nulis, walau nulis di buku, nulisin catatan belanja, nyatet barang dagangan. "Pokoknya yang penting menulis" selorohnya. Saya yang membaca saja bisa tertawa dan membayangkan bagaimana produktifnya penulis satu ini.

Saya jadi bertanya-tanya apakah Mbak Erna pernah mengalami hambatan-hambatan dalam menulis, karena mengingat bukan hal mudah saat mengasuh 2 orang anak. Seringkali mood diaduk-aduk sehingga mengalami block's writing

"Masalah dan hambatan pasti ada, tapi dihadapi dengan happy aja" jawaban upooooh iki. Singkat tapi nancep banget. Tapi nyatanya jawaban tersebut adalah kunci yang membuatnya selalu enjoy dalam menulis. Yeaaaaah, dibikin happy aja. Yang mau kenalan lebih dekat dengan Mbak Erna, bisa berkunjung ke Blognya : http://www.ernawatililys.com/

Sekali lagi saya selalu ingat bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Dan lewat menulis menjadi salah satu media yang dipilih Mbak Erna untuk itu. Semoga jariyah mengalir lewat buku-bukunya ya, Mbak Erna :)
Read More »

Pengalaman Dio ke Dokter Gigi

Beberapa Minggu yang lalu kami mengantar Dio untuk imunisasi. Kami pikir itu adalah imunisasi terakhirnya, ternyata saat usia 6 tahun nanti, Dio harus kembali untuk diberikan imunisasi. Nangis gak? Tentu saja, ahaha. Awalnya Bapaknya gak tega dan menyuruh saya untuk menggendong. Tetapi Dio lebih memilih Bapaknya kali ini untuk mengusap tangisnya saat disuntik.
"Jangan dipegang ah, sakit" Dio mulai meronta. Dokter Rastra dengan sigapnya memasukkan suntik ke paha Dio. Deandra bengong aja, antara kasihan dan takut melihat Masnya disuntik. Setelah selesai, tidak biasanya Dokter Rastra memerhatikan gigi Dio saat meneteskan vaksin ke mulutnya.
"Waaah, kok giginya gigis semua. Besok periksa ke Dokter gigi ya Bu" Dokter Dio menyarankan. Kami permisi.

Dio takut sekali awalnya 
1 Minggu kemudian
Bulan ini memang sepertinya kami tidak asing dengan Hermina deh. Minggu kemarin saat Dio imunisasi itu, kami seharian disana (niat banget). Paginya antri Dio imunisasi, siangnya Mama Dio Papsmer, dan sorenya giliran saya check up ke Dokter untuk memeriksa benjolan saya. Antri ke Hermina itu bisa 2-3 jam, padahal di dalam hanya diperiksa nyuk-nyuk (kata Dea sambil memeragakan stetoskop dokter,hahaha). Jadi untuk periksa 3 orang, berangkat jam 8 pagi dan pulangnya isya.
Kami belum memiliki pengalaman ke dokter gigi, dan saat mamanya Dio mendaftar ke dokter gigi, resepsionisnya langsung merujuk ke dokter gigi anak. Praktek dokter gigi anak di Hermina prakteknya hanya di klinik ekslusif. Bedanya dengan klinik reguler adalah biaya dokter di eksekutif lebih mahal dan dikasih snack berupa kopi/teh dan roti. Saya kira, di klinik eksekutif lebih cepat dari reguler, eh ternyata samaaaaaa, antrinya lama sekali.
Dio waktu itu mendapat antrian nomor yang agak belakang. Nyaliya ciut tapi mencoba tegar, ahaha.
"Tenang Mas, paling giginya cuma diperiksa sama dokter. Gak akan dicabut" saya mencoba menenangkan.
Dio merasa takut karena melihat satu per satu anak yang masuk ke ruangan tersebut, saat keluar menggigit kapas dengan muka meringis.
"Pak, kok pada menggigit kapas gitu sih. Ah pulang aja, aku gak mau dicabut"
Bapak sama Mamanya senyum-senyum mencoba membesarkan hatinya Dio untuk berani diperiksa. Saking takutnya, Dio menirukan suara  suster yang memanggil pasiennya. "Anak Dio Oktorizki, disuruh pergi". Sontak kami kami tertawa. Harusnya kan "Anak Dio pasien Dokter Hendri". Karena lama, Dio sempat tertidur. Saat namanya dipanggil, Dio sempat tidak mau masuk untuk diperiksa. Saya menemani Dea diluar yang gak mau ikut masuk karena jerih. Dari luar terdengar jeritan Dio kencang sekali. Kata Bapaknya, Dio sempat tidak mau diperiksa dan mencoba memberontak. Dokternya geleng-geleng, menurutnya gigisnya Dio sudah parah, jadi harus ditangani secepatnya.
Di pertemuan pertama, Dio diolesi putih-putih kayak pasta gigi untuk treatment awalnya. Dan minggi depannya dirujuk untuk dibawa kembali untuk ditambal (bukan dicabut). Keluar dari ruangan masih digendong Bapaknya sambil menangis tergugu, entah karena benar-benar sakit atau karena sebelumnya takut duluan. Seperti anak lainnya, Dio menggigit kapas yang katanya 30menit setelah itu tidak boleh makan dan minum dulu. Meskipun misek-misek, Dio cukup terhibur dengan mainan yang diberikan suster untuknya. Jadi, di klinik eksekutif, setelah selesai diperiksa, si anak juga diberi mainan untuk dibawa pulang. Sederhana sih, cuma bagi anak itu adalah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Tetapi bagi kami, keberanian Dio-lah yang tidak dapat dinilai dengan apapun.
Ceritanya Dio ngambek di sepanjang perjalanan. Kapasnya gak mau dilepas. Dari Mamanya yang membujuk sampai Bapaknya juga gak mempan untuk melepas kapas tersebut. Karena kami khawatir kalau kapas itu sudah kotor dan bercampur air liurnya. Tetapi entah bagaimana bujukan saya yang mana (saya lupa), Dio akhirnya mencopot dan membuang sendiri kapas itu. Duh ya, lelaki emang banyak maunya *eh. Nah, pesan dokter yang selalu diingatnya dan ampuh banget sampai sekarang adalah :
  1. Gosok gigi yang rajin. Tiap mau tidur, saya selalu menanyakan siapa yang sikat gigi hari ini. Dio dan Dea semangat menjawab bersahutan. Dan kalau salah satu diantara mereka berdua tidak sikat gigi, pasti hanya diam dan senyum-senyum.
  2. Tidak minum dot lagi. Kami belum mengetahui kalau dot berpengaruh kepada gigi. Dari hal tersebut juga signifikan sekali. Biasanya Dio dan Dea aktif nge-dot, Dio sekarang sudah hampir tidak. Lebih memilih memakai gelas dengan sedotan. Sedangkan Dea yang masih suka merengek tetapi takut-takut bernasib sama dengan Dio. Berbeda dengan Dio, kalau Deandra giginya putih dan rapi karena rajin gosok gigi dan jarang makan coklat.
Kami mengapresiasi Dio untuk keberaniannya. Sesampai rumah, kami minta maaf sambil memeluk-meluk Dio. "Mas Dio hebat, berani ke dokter gigi. Gak sakit kan? Maafin Bapak tadi udah nakut-nakutin ya" Bapaknya khilaf, jiahaha. Mamanya mendaftar untuk pertemuan yang kedua. Dio mencoba menolak untuk tidak mau lagi dibawa ke klinik. Tetapi lagi-lagi satu per satu dari kami membujuk untuk menjawab "mau".

