Featured Slider

Nikah [dulu] or Kuliah [lagi]

kuliah apa nikah

Disclaimer :

[1] Ini draft tahun lalu yang belum sempat rampung diselesaikan. Konon karena penulisnya lagi galau.

[2] Frase "dulu" dan "lagi" jangan dibalik. Karena esensinya akan lain.

[3] Dan hari ini, saat saya flashback setahun yang lalu, dimana ada detik yang saya ragukan bahkan takutkan, pada nyatanya saya bisa melaluinya dengan (cukup) baik. 


Pernah melihat salah satu iklan di televisi gak yang adegannya orang tua nanyain anak perempuannya "Hayoooo, mau kuliah lagi, apa menikah dulu". Awalnya saya mengabaikan iklan tersebut, tetapi lama-lama kok saya mau ngaca sambil bilang "Gue bangeeeet, siiih". Tetapi sayangnya, jawaban yang diberikan di akhir iklan kok kurang nampol untuk diaplikasikan di dunia nyata. Atau mungkin yang namanya iklan adalah seindah sinetron ya.

Berkiblat dari Kegagalan

Impian untuk kuliah lagi sebenarnya sudah saya tulis besar-besar di atas kertas kuarto dan saya tempel di dinding kamar saya. Jadi, saat saya bangun, biar harapan saya tetap terjaga. Tahun 2012 awal, saya mengisi form beasiswa pertama saya. Dari mulai pemberkasan hingga pengisian online saya baca satu per satu. Pada waktu itu, ada salah satu kakak tingkat saya yang juga apply beasiswa yang proyeksinya menjadi dosen. Dan dia LOLOS. Usut punya usut, saya punya harapan  juga untuk bisa lolos mengikuti jejaknya. Daftar udah, tes masuk udah, melengkapi pemberkasan udah. Dan, eng ing eng, ternyata pas di tahun saya, jurusan yang dibuka hanya untuk tenaga kependidikan. Aplikasi saya ditolak.

Saya masih galau. Mau melanjutkan atau enggak. Tetiba, saya dapat sms dari Mas Joko, "Mending kerja dulu, Wuk". Nyes. Tidak lama kemudian, ada telepon dari rumah. Bapak Ibu menanyakan bergantian tentang kabar. Padahal cuma Solo-Klaten, tetapi mereka berdua excited sekali untuk tahu saya lagi ngapain, atau seharian ngapain aja. Dari percakapan itu saya udah tahu arahnya kemana, beliau cuma pengen bilang "Yaudah Wuk, kerja saja dulu" tetapi dengan diksi yang dikemas sedemikian rupa. Oh iya, pada waktu itu, keluarga gak tahu kalau saya mengisi beasiswa dan ditolak,hoho. Itu lebih baik daripada saya memberitahu sejak awal, dan endingnya gagal. Karena saya tipikal yang malas menjelaskan.

Beberapa hari kemudian, Mas Joko dan keluarganya pulang untuk liburan. "Boleh ikut ke Jakarta, Mas?" saat ada persetujuan, akhirnya saya ikut juga ke Jakarta--welcome to the jungle. Status mahasiswa saya yang sudah purna berganti menjadi job seeker,ahaha.

Saya nebeng mobil Mas Joko ke kantor jika ada jobfair-jobfair. Dia sempat takjub sama peserta yang bejibun nyari kerja, karena dulu dia langsung lulus langsung kerja dan gak pake galau-galau mau kuliah lagi apa kawin dulu, ahaha, how lucky he is. Kalau saya udah selesai applying job, saya nyamperin ke kantornya. Test yang dilakukan perusahaan BUMN kan emang puanjang masanya. Nyesek itu kalau udah sampai tahap akhir setelah berbulan-bulan test, eh ternyata gak lolos. Sekali, dua kali, tiga kali dan beberapa kali gagal membuat saya sedikit gak percaya diri.