Saat Dio diperiksa
Dari cerita tersebut di atas saya dapat menyimpulkan kalau sikat gigi harus ditanamkan sejak gigi sang anak tumbuh. Setidaknya mengenalkan mereka bagaimana cara sikat gigi dengan kita melakukannya di depan mereka. Anak-anak kan peniru yang baik. Dea juga begitu, pasrah saja saat giginya saya gosok pake pasta gigi rasa strawberry karena waktu itu belum mau pake sikat sendiri.
Waktu umur 3 tahun, kadang Dio suka usil menenggak air kumuran. Makanya saya memberikan air aqua untuk belajar berkumur-kumur saat gosok gigi. Sesekali menenggak, tetapi selebihnya Dio tahu kalau air hasil kumur tersebut harus dibuang. Namanya juga anak-anak kan, untuk sikat gigi saja mereka pengen dipuji. Misalnya saat Mamanya memasak di dapur, Dio-Dea mengerling "Maaaaah, aku udah gosok gigi nih biar wangi". "Duh, anak Mama pinteeeer". Dan untuk setiap keberhasilan mereka, kami tidak segan memberikan pujian atau ciuman.
Nah, masalah minum dot. Ini juga butuh proses. Tidak serta merta langsung menggunakan gelas dan membuang botolnya, ahahaha. Yaaah, sesekali bolehlah. Dea pun kadang malu-malu kalau minta susu dot. Kalau dulu kami langsung membuatkan di botol, sekarang kami menanyakan dulu, jiahahaha. "Mau di botol apa gelas" sambil menatap penuh arti. Dio mantap minta gelas. Dea senyum-senyum minta gelas juga (padahal kayaknya pengen banget minta botol).
Yang di sekitar Depok, trus mau meriksain gigi anaknya, bisa datang ke Dokter Hendri Fayol yang berpraktek di Hermina Depok. Jadwal lengkapnya dapat dilihat di web nya. Kami lebih memilih hari Sabtu yang fleksible.
Eh iyaaa, ke dokter gigi tidak harus pas berlubang atau gigis saja lho. Mengenalkan anak pada dokter gigi sejak dini bisa membuat mereka lebih brave, ahaha. Mencegah lebih baik daripada mencabut! Adios :)
Read More »

Menguatkan Bapak untuk Sembuh dari TBC

"Kalo luang pulang, Nduk...... Seee---bentar" masih jelas kalimat singkat Ibu 2 Minggu lalu yang meminta saya dan Mas Joko untuk pulang. Padahal saya sebenarnya sudah packing untuk pulang sesuai jadwal. Ternyata tidak demikian. Saya pulang lebih cepat dari hari yang telah dijadwalkan. Menafsirkan kata-kata Ibu ditelpon membuat saya sangat takut. Iya, takut kehilangan. Setelah mengiyakan kalimat Ibu, saya menelepon Mas Joko yang sedang berada di luar rumah dengan Mbak Era. Suara saya mendadak hilang dan berganti isakan. Sama seperti saat saya menerjemahkan kalimat Ibu di telepon tadi, Mas Joko tidak perlu meminta penjelasanku lagi, hanya menjawab "Iya, kita pulang sekarang".

Seringkali tanpa berkata, kami bisa menerjemahkan bahasa lewat rasa. Saya tidak berkata apa-apa di telepon, Mas Joko menerjemahkan dengan cepat bahwa kami harus pulang ke Klaten. Sebelumnya memang ada obrolan tentang sakit Bapak yang membutuhkan pengobatan rutin. Jadi dalam waktu dekat memang ada rencana untuk pulang.