Embel-embel yang disematkan orang lain kepada saya, yang sayapun gak minta lho, makin membuat saya introvert. Masa iya segampang itu gak bisa sih? Masa iya, mereka bisa, kamu gak bisa? Saya mulai melakukan perlawanan yang pelik. Maksudnya, dulu saya sering dapet ini-itu, tapi kayaknya nge-goal in buat kerja sesuai yang diidamkan kok ya rasanya butuh effort lahir batin. Atau jiwa saya masih tertinggal untuk sekolah lagi? *eh*

Mungkin sinyal keintrovert-an saya tertangkap sama Mas Joko. Dan di suatu sore, kami ngobrol santai, dia curhat tentang pekerjaannya, saya menggendong Deandra yang waktu itu masih usia 5 bulan. Di sela percakapan kami, dia pernah bilang dan saya ingat betul, "Zero mind, Nduk. Lupakan apa yang kamu raih kemarin2, untuk ke depan yaudah dikosongkan saja biar enteng" Pokoknya intinya begitu. Bahasanya memang sebelas duabelas kayak Bapak, agak njlimet tapi saya mudheng maksudnya. Dan memang dari ketiga kakak lelaki saya, Mas Joko yang nyambung luar dalem kalo ngomongin apapun. Mau mbahas dunia, hayuk, mau mbahas tentang akhirat yang ala-ala sufi, hayuk aja.

Saya mulai berdamai. Yang sebelumnya kalau ditolak, trus mewek di bus atau kereta pas pulang, setelah berulangkali gagal, makin tabah, ehehe. Tahun 2012 memang menggembleng saya banget nget nget pokoknya. Banyak pelajaran yang membuat saya mengerti bahwa bahagia terselip dalam bagaimana kita mensyukuri hal-hal sederhana. Saya mengira bahwa saya telah gagal, tapi ternyata saya mendapatkan banyak hal. Itu kenapa saya juga deket banget secara emosional dengan Deandra. Di sela saya jadi jobseeker tahun 2012, Deandra yang menemani keseharian saya bahkan memenuhi lembar diary saya. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, saya megang bergantian dengan Mamanya dan pengasuhnya. Dari Deandra saya tahu bagaimana membuat MPASI, apa macam-macam imunisasi, bagaimana kalau balita demam dan bagaimana penanganannya.

Self Healing

Saya menulis untuk diri saya sendiri. Saya menceritakan daily saya di kertas, buku atau word dan waktu itu belum akrab dengan blog, meskipun punya. Di akhir 2012, saya mulai berani (lagi) membuat semacam impian-impian yang dituangkan dalam tulisan seperti tahun sebelumnya. Dan tahun 2013 seperti repetisi dari tahun 2012. Saya melakukan self healing agar tidak takut untuk bermimpi, salah satunya sekolah lagi. Self healing yang saya coba atas kegagalan-kegagalan di 2013 adalah :
  1. Gak membuat pembandingan-pembandingan yang bikin langkah jadi berat banget. Just the way i am.
  2. Berani bermimpi lagi dan mengakumulasikan kegagalan sebagai pembelajaran.
  3. Jadi volunteer. Nah, entah bagaimana saya suka banget sama dunia sosial. Jadi saat banyak penolakan atau mengalami kegagalan, saya butuh pelarian. Dan ikut volunteer kegiatan sosial menjadi jawabannya. Kebetulan, di Jabodetabek banyak banget.
  4. Curhat. Ini penting banget buat self healing biar agak lega. Curhat sama Allah, of course. Curhat sama orang yang bikin kita comfort, tidak menghakimi, atau setidaknya mau mendengarkan juga bisa. Asal jangan curhat di medsos,ehehe. 
  5. Do what you love. Saya mencoba-coba hal baru, biar apa? Ya, biar percaya lagi sama impian-impian yang saya buat. Melakukan yang saya suka tanpa memedulikan penilaian siapapun. And it's work
  6. Membaca buku. Untuk mengisi waktu luang, saya menjadi gila buku. Buku apapun yang biasanya saya ogah-ogahan atau gak selera untuk membacanya, saya bisa membaca sampai selesai dan endingnya bilang "Ooooh, ternyata begitu ceritanya".
Waktu menjadi penyembuh. Ungkapan itu sepertinya bukan isapan jempol. Dan saat berdamai dengan waktu, saya membangun rasa percaya pada diri saya yang sebelumnya pernah menguap *fyuh*

Jangan Meremehkan Impianmu

Tahun 2013, saya mulai produktif menulis, tetapi masih berujung di folder laptop. Saat menulis, saya seperti bercerita pada diri saya sendiri. Apa yang saya pengen, apa yang orang lain ekspektasikan pada saya, apa yang saya suka, apa yang saya capai dan segalanya saya tuliskan sebelum tidur.Awal tahun 2013 saya mulai diterima kerja dan linier dengan ilmu saya. Belajar dari nol sih, karena dunia kerja beda banget sama kuliahan. Bagaimana cara handling Klien, bagaimana nyelesein deadline kerja yang waktunya mepet, bagaimana membaur dengan orang-orang kantor. Selama 2,5 tahun saya belajar dunia kantoran, kereta yang alamak padatnya, dan hal-hal baru lainnya yang sampai sekarang saya sebut sebagai "proses" untuk impian saya yang tertunda.