Beberapa bulan lalu, Bapak menjalani medical check up, rontgen dan tes dahaknya di beberapa rumah sakit. Di telepon Bapak menceritakan keberaniannya melawan rasa takut saat di cek darah. Bapak sangat takut dengan jarum suntik. Setelah beberapa kali rontgen yang dilakukan Bapak, awalnya didiagnosis radang paru-paru, ternyata berdasarkan hasil ketiganya, Bapak didiagnosis TBC paru-paru dan wajib menjalani pengobatan rutin untuk kesembuhannya.
Saat Bapak masuk UGD dan Bu Bidan membantu menjelaskan keadaan beliau
Sebenarnya Bapak sudah mengeluhkan sesak nafas kepada kami, tetapi selalu menolak saat akan diperiksakan ke Dokter. Dan saat dikabarkan bahwa Bapak mau melakukan medical check up, saya sangat senang. Tetapi rasa senang itu meredup saat tahu kalau Bapak terjangkit TBC Paru. Dari cerita Bapak, saya menyimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang menderita TBC adalah sebagai berikut :
  • Batuk terus-terusan. Awalnya Bapak menganggap biasa batuk yang dialaminya, tetapi lama kelamaan batuk tersebut membuat dadanya sakit. Jadi sebaiknya diperiksakan ke Dokter bila batuknya tidak sembuh-sembuh. Dan please jangan menyepelekan batuk, karena Bapak menyesal karena mengabaikan hal ini.
  • Batuk berdarah. Bapak mau melakukan medical check up setelah batuknya ada darahnya. Seperti biasa, Bapak tidak pernah bilang kepada kami dan Ibu dilarang untuk menceritakannya. Bapak takut merepotkan dan membuat khawatir anak-anaknya. Padahal tidak ada kamus repot, mengganggu untuk orang tua. Sama sekali tidak
  • Badan kurus dan mudah lelah. Bapak ditelepon pernah menceritakan berat badannya mencapai 50 kg. Sempat saingan dengan berat badanku, hehe. Tetapi berat badan beliau turun drastis menjadi 38 kg.
Kalau misalnya kita mengalami salah satu dari hal di atas, sebaiknya konsultasi kesehatan ke dokter sebagai upaya pencegahan. Yang menjadi kebiasaan kita, termasuk Bapak, baru berkunjung ke dokter setelah sakit karena merasa enggan dan merasa bahwa hal yang dirasakannya bukan hal yang serius. Padahal dengan konsultasi kesehatan dengan dokter, akan meminimalisir resiko sakit berlanjut.
Setelah didiagnosis TBC Paru, Bapak diberikan beberapa obat yang wajib diminum setiap hari selama 6 bulan dan tidak boleh lowong. Bahkan untuk memastikan agar tidak lupa, dari Rumah Sakit memberikan semacam cek list agar setiap selesai meminum obat, cek list tersebut dicentang. Memasuki hari keenam, kondisi Bapak kepayahan. Pengobatan TBC tersebut memiliki beberapa efek samping, yaitu :
  1. Mual dan muntah. Jadi pada minggu pertama pengobatan, nafsu makan bapak menurut sangat drastis.
  2. Air seni agak keruh. Warna air seni Bapak menjadi merah agak pekat.
  3. Nafsu makan berkurang. Akibat mual dan muntah sangat berpengaruh pada nafsu makan Bapak.
  4. Demam dan keluar keringat dingin. Keringat Bapak seperti bau obat dan kadang-kadang Bapak mengeluhkan dingin di sekujur tubuhnya.
  5. Berpengaruh pada kinerja liver. Setelah melakukan cek darah dan diperiksa di Laboratorium, fungsi liver Bapak agak terganggu hingga akhirnya Dokter memutuskan untuk menghentikan pengobatan. Kalau yang poin 5 ini setelah Bapak dirawat di Rumah Sakit.
Dalam kondisi tersebut, Bapak pasrah dan mau dibawa ke rumah sakit. Pada hari Minggu, 6 Maret 2016, Mas Jundi berinisiatif untuk membawa Bapak ke Rumah Sakit agar diinfus karena semua makanan yang masuk ke tubuh Bapak muntah. Padahal obat harus rutin untuk diminum setiap hari. Saya, Mas Joko, Mbak Era, Dio dan Dea sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Klaten. Mas Jundi tetap mengabarkan kondisi Bapak via telepon. Bapak tidak dirawat meskipun kami meminta Bapak untuk dirawat dan diinfus mengingat Bapak yang sering muntah dan kehilangan banyak cairan sementara obat harus tetap dikonsumsi. Dokter menjelaskan memang hal tersebut adalah efek dari obat. Dokter memberi saran agar memberi asupan apapun, tidak harus nasi, asalkan sedikit-sedikit bisa masuk. Selain itu juga menyarankan untuk minum air yang banyak agar tidak dehidrasi. Treatment tersebut sudah dilakukan tetapi Bapak mual dan muntah se. Tetapi Dokter tetap menjelaskan bahwa itu merupakan hal biasa yang merupakan reaksi obat. Kami agak kecewa dengan penjelasan tersebut dan akhirnya membawa Bapak pulang

Mas Jundi meminta Bapak dirawat karena kondisinya sudah kepayahan (mual dan mutah secara terus-terusan)
Hari Senin, 7 Maret 2016 kami sampai di Klaten. Saya langsung menuju ke kamar Bapak untuk salim dan menciumnya. Di sisi Bapak, ada Ibu yang memijat kaki dan tangannya. Saya langsung salim dengan Ibu dan memeluknya yang sedang menangis.

"Bapakmu muntah terus, wuk" Ibu masih tetap memijit.

Saya mengusap tangan Bapak yang sudah ringkih.

Oh iya, Ibu menyediakan kaleng bekas roti khong ghuan yang diisi pasir dan ditutup rapat di samping tempat tidur Bapak. Kaleng tersebut digunakan untuk meludah dan muntah Bapak. Bapak muntahnya air, jadi agar tidak keluar masuk ke kamar mandi, Ibu menyediakan itu untuk memudahkan Bapak dan membuangnya pas sore untuk digantikan kaleng yang baru. Salut buat Ibu! Saya bahkan tidak berpikir ke arah sana.

Siangnya kami berkemas untuk ke rumah sakit lagi. Kami membawa Bapak ke Rumah Sakit Chakra dibantu oleh bidan desa untuk pengurusan administrasinya. Melihat kondisi Bapak, Bu Bidan menganjurkan Bapak untuk diopname. Setelah masuk UGD dan diperiksa, ternyata kamarnya yang untuk 1 orang habis. Akhirnya kami kembali ke Rumah Sakit yang sebelumnya menangani Bapak. Jawaban pihak Rumah Sakit tetap sama seperti kemarin bahwa yang dialami Bapak itu wajar karena efek dari pengobatan TBC. Tetapi maksud kami sebenarnya ingin memulihkan kondisi Bapak dulu karena kalau dipaksakan juga tidak akan bagus. 

Setelah melakukan diskusi yang cukup lama, akhirnya Bapak melakukan beberapa tes kesehatan lagi untuk pengecekan fungsi livernya. Dari hasil tes tersebut fungsi livernya adalah 4x di atas normal (saya kurang paham bagaimana penghitungannya). Intinya, dari hasil tes tersebut, Bapak baru diijinkan untuk dirawat dan pengobatan TBC-nya distop dulu.

Saking jerihnya Bapak, tekanan darah yang biasanya hanya 90 atau 100, saat itu menjadi 160. Untuk suntikan infus saja suster harus berkali-kali memasukkan jarumnya. Baru di suntikan ketujuh, infus berhasil terpasang. Seperti anak kecil, Bapak minta diusap-usap tangannya agar sakitnya berkurang. Mendadak saya ingat masa kecil saya, saat Bapak melakukan hal yang sama ketika saya sakit.
Mengusap-usap tangan Bapak yang agak susah dipasang cairan infus karena saking takutnya
Bapak diopname selama 5 hari. Mas Agus, Mas Jundi, Mas Joko dan saya berjaga bergantian. Hanya Ibu yang keras kepala tidak mau pulang. Ia  tetap kukuh untuk menjaga Bapak siang-malam meskipun kondisinya sendiri tidak fit.