Tahun 2014, saya ikut aplikasi beasiswa lagi, dan lagi-lagi ditolak. Bedanya,kalau sebelumnya saya nangis-nangis, kali ini cuma nyengir dan bilang "yaaah, gagal lagi". Enggak kapok, saya mulai upgrade bahasa inggris. Kalo ditanyain orang, apa yang pengen dicapai tahun ini, saya mantep bilang "Pengen sekolah lagi". Kenapa sih getol pengen sekolah? Yang nyinyirin banyak, tapi ya biarin aja. Toh gak bayar buat mimpi sekolah lagi. Atau mimpi mau ke Prancis, Korea, Mekkah, gak bayar kan? ehehe.

Nikah apa Kuliah?

Tahun demi tahun, umur saya nambah dong. Realistis juga niat pengen nikah. Tapi belum punya calon yang waktu itu gagah berani ngajakin "Nikah yuk?",ahaha. Saya sama sekali gak meremehkan impian saya. Di tahun 2015 setelah pergulatan batin yang panjaaaang, saya nyobain aplikasi beasiswa lagi. Sejak beberapa aplikasi beasiswa saya ditolak sebelumnya, akhirnya saya juga mendaftar kuliah untuk biaya mandiri. Jadi saya mendaftar di 2 universitas, 1 di Jakarta untuk aplikasi beasiswa dan 1 lagi di Solo untuk biaya mandiri. Untuk tes masuk, saya sudah diterima di kedua universitas tersebut. Tetapi sayangnya aplikasi beasiswa saya ditolak lagi, lagi dan lagi. 

Pertanyaannya udah bukan nikah apa kuliah lagi, tapi saya mantap (campur galau juga sih) buat kuliah lagi, setelah sampai akhir 2015 belum ada Bang Thoyib yang ngelamar ke rumah. Saya mulai pamit dengan supervisor, tapi belum di approve. Dia mengira kalau saya mau pindah kerja, padahal memang mau sekolah. Saya mulai sounding pamit sama Mas Joko dan Mbak Era. Yang paling berat adalah pamit sama anak-anak.

"Emang kalo udah S2, nanti pengen jadi apa, Nduk? Dosen?" Mas Joko nanya trus jawab sendiri. Saya cuma mengangguk waktu itu. Entah karena malas menjelaskan atau karena memang benar-benar jawabannya itu.

"Mau ngapain S2 lagi, di umur kita begini, gak pengen nikah dulu?", aku pengeeen nikah, tapi pegimane mempelainya aja belum ada.

"Kalo kuliah lagi, kamu gak takut dijauhi sama cemceman. Gelarnya gak ketinggian?" gue no commen sama pertanyaan macem ginian, tapi ini fakta ada yang nanyain.

"Ngapain sih kuliah tinggi-tinggi kalo ujung2nya di dapur", again, gue diem gak mau nanggepin komentar beginian.

Masih ada beberapa yang komentar sinis sih. Makanya, saya enggan bercerita kalau gak ditanya. Asli bikin lelah. Makanya sering excited sama yang memutuskan sekolah lagi dan bisa lulus dari pertanyaan ini-itu, ehehe. Atau cuma saya yang pake drama kumbara? Ah, setiap orang memiliki fase sendiri-sendiri. Gak bisa disamarata.

Then, Life Must Go On

Saat saya menuliskan ini, saya mencoba flash back pelan-pelan. Merunut satu per satu. Dan benar-benar menyadari bahwa skenario Allah itu sangat luar biasa. Mungkin duluuuuu, saya sesekali bertanya "Kok Allah gini amat sih sama saya", tapi memang begitu caraNya mendewasakan. Sebagus apapun rencana saya, kalo Allah gak ridho, mau jungkir balik juga gak bakalan bisa. Eh tapi ternyata saya disuruh belajar hal lain dulu. Doa saya yang dulu memang gak serta merta dikabulkan, hanya ditunda.