"Nyandhing Bapakmu, atiku wis ayem Wuk" sejak statement itu, saya tidak lagi memaksa Ibu pulang.
Ibu yang bersikukuh untuk menjaga Bapak dan tidak mau disuruh pulang, padahal Ibu juga sedang dalam kondisi tidak fit
Baru kali ini Bapak sakit dan hampir menyerah. Sebelumnya Bapak juga sempat dirawat, tetapi optimis dan semangat sembuh. Tetapi menghadapi TBC kali ini, beberapa kali Bapak mengeluhkan sakit yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Berarti memang Bapak sangat merasa kesakitan. Saat Bapak di Rumah Sakit, ada beberapa hal yang saya lakukan untuk tahu informasi tentang TBC Paru, yaitu :
  1. Konsultasi dokter saat visit pasien. Kadang kan ada dokter yang tidak memberikan informasi kalau tidak ditanya, dan dalam hal ini keluarga pasienlah yang harus aktif untuk bertanya tentang informasi tersebut. 
  2. Searching internet. Pengen banget nanya ini-itu kepada Dokter, tapi bingung apa yang mau ditanyakan. Membaca informasi lewat internet juga dapat menjadi referensi. Misalnya kenapa harus memeriksakan fungsi liver secara berkala. Reaksi obat TBC yang membuat pasien mual dan muntah, lalu bagaimana solusinya? 
  3. Sharing dengan teman yang pernah menderita TBC. Kabar sakitnya Bapak membuat saya banjir whatsapp yang menyakan kabar beliau. Ada salah satu teman saya yang sedang mengalami TBC juga dan sedang menjalani pengobatan. Dari obrolan tersebut kami sharing pengalamannya yang nantinya dapat saya terapkan untuk pengobatan Bapak. Pesan teman saya, untuk melalui pengobatan di 2 bulan pertama memang sangat berat dan diperlukan kesabaran untuk itu. Yes, this is sharing for caring!
Di hari ketiga Bapak dirawat di Rumah Sakit, beliau sudah lebih segar dari sebelumnya. Nafsu makan perlahan juga sudah berangsur pulih meskipun paling banyak hanya 5 suapan. Bapak masih mengeluh mual tetapi sudah tidak muntah. Bapak cerita kepada saya masih trauma dengan obat yang segambreng itu. Tetapi pengobatan itu tidak dapat ditawar dan wajib dilalui. Setelah berdiskusi dengan Mas-Mas dan Ipar, hal-hal ini yang kami lakukan untuk membuat Bapak lebih nyaman dalam melalui pengobatan TBC agar cepat sembuh, sehat dan pulih :
  • Menata ulang kamar. Di kamar Bapak, kami memutuskan untuk merenovasinya dengan menambahkan jendela agar pencahayaan dapat masuk ke kamar dan udara dapat bebas keluar masuk selain melalui ventilasi. Televisi juga kami pindah ke kamar agar Bapak lebih fleksibel menonton berita. Dan saat Bapak pulang dari rumah sakit, beliau suka dengan kamar "barunya".
  • Mengkondisikan Bapak untuk istirahat total. Namanya orangtua pasti bosan kan. Pengen ke sawah, pengen ngerjain ini-itu. Tetapi selama pengobatan ini, kami meminta Bapak untuk benar-benar istirahat dulu, baik fisik maupun pikirannya.
  • Memisahkan alat makan. Ini saran dari Dokter. Jadi alat makan dan minum Bapak dikasih nama agar tidak dipakai oleh anggota keluarga lainnya. Menurut Dokter, hal ini juga merupakan salah satu langkah pencegahan agar tidak tertular TBC.
  • Menjaga asupan makan Bapak agar staminanya dapat segera pulih 
Setelah 5 hari dirawat di Rumah Sakit dengan hasil tes kesehatan yang cukup bagus, Bapak akhirnya dibolehkan pulang dan diberi obat untuk 1 minggu ke depan. Dokter akan melihat kondisi Bapak untuk dapat dimulai pengobatan TBC lagi. 

Dukungan Keluarga yang Menguatkan

Awalnya Bapak takut sekali untuk memulai pengobatan TBC lagi. Takut muntah, takut mual dan segala ketakutan lain yang membayangi Bapak. Belum lagi harus disuntik untuk memeriksa fungsi liver apakah terganggu atau tidak dengan pengobatan tersebut. Tetapi saat kami sekeluarga dari anak, cucu, menantu dan istri menguatkan Bapak, beliau mulai optimis untuk menjalaninya. Karena pengobatan tersebut hukumnya wajib untuk dijalani (coba kalau sunah ya, masih mending :D).

Seminggu dengan skuad komplit, ada Ibu, semua anak, cucu dan menantu lengkap kecuali Mas Agus yang harus bolak balik Semarang-Klaten karena profesi Polisi ternyata susah buat ijin, membuat Bapak lebih bersemangat untuk melalui pengobatan ini. Salah satunya adalah disiplin minum obat yang semula agak enggan dilakukan. 

Sebagai penguatan kesembuhan Bapak, kami sekeluarga yang berada di sekelilingnya juga melakukan pencegahan agar tidak tertular, yaitu :
  1. Tidak menggunakan barang-barang Bapak seperti alat makan dan alat minum
  2. Menjaga stamina tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang kaya serat seperti sayur dan buah. Jangan sampai nanti Bapak sembuh, salah satu diantara kami malah masuk angin. heuheu
  3. Olahraga teratur. Alhamdulillah masih suka ikut senam. Kalau Iqbal dan Ihsan sering  Jundi. Nah, olahraga merupakan salah satu pencegahan yang harus diperjuangkan karena butuh konsistensi.
  4. Menggunakan masker. Penularan TBC melalui batuk dan dahak. Jadi kami menyediakan masker di rumah. Dipakai oleh Bapak juga saat batuknya menggigil dan berada di ruang terbuka.
Nah, pada Hari Kamis, 17 Maret 2016, Bapak kami bawa ke Rumah Sakit untuk kontrol. Waktu kontrol, Bapak dalam kondisi baik meskipun berat badannya turun 2kg menjadi 36kg. Seakan-akan Bapak sudah tidak takut lagi menghadapi jarum suntik karena di hari itu, beliau harus disuntik 3x. Yang pertama tes darah, yang kedua suntik untuk mengetahui apakah Bapak alergi terhadap obat tertentu dan yang ketiga adalah suntik untuk mengetahui fungsi livernya.

Dukungan kami untuk kesembuhan Bapak. Ini diambil sehari setelah Bapak keluar dari Rumah Sakit
Dari hasil kontrol tersebut, Bapak diberikan obat yang dosisnya di bawah dari obat yang dulu, mengingat berat badannya 36kg. Jadi, menurut keterangan Dokter, obat yang diberikan akan disesuaikan berdasarkan berat badan pasien. Dan untuk pengobatan kali ini tidak 6 bulan melainkan 8 bulan dan tidak boleh lowong seharipun. Belum lagi, Dokter memberikan obat untuk disuntikkan setiap pagi selama 56x (kurang lebih 2 bulan) dan gak boleh lowong juga. Untuk pertama, suntikan diberikan 16x setiap harinya dan akan dilihat apakah livernya kuat atau tidak (semoga kuat sampai akhir). Ada obat yang juga harus dikonsumsi Bapak yang jujur membuat saya meringis. Tetapi karena melihat semangat Bapak untuk sembuh, saya tidak berkomentar apa-apa kecuali mengeluarkan kalimat yang membuat Bapak selalu memancarkan semangat itu.

Setiap pagi ada perawat yang datang ke rumah untuk memberikan suntikan. Bapak mencoba serileks mungkin saat disuntik padahal saya yakin Bapak sedang melawan rasa takutnya terhadap jarum suntikan tersebut. Efeknya memang mual, tetapi tidak sehebat obat sebelumnya yang memberikan efek mual dan muntah secara terus-menerus.

Sekarang adalah hari ketiga pengobatan TBC Bapak melalui suntikan dan obat berupa pil. Ada PR buat kami yang kami lakukan secara bersama-sama, yaitu : Pertama, memberi semangat dan dukungan Bapak untuk sembuh dari TBC melalui serangkaian pengobatan. Kedua, melakukan pencegahan agar sakit Bapak tidak menular kepada kami khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini kami melakukan pengobatan dan pencegahan secara bersama-sama.
www.inharmonyclinic.com



Read More »

[Saling Sapa] Profil Muna Sungkar, Momtraveler dan Dosen dari Semarang

Source
Saya punya rubrik baru setelah ikut arisan Blogger Perempuan yang  mengulas seluk beluk pemenang arisan. Ecieh rubrik, ceunah. Karena arisan ini berlangsung agak lama (15 bulan guyyyys), jadi biar semangatnya istiqomah, saya sengaja memberikan tempat spesial. Setiap 2 minggu sekali, akan ada profil yang akan saya ulas agar lebih dekat. Karena memang di Tim 3, hanya beberapa saja yang saya kenal.

Okeee, di kocokan pertama ini, yang menang adalah Mbak Muna Sungkar. Dosen dan sekaligus momtravel dari Semarang ini memiliki sisi hidup yang unik. Hobbynya travelling tidak membuat ibu 1 anak ini menelantarkan tugas lainnya yaitu menjadi seorang ibu, istri dan dosen. Ia malah sering mengajak serta suami dan anaknya yang bernama Nadya (8 tahun) ikut travelling bersama.
 
Nadya sudah diajak jalan-jalan sejak usianya 4 bulan. Wow, banget kan? Mbak Muna mematahkan bisik-bisik tetangga kalau bayi jangan dibawa kemana-mana dulu nanti kena sawan, jiahaha. Kalau di kampung saya masih kental sekali hal-hal seperti itu. Larangan membawa bayi pergi jauh, apalagi untuk jalan-jalan.
 
Berdasarkan penuturan Mbak Muna, beliau berlangganan newsletter beberapa agency penerbangan untuk memantau promo tiket dan penginapan. Terbukti hal tersebut cukup membantu karena beberapa kali Mbak Muna dan keluarga mendapatkan tiket murah saat travelling. Menyiapkan itinenary jauh-jauh hari dilakukannya agar Nadya nyaman dalam perjalanan. Dan dari cerita beliau, Nadya sangat enjoy setiap diajak menikmati beberapa tempat.
 
Lalu apakah hobby jalan-jalan tersebut mengganggu jadwal mengajarnya? Ini yang saya salut dari Mbak Muna. Beliau memanfaatkan waktu libur dan senggangnya saat tidak mengajar. Justru dari perjalanan tersebut banyak cerita yang dibagi kepada anak didiknya. Berasa mupeng jadi anak didik Mbak Muna, hihihi.
 
Selain menuliskan hasil travelling-nya di blog pribadinya http://www.momtraveler.com/ , Mbak Muna juga mendokumentasikannya dalam buku yang berjudul "Jelajah Ujung Barat Indonesia : Banda Aceh - Sabang". Aaaaa, mau banget dong dari hobby jadi nulis buku. Nah, bloggiest bisa keduk-keduk isi blognya Mbak Muna tuh biar ikutan melted :p.
 
Mbak Muna sengaja menyisihkan gajinya untuk budget jalan-jalan. Gak harus maksain pergi jauh lho, karena biasanya kalau memang tidak memungkinkan, Mbak Muna lebih memilih jalan-jalan ke daerah yang dekat Semarang. Kental banget kan jiwa travelling nya, guys?
 
Dari obrolan-obrolan dengan Mbak Muna yang sering mengajak Nadya jalan-jalan sejak kecil, ternyata hal tersebut ada manfaatnya lho. Tidak melulu ke mall, tetapi di ruangan terbuka yang membuat anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan. Naaaah, ini manfaat membawa jalan-jalan anak menurut saya :
  • Melatih bersosialisasi. Ngerasa gak sih perbedaan anak yang sering diajak kemana-mana sama yang cuma di rumah aja? Bangeeeet. Dio sejak bayi diajak kemana-mana sama pengasuhnya, dari pengajian, ke pasar, ke hajatan. Beranjak besar, Dio jadi lebih kenal dengan sekitarnya dan lebih berani untuk show on. Sedangkan Deandra sempat pemalu dan takut saat diajak ke forum yang ramai, karena memang dari kecil Deandra lebih sering di rumah. Dan sejak ganti pengasuh, Dea diajak dan dikenalkan dengan forum-forum ramai sehingga ia banyak bersosialisasi dengan lingkungannya.
  • Sarana belajar. Saat jalan-jalan, sang anak akan melihat jenis alat transportasi misalnya. Kita bisa mengenalkan secara langsung bentuk-bentuknya atau kalau tidak mengenalkan hal-hal yang baru pada anak. Ini mobil, truk, bis, pesawat. Oh iya, ini gajah, jerapah dll. Travelling dapat menjadi sarana belajar yang efektif untuk anak-anak.
  • Merangsang rasa ingin tahu. Pernah ngerasain ngajak balita jalan-jalan? Sumpah, rasa tahu mereka itu tinggi banget. Itu pesawat ya, Lik? Trus yang nyopir namanya pilot? Apa saja yang mereka lihat bisa jadi ditanyakan dan itu merangsang rasa keingintahuan mereka.
  • Lebih peka. Mengajak travelling dapat mengasah kepekaan mereka. Belajar antri saat boarding, mempersilakan lansia untuk jalan lebih dulu meskipun anak-anak juga diprioritaskan. Dari hal-hal kecil tersebut, anak-anak bisa lebih peka teerhadap apa yang ada di sekitarnya
  • Menambah kedekatan. Dari perjalanan tersebut akan menambah kedekatan antara orangtua dan anak juga lho. Coba buktikan deh.
 