Sekarang saya semester 2. Tidak seberat yang saya pikirkan sebelumnya, "jangan-jangan" yang sempat menghantui berubah menjadi "apa saja yang bisa saya lakukan sekarang?". Selain saya dapat kuliah lagi, saya bisa merawat bapak ibu saya, menemani mereka untuk berikhtiar sehat. Bapak Maret lalu divonis TB Paru. Dan itu juga yang membuat saya bersyukur tidak berjauhan lagi. Maka nikmat mana yang kamu dustakan?

Dan setelah itu, pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sempat mengganjal menguap seiring dengan berjalannya waktu. Apakah masih meragukan impianmu? Ah iya, sejatinya masa depan kita tidak bergantung dari komentar mereka, karena mau melakukan atau hanya berdiam diri, nantinya akan ada komentar juga.

Libatkan Allah....

Saat kamu merasa ragu, libatkan Allah. Jika kamu merasa putus asa terhadap impianmu, libatkan Allah. Dan saat orang lain mengecilkanmu, libatkan Allah untuk selalu menguatkan. Pun saya demikian.

Mau nikah atau kuliah dulu, setiap orang memiliki pertimbangan sendiri. Dan kalau galaunya gak ketulungan, trus gak punya teman curhat, Allah selalu ready :)))). Dalam hal ini, saya memilih kuliah dulu dan insya Allah doa untuk nikah juga deras selaluuuuuuuuu......


Thank you for everything Paaaaals :*

Teman-teman punya mimpi yang daridulu belum kesampean? Yuk tulis di komentar saling mengaminkan :)

Read More »

6 Ciri-Ciri Jual Beli Online yang Aman

Jual beli online aman

Ini kalo mau beli jaket disini caranya gimana?” Mas Jundi menunjuk jendela facebook di handphonenya. Saya langsung membuka website tersebut untuk melihat-lihat koleksi dan memeriksa apakah online shop tersebut terpecaya apa tidak. Karena memang beliau pengen banget jaket kulit daridulu, tetapi setiap beli belum ada yang cocok di hati. Entah bagaimana kemarin dia tergiur sama salah satu online shop yang diiklankan di facebook.

Apakah teman-teman juga hobby belanja online? Nah, kalau jawabannya iya, untuk mencari info jual beli yang aman, maka sebaiknya mulai untuk lebih teliti agar hasilnya bisa lebih maksimal. Sistem jual beli yang dilakukan secara online tentu saja tidak mudah dilakukan. Karena pengetahuan kita diperlukan agar terhindar dari tindakan penipuan yang mungkin saja terjadi. Jadi, jika teman-teman ingin mengetahui apakah olshop itu kredible atau gak, yuk sama-sama ketahui dan kenali ciri-ciri online shop yang aman. Here we go :
  
1. Alamat toko online
Teman-teman bisa melihat sendiri mengenai alamat yang tertera didalamnya. Misalnya : apakah penjual menggunakan blog gratisan atau pun memiliki harga yang terlalu murah di bawah harga pasaran. Dalam hal ini, usahakan untuk menghindari toko online jenis ini untuk meminimalisir kemungkinan tindakan penipuan yang dapat merugikan teman-teman. Karena hampir semua penjual akan memberikan harga yang sama untuk setiap produk yang dijual. Sehingga perlu diwaspadai apabila harga produk tersebut terlalu rendah.

2. Memaksa
Biasanya penjual yang memiliki kepentingan untuk melakukan tindakan penipuan mungkin saja akan melakukan pemaksaan kepada pembeli. Sehingga ada baiknya apabila hal ini terjadi segera abaikan dan jangan sampai teman-teman memungkinkan untuk melakukan transaksi. Sedangkan pada pembeli yang mungkin saja melakukan tindakan penipuan ini. Usahakan untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu minimal setengahnya sebagai down payment. Hal ini dilakukan untuk membantu dalam memberikan kemungkinan terhindar dari upaya penipuan. Ah iya, saya paling malas meladeni penjual yang setengah memaksa dalam menjajakan dagangannya *curhat*.