Saya bisa membayangkan saat Nadya kecil dan di usianya yang sekarang (8th) jadi ikutan hobby travelling kayak Mamanya. Biasanya memang begitu sih, habbit orang tua yang doyan jalan-jalan, nantinya bisa menjadi hobby yang turun temurun seperti dinasti. Kalau masih tetap dinyinyirin dan dilarang untuk membawa bayi jalan-jalan takut kena sawan, udah kasih senyum yang menawan aja ya :).
 
 
 
Read More »

Tips Membawa Anak Balita Nonton ke Bioskop

Dio-Dea semangat nonton
"Mas Dio, ada film Dinosaurus di bioskop, mau nonton?"

"Bioskop, Lik? Yaaaa, mauuuuu"

Berjanji dengan anak kecil itu berarti harus siap untuk ditagih setiap menit. Dio dan Dea itu adalah penagih yang handal. Saat kami sudah mengiyakan sesuatu, maka mereka berdua akan mengejarnya sampai dapet. Tetapi saat kami bilang "tidak", ilmu melobby mereka dikeluarkan satu-satu. Saat Bapaknya bilang "gak mau beli mainan lagi", misalnya. Dio akan merangsek dan merayu Mamanya. Dan saya adalah dermaga yang terakhir, ahaha.

Sabtu itu, kami sudah deal untuk nonton bareng di bioskop. Tetapi mendadak Bapaknya Dio harus lembur di kantor dan gak jelas juntrungan pulangnya. Anak-anak kalem sih gak menagih seperti biasanya. Saya minta ijin Mamanya untuk membawa mereka berdua nonton duluan.

Iyaaaa, Saya, Dio dan Dea naik taksi ke mall cuma pengen nonton. It's the first time for them watching movie at cinema. Di taksi mereka sudah membayangkan hal-hal yang menyenangkan, ahaha. Sebenarnya pengen ke Dhetos, cuma waktu itu belum buka entah kenapa. Jadi saya membawa anak-anak menyeberang ke Margocity. Mereka jalan sendiri. Gak ada acara gendong-gendongan. Di Margocity, saya menawarkan mau naik mobil yang lalu-lalang menjemput pengunjung, atau jalan kaki. Meskipun saya tahu jawaban mereka, saya tetap menawarkan dulu. "Naik yang itu aja, Lik" Dea sama Dio mengerjap menunjuk mobil yang sedang menghampiri kami.

Jadwal filmnya jam 12.30. Setelah membeli tiket, kami makan dulu di food court dan sholat di mushola. Sejauh ini, anak-anak masih kooperatif dan semangat untuk nonton. Godaannya adalah setelah sholat dhuhur dan perjalanan kami menuju ke bioskop, ahahaha. Di kanan-kiri mereka adalah arena bermain yang biasa mereka kunjungi. Dea yang memble dan hampir saja mogok gak jadi nonton karena terpana sama jungle land. Dio masih tetap sama sih meskipun kelihatan sedikit tergiur arena yang gak sepi pengunjung kalo weekend. Saya menggendong Dea yang manyun, jiahaha. Tuan putri marahnya gak lama kok. Sesampeinya di bioskop, Dea udah turun lagi dari gendongan.

Di bioskop  ternyata kami bertemu dengan teman Dio yang bernama Fildzah. Pantesan daritadi lari kesana kemari. Ah iya, Dio dan Dea tipenya cepat akrab dengan teman main yang baru saja dikenalnya. Dio sudah ceriwis gak sabar masuk ke bioskop. Saya mendoa biar mereka gak bosen di dalam. Tapi kalaupun rewel, saya pasti akan dengan senang hati mengajak keluar.

Film The Good Dinosaur adalah produksi Pixar yang juga menghasilkan banyak film-film animasi terkenal seperti UP, Brave dll. Dea yang agak takut dengan gelap sempat mendekat memeluk saya. Untungnya sekat kursi di bioskop dapat di-setting sehingga Dea bisa nonton sambil tiduran. Dio yang baru pertama kali nonton bioskop sempat kagum "Waaaah, layarnya guedheee banget ya Yak. Asyik kalo di rumah ada gituan" Dio mengajak adiknya ngobrol tentang suasana bioskop.

Pandangan Dio berputar. Menanyakan ini-itu, bahkan cahaya yang terpancar seperti sokle di belakang tidak luput dari komentarnya. Saat film dimulai, saya menyuruh keduanya duduk. Dio memberitahu saya kalau temannya Fildzah duduk di deretan depan. Karena dialognya Bahasa Inggris, sesekali Dio menanyakan percakapan yang ada di film. Saya berbisik menjelaskan. Dea tetap sama, masih dalam dekapan, ahaha. Melihat gambar di film, Dio fasih menerjemahkan sendiri tanpa bantuan subtitle. "Lik, itu bapaknya Dino? Kok kakak-kakaknya besar, tapi yang itu kecil? Kasihan ya" dan komentar-komentar lainnya.
Energinya gak habis-habis, padahal udah lari kesana-kemari :D
Dea sesekali menguap. "Bobok aja gak papa, Dik" tetapi anaknya gak mau. Mereka berdua kompak minum susu. Ternyata Dea tadi haus, ahaha. Setelah minum susu, Dea mulai menikmati isi filmnya dan duduk sendiri tanpa dipeluk lagi.

Nah, bagi yang membawa anak-anak terutama balita untuk nonton ke bioskop, mungkin tips ini membantu :
  • Bawa air minum di tas. Meskipun sudah sedia susu, kadang mereka minta air putih. Jadikan tas kita adalah tas serba guna seperti kantong doraemon,eheheh
  • Bawa jaket buat jaga-jaga. Dio sempat mengeluh dingin di dalam bioskop. Di luar bioskop sih udaranya panas, tapi kalo udah masuk bioskop bisa jadi dingin, brrrrrrrrr.
  • Kalau dialognya bahasa inggris, jelaskan inti cerita kepada si anak, tapi ya jangan berisik karena penonton yang lain butuh kenyamanan dalam menonton.
  • Kondisikan dengan sang anak bahwa mereka akan tertib dalam menonton. Maksudnya gak berisik, gak mondar-mandir. Karena hal itu mengganggu. Alhamdulillah, Dio-Dea mengerti rule-nya.
  • Kalau ada anak yang lain rewel, please jangan nyinyir. Karena ini adalah film anak-anak, otomatis yang nonton kan anak-anak yang resikonya di dalam bioskop akan ada yang rewel. Cukup toleransi. "Lik kok itu nangis sih?" Dio sempat nanya demikian. Saya memintanya untuk anteng.
  • Memilih posisi duduk di tengah, rudak terlalu di depan/belakang. Karena menurut saya itu posisi nyaman untuk anak-anak, tidak terlalu mendongak atau tidak terlalu jauh di belakang. Posisi PAS.
  • Usahakan kita tahu sinopsis film sebelumnya, karena kadang-kadang anak suka nanya kita mau nonton film apa, ceritanya tentang apa. Ceritakan sedikit gambarannya kepada mereka.
Itulah pengalaman pertama Dio dan Dea nonton ke bioskop. Gak rewel dan kooperatif banget. Hanya saja Dea sempat bosan dan meminta pulang, tetapi setelah negosiasi kecil, Dea menurut untuk menonton filmnya sampai selesai. Apalagi setelah Dea melihat kalau Dio sangat excited.






Read More »

Boleh Waspada Benjolan, tetapi Please Jangan Paranoid

Apa yang kalian rasakan saat memiliki benjolan di salah satu bagian tubuh? Ada yang berkelakar, yaiyalah setiap orang pasti punya. Saya pernah menjadi sangat introvert dan sangat paranoid karena memiliki benjolan di lipatan paha, di dekat bibir organ vital bagian kiri. Saya menyadari keberadaannya pada tahun 2009, dan sejak saat itu saya mulai rajin cek ke berbagai dokter yang berkaitan dengan itu. Dokter bedah, dokter kelamin dan dokter kandungan.
Perawan di Sarang Dokter Kandungan :D
3 tahun saya cek sendiri dan keep tentang adanya benjolan tersebut dari keluarga karena tidak mau mereka kepikiran. Dan untuk menceritakannya-pun saya tidak berani terbuka, dengan alasan takut dan letak benjolan itu gak strategis banget untuk diceritain, heuheu. Nah, sejak tahun 2012, saya mulai sedikit terbuka dengan Bapak Ibu dan keluarga lain. Saya pernah diantar Bapak ke dokter untuk memeriksakan hal tersebut. Setiap dokter bilang tidak apa-apa. Tetapi saya tetap paranoid kalau benjolan identik dengan tumor atau kanker, huks.

Minum ramuan herbal dan menjaga pola makan saya lakoni hanya untuk benjolan tidak membesar. Puasa indomie soto yang bikin ngiler juga sempat saya lakukan tetapi sekarang sudah gak seketat dulu. Saya pernah disuruh operasi tetapi masih mikir-mikir dulu, apalagi letak benjolannya bikin baper. Akhirnya saya memutuskan untuk datang ke dokter lain agar mendapatkan secon opinion, third opinion bahkan entah Dokter Novi adalah dokter ke berapa sampai saya lupa.

Kebanyakan dari dokter yang saya datangi bilang gak apa-apa, tetapi saya pernah lho datang ke salah satu dokter yang prakteknya di rumah sakit swasta di Depok. Waktu itu saya membaca blog beliau dan sudah membayangkan akan cocok. Tetapi ekspektasi saya salah. Pelayanan yang beliau membuat saya tidak akan datang lagi, cukup sekali. Dalam memeriksa, beliau tidak care, hanya terpaku pada komputer saja. Mananyakan sudah berapa lama ada benjolan? Obat apa saja yang dikonsumsi?

"Lalu untuk mengetahui itu benjolan apa, ada hal yang harus saya lakukan gak Dok. USG mungkin?" pertanyaan yang seringkali saya tanyakan kepada dokter-dokter yang menangani saya sebelumnya.

"Ya harus dibedah" Beliau menjawab sambil mengetik di komputer penjelasan saya. Sejak saat itu saya sudah ilfeel. "Jadi gimana? Mau dibedah atau rawat jalan?" tanya beliau. Saya menjawab mau konsultasi dulu dengan keluarga. Jawaban itu adalah jawaban paling sopan saya padahal saya sangat kecewa dengan pelayanannya. Daaan, beliau adalah dokter terburuk yang pernah menangani benjolan saya. Tidak ramah, tidak memegang apa benjolan itu, bahkan rekam medis saya sebelumnya tidak dibaca. Dan satu lagi, beliau tidak memandang pasien saat memberikan jawaban. Menurut saya, itu fatal sekali.

Akhirnya saya search lagi dokter bedah perempuan yang di Jakarta. Alhamdulillah bertemu dengan Dr. Asri Dwi Rachmawati yang berpraktek di Hermina. Dari hasil konsultasi, saya dianjurkan untuk melakukan USG untuk mengetahui apakah benjolan tersebut miom atau kista. Tetapi dari cara penyampaian beliau bahwa tidak semua benjolan berbahaya, hal itu membuat saya merasa nyaman dan aman. Akhirnya saya melakukan USG di Klaten. Untuk jaga-jaga kalau memang harus dioperasi, saya bisa dekat dengan Bapak Ibuk. Hasil USG-nya bagus, benjolan tersebut bukan kista atau miom. Tetapi saya tetap paranoid. Sampai-sampai dokternya bilang "Lha Mbaknya itu hasilnya bagus kok malah resah. Kalau memang was-was, lakukan chek saja tiap 6 bulan" kata Dokter yang menangani saya waktu itu. Fyi, saya agak kesulitan mencari dokter bedah perempuan di Klaten waktu itu, heuheu. Jadi, saya konsultasi ke dokter lelaki yang hanya membacakan hasil USG tanpa meraba-raba :p.