3. Nomor telepon
Untuk mendapatkan bahwa ciri-ciri info jual beli tersebut asli tentu saja disertakan dengan nomor kantor atau pun rumah. Dengan demikian tidak ada kemungkinan untuk secara mendadak ganti. Namun apabila nomor telepon handphone dan tidak sesuai dengan kode area pada tempat jual beli yang ada di website. Maka kemungkinan adanya tindakan pencurian mungkin saja dilakukan. Sehingga tentu saja teman-teman akan mengalami kerugian apabila tidak mewaspadai mengenai hal ini.

4. Jenis konten
Untuk jual beli yang dilakukan dengan cara online tentu saja akan dapat diketahui mengenai jenis konten yang ada didalamnya. Biasanya apabila jenis kontennya tidak jelas, kurang bagus dan terlihat berantakan tentu saja harus dicurigai. Sehingga pastikan mengenai kemungkinan konten yang tidak jelas tersebut memang merupakan penipu. Biasanya untuk konten yang asli tentu saja tidak akan mengalami hal ini. Untuk konten yang asli dan terpercaya akan diberikan kemudahan untuk diolah sedemikian rupa. Dengan demikian tampilan akan terlihat lebih bagus dan menarik dirasakan. Apabila hal ini dirasakan akan membuat pembeli lebih mudah tertarik dalam melakukan transaksi.

5. Harga
Harga yang ditetapkan tentu saja harus sesuai. Untuk mengetahuinya bisa membandingkan antara satu toko online dan jenis lainnya. Sehingga apabila teman-teman mendapatkan hasil yang diinginkan tentunya apabila harga terlalu murah atau pun terlalu mahal. Bisa saja penjual tersebut mengalami tindakan penipuan. Untuk itu hendaknya waspada dibandingkan untuk mengalami kemungkinan mendapatkan kerugian yang ada.

6. Jelas dan padat
Untuk informasi pada saat membeli barang yang dijual atau pun dibeli hendaknya secara jelas. Jangan sampai menggunakan jenis yang tidak jelas. Hal ini karena apabila menggunakan cara yang demikian, nantinya kita sebagai konsumen juga akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Nah, pastikan bahwa info jual beli didapatkan dengan baik agar mudah dipahami dan target yang mudah dicapai.

Jangan sampai kita tertipu hanya karena tidak mengetahui info jual beli yang memadai. Happy shopping, guys!

Konten ini mengandung sponsored post, untuk lebih lanjut lihat disclosure.

Read More »

Gara-Gara Om Mario Teguh


2 hari lalu saya terserang flu, yang notabene sakit gak keren-keren untuk alasan gak masuk sekolah maupun kuliah. Padahal, faktanya, kalau sudah mulai gejala flu (baru gejala flu lho), kepala rasanya ditusuk-tusuk, berdiri aja rasanya nggliyer, dan yang paling menyiksa adalah hidung mampet. Jadi meskipun dipake rebahan, nafas rasanya hampir tersengal dengan disertai ingus bening yang keluar dari hidung.

Lalu hubungannya apa sama Pak Mario?

Ah, postingan ini semi curhat dan pengingat saya pribadi, di sela flu yang menyerang, saya lebih asyik ngulik handphone karena memang gak bisa tidur. Kesalahan fatal saya, saat gak bisa tidur, saya membaca sebuah timeline yang menyebutkan bahwa MT tidak mengakui darah dagingnya sendiri. Yang biasanya saya acuh tak acuh, jari saya nakal ngeklik-ngeklik link berita terkait dengan itu. Pengakuan Ario Kiswinar Teguh di hitam putih membuat saya melongo. Terus terang, awal melihat youtube yang menampilkan Kiswinar, saya sedikit bertanya-tanya (eh banyak bertanya ding). Masa iya? Trus kenapa baru sekarang?

Singkat cerita, Kiswinar tidak diakui sejak 13 tahun lalu oleh MT. Dan kemunculannya di TV, hanya untuk mengklarifikasi kabar yang beredar bahwa secara publik, MT hanya mengakui 2 anak saja dari istrinya yang sekarang--Ibu Linna Teguh. Kesalahan pertama saya yang mengklik gosip tentang ini berlanjut ke kesalahan-kesalahan berikutnya yaitu, penasaran maksimal. Bahasa bekennya kepo! Setiap ngobrol sama Bapak saya, wajah Kiswinar terngiang-ngiang sebagai anak yang ditelantarkan (ini lebay, tapi realita :(..huhu). 