Saat Mamanya Dio periksa spiral nya, saya iseng ikut periksa lagi ke Dokter Obgyn yang antrinya masya Allah bikin depresi. Beliau meraba benjolan saya dan bilang kalau benjolan itu tidak apa-apa dan tidak perlu diberikan obat. Rasa nyeri yang saya rasakan adalah akibat hormon karena beberapa faktor : capek (nunggu jodoh) dan makanan. Beberapa bulan setelah itu, saya ke Dokter Asri lagi untuk chek biasa.

"Halo Mbak, apa kabar? Gimana hasil test-ny dulu. Kirain udah beres" Beliau membaca rekam medis dan hasil USG terakhir saya. Oh iya, periksa ini serombongan keluarga. Pagi Dio, siang Mama dan sorenya saya. Ini pertama kalinya saya cek ditemenin, ahaha. Sebelumnya saya datang sendiri dengan perasaan yang campur aduk saat mau masuk ke kamar praktek. Dr Asri merujuk saya ke Dr Novi Resistantie, salah satu dokter obgyn di Hermina. Saya search di google, beliau termasuk dokter favorit dengan testimoni yang memuaskan pasiennya. Untuk mendaftar, saya harus menunggu 3 minggu setelah rujukan dari Dr Asri. Alasannya, pasien Dr Novie sudah memenuhi kuota 20, sehingga beliau tidak mau melebihi jumlah tersebut.

Pelayanan yang Ramah

Sumpah, beliau ramah sekali. Entah kenapa penjelasan dari beliau meyakinkan bahwa "boleh waspada sama benjolan, tapi jangan paranoid". Dengan istilah-istilah kedokteran (saya lupa karena pake bahasa latin) beliau menjelaskan jenis-jenisnya dan faktor yang menyebabkannya. Waktu itu saya ditanya datang sendiri atau ditemani. Saya menjawab sendiri. Ternyata pertanyaan beliau berkaitan dengan tindakan medis yang akan dilakukan.

"Untuk melihat lebih jauh, apakah bersedia di USG trasvaginal (bener gak ya istilahnya?)?" dan saya setuju.
Saya pikir USG-nya itu yang kayak biasanya, disentuh di bagian benjolannya doang, eeeeh tapi ternyata ada alat yang dimasukkan ke anus (karena saya masih Nona). Saking baik dan ramahnya Dokter Novi, beliau minta maaf lho sebelum melakukan tindakan medis.
Ini dia Dokter Novi yang baik hati (Duh gak kelihatan, etapi beliau baik banget sumpaaah)
"Maaf ya, ini nanti agak tidak nyaman" Beliau tersenyum dan saya sih manggut-manggut. Wajah saya mulai pias saat melihat suster mengoleskan cairan ke alat USG. Membayangkan obrolan LGBT yang di TV-One, pikiran saya jadi kemana-mana. Awalnya saya mencoba rileks "serileks-rileksnya". Dokter Novi berulangkali minta maaf saat melakukan penindakan medis tersebut. Ini mah udah bukan "gak nyaman" namanya, tetapi gak nyaman syekaliiiiiiiiii. Saya menggigit bibir dan mengaduh. Dan baiknya Dokter Novi, beliau menggenggam tangan kiri saya sambil menenangkan. Hampir saya mau menangis karena sakit sekali, heuheu.
Setelah selesai, saya masih menggenggam tangan Dokter Novi. Suster membantu saya duduk dan berdiri karena melihat saya gemetaran dan pucat. Berkali-kali Dokter Novi menanyakan apakah saya baik-baik saja, dan saya mengangguk padahal sumpah mati merasakan sakit yang sampai 2 hari masih berasa, huks. Tetapi mendengar penjelasan Dokter Novi tentang hasil USG tadi membuat saya terhibur. Tidak perlu dilakukan operasi. Rasa nyeri yang saya rasakan adalah diakibatkan karena hormon yang tidak stabil. Untuk memastikan, saya disarankan untuk cek kesehatan 6 bulan atau 1 tahun sekali. Saya sih pengennya sama Dokter Novi dan gak akan pindah-pindah lagi, ehehe.
Oh iya, sebelumnya saya sangat paranoid kalau ada yang terjangkit kanker karena benjolan di bagian tertentu, atau bahkan sampai meninggal karena sebelumnya memiliki benjolan. Waktu Alm. Olga, saya paranoid sekali hingga melakukan tes beberapa kali untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja. Paranoid gimana? Ya sampai menghubung-hubungkan semacamnya. Jangan-jangan saya juga begitu, Astaghfirullah.
Atau saat teman kantor yang memiliki benjolan dan ternyata benjolan itu lipoma dan sukses dioperasi dengan biaya cuma 25 ribu saja, saya mewawancarai sampai habis waktu itu. Kalau benjolan itu di tangan, mungkin saya nggak akan ragu untuk periksa-periksa. Tetapi ini di lipatan paha yang membuat saya was-was. Kalaupun saya mau melakukan bedah, saya maunya sih di dokter bedah perempuan. Padahal (sepengalaman saya), kebanyakan dokter bedahnya cowok.
Boleh saja waspada tentang benjolan yang ada di bagian tubuh kita, tetapi jangan sampai paranoid (ngaca sama cermin :D). Kalau memang ada benjolan, hal-hal berikut yang mungkin dapat dilakukan :
  • Cek ke dokter untuk memastikan benjolan tersebut itu apa. Biasanya akan dirujuk untuk melakukan tindakan medis. Nah, kalo disuruh operasi, minta second atau third opinion ke dokter lain. Kalo ngikutin saran dari dokter pertama, mungkin udah dibedah dari dulu, ehehe.
  • Jangan paranoid. Saya sempat mengalami soalnya. Menghubung-hubungkan sesuatu yang ending nya mengarah ke bahaya benjolan, haahaha.
  • Be a smart patient. Kalau ada yang menyarankan obat-obatan dari mulai herbal sampai disuruh minum ramuan nyong-nyong, kita harus cerdas. Saya juga sempat minum ramuan herbal, tetapi hanya sebatas gamat, madu dan habatussauda. Dan saran-saran lainnya cuma dianggap angin lalu, meskipun dulu saya sempat tergiur juga. hehe.
Terima kasih Dokter Novi untuk pencerahanya. Meskipun saya satu-satunya yang periksa sendiri karena yang lain pada hamil lengkap dengan suami, tetapi Beliau membuat saya merasa nyaman dan aman :).
Saya sudah lebih terbuka menuliskan tentang ini, setelah sebelumnya menuliskannya dengan inisial di postingan sebelumnya. Semoga bermanfaat ya! :)
Read More »