Saya yang deket banget sama sosok Bapak merasa sangat prihatin, jika berita itu memang benar. Dulu cuma sempat mbatin doang tiap acara MT di Tv. Kok ya hidupnya harmonis sekali, kata-katanya sejuk, tiap selesai acara bikin envy para penonton karena menghampiri ke arah istrinya dan mengecup keningnya. Punya anak yang ganteng-cantik. What the perfect his life! Tapi hanya sebatas mbatin itu saja, gak lebih. Lha saya juga bukan fans berat beliau ataupun acaranya. Kalau ngepasin lihat ya lihat, tapi kalau enggakpun, saya gak merasa kecewa. Dan hampir selalu gak tuntas lihatnya. Kadang nonton pas awalnya, tapi gak sampai akhir. Atau malah nonton di tengah-tengah saja. Dan pernah juga nonton kesimpulannya.

Tapi, saya mengapresiasi motivasi-motivasi MT yang selalu menyejukkan, entah di twitter atau di FB. Yang ending-endingnya katakan "amin" di beberapa quotenya,hehe. Hal ini, bagi Kiswinar hanya sebagai profesi saja--Motivator. Karena pekerjaan menuntut demikian, maka ia menganggap Bapaknya hanya melakoni pekerjaan tersebut bukan mengaplikasikannya di dunia nyata. Karena lagi-lagi menurut Kiswinar, MT telah dianggap menelantarkannya.

Setelah nonton youtube itu, saya setengah kecewa sih sama MT. Tapi di sisi lain, saya masih bertanya-tanya klarifikasi dari beliau sendiri, bukan melalui twitter atau FB yang komentatornya aduhai. Dan gak adil menjustifikasi tanpa mendengar penjelasannya darinya. Makanya, setelah kontroversi kemunculan Kiswinar, saya membaca semua quote-quote yang dulunya teduh, jadi setengah hati menanyakan "itu bener gak sih, Om?" (siapa elu am-om-am-om). 

Ini as simple as saya memiliki kedekatan yang lebih dengan Bapak saya sendiri, jadi kalo ada cerita atau kisah yang nyerempet tentang sosok yang bertitel "BAPAK", hati saya mendadak melankolis habis, bahkan gampang meweknya.

Kita Tidak Tahu Behind The Scene Seseorang

Gara-gara gosip itu, saya jadi berasumsi kemana-mana, dan menyimpulkan sendiri tentang ini-itu layaknya kenal dekat dengan kehidupan MT ataupun Kiswinar. Oh, it's my fault. Meskipun saya agak jomplang sebelah pendapatnya, agak mendukung Kiswinar, tetapi saya masih waras untuk tidak menjustifikasi atau sampai menyumpah serapahi MT. Karena apa? Saya gak tahu behind the scene mereka, masa lalu mereka yang menjadikan gosip ini hangat mengalahkan Aa' Gatot Brajamusti yang memiliki senapan.

Semua orang memiliki masa lalu, dan kali ini saya penasaran mendengar klarifikasi dari MT. siapa sayaaaaa? Tapi tetep aja penasaran. Sampai saya ngeadd @lambe_turah coba, ahahaha.

"Mbak, masa dulu MT punya anak sebelum menikah Bu Linna. Tapi kok gak diakui ya" saya curhat sama Mbak Endang yang lagi masak. Dapur menjadi tempat menyenangkan untuk ngobrol hearth to hearth, termasuk membahas program-program PKK atau PAUD yang sedang diampunya.

"Mosok Dik?" Tanggapannya cuma itu doang pemirsa. Makanya obrolannya tidak berlanjut. 

Klarifikasi Mario Teguh

Setelah ditunggu beberapa haru, akhirnya tadi pagi, di Kompas TV ada program yang menampilkan MT. Dengan dipandu Bayu Sutiyono, mantan jurnalis Liputan6 SCTV, beliau menjelaskan dan berusaha meluruskan berita yang simpang siur. Poin-poin klarifikasinya kurang lebih begini :
  1. MT merawat Kiswinar sejak bayi, yang berstatement kalau Kis bukan anak MT adalah Aryani (ibunya Kiswinar)
  2. Beberapa kali Aryani mengatakan kalau Kiswinar adalah bukan darah daging MT, dan MT pun meminta untuk tes DNA sejak dulu tetapi tidak diijinkan
  3. Pada saat usia Kiswinar 17 tahun, ia sendiri yang mengatakan bahwa MT bukan ayah kandungnya, melainkan Mr. X yang namanya tersemat di nama panjang Kiswinar. Ario Kiswinar Teguh, cara aja sepotong-potong siapa nama ayahnya, kalau saya udah gak mau mikirin setelah beberapa hari lalu ikut-ikutan.
  4. Dengan mimik setengah menahan amarahnya, MT meminta untuk tes DNA sebagaimana yang diminta daridulu tetapi tidak dipenuhi.
  5. MT menikah dengan Ibu Linna 2 tahun (kalo gak salah denger tadi ya), setelah perceraian yang gono gini dibagi 2 dengan Aryani, dan semua hutang 100% dibebankan oleh MT.
  6. Secara terbuka, MT juga mengundang salah satu keluarganya atau bahkan  Kiswinar dan menyanggah menutup akses. Karena secara publik figur, tentunya gampang dicari. MT pun menyanggah bahwa Ibu Linna tidak melarang atau mengatur-ngaturnya bahkan sampai tidak memperbolehkan bertemu dengan sanak familinya.
  7. Dengan menggenggam erat hanphonenya, MT agak sedikit menyindir program setengah gosyiiip, black and white, dan memilih Kompas TV untuk melakukan klarifikasinya.
  8. MT juga merasa dipermainkan oleh Aryani, karena sebagai lelaki, dirinya merasa sudah dikhianati. Ia menganggap istrinya sudah berbagi ranjang dengan lelaki lain.
Demi apa, pagi-pagi  saya nongkrongin TV di kamar Mbak Endang, karena channelnya bening. Kompas TV termasuk bruwet, jadi harus sabar kalau misal ada event badminton yang disiarkan disana. Apalagi ini Mario Teguh. Dan, setelah mendengar klarifikasi dari MT, kepala saya pening. Kalau kemarin saya cenderung berat sebelah, sekarang malah gak tau mana yang bener/salah. Kembali lagi poin yang tadi, kita tidak tahu behind the scene seseorang, jadi gak bisa serta merta menjustifikasi. 

Saya tidak tahu mana yang benar ataupun yang salah, yang jelas diantara mereka ada salah satu yang berbohong. Makanya, saya memutuskan untuk tidak meneruskan kesalahan-kesalahan saya mengikuti gosip ini :D. Padahal tadinya berempati tapi lama-lama kok saya malah pusing sendiri.

TES DNA

Tindakan ini sepertinya bisa menjadi solusi, bahkan banyak netizen yang bilang untuk tes DNA biar masalahnya langsung kelar dan bubar. Kalau misalnya hasilnya benar anaknya gimana? Gak ada masalah buat saya. Kalau hasilnya memang bukan anaknya? Gak ada masalah juga buat saya. 

Saya tetap respek dengan MT dan quote-quotenya, karena di satu titik, quotenya pernah menyejukkan saat saya merasa kesempitan. Sejak kemunculan Kiswinar pun, saya tidak langsung unfollowed beliau, karena memang tidak ada korelasinya dengan saya. Itu pure urusan keluarga mereka. Mungkin karena publik figure, beritanya jadi sebooming ini. Dan karena empati saya yang sebelumnya mempertanyakan "Kenapa hubungan Bapak dan Anak bisa sampai begitu?", itu saja.

Diangkat oleh Media & Jatuh karena Media

Masih ingat tentang poligami Aa'Gym? Beliau yang sangat sejuk dengan ceramahnya dan dielu-elukan jamaahnya juga pernah jadi headline beberapa media. Keputusannya poligami dianggap beberapa netizen sebagai hal yang keliru dan menyakiti Teh Ninih. Sehingga perlahan pamornya pun muai menurun. Beliau yang diangkat oleh media, karena berita poligaminya juga "jatuh" karena media.

Saya waktu itu sama sekali tidak terpengaruh, masih tetap suka kok sama ceramah beliau. Dan sesekali menyetel tausiyahnya bergantian dengan Zainuddin MZ. Kalau dulu, ustadz belum marak seperti sekarang ini. Semoga saja, MT tidak bernasib sama-jatuh karena media yang sempat mengangkat namanya sebagai motivator termahal.

Pelajaran yang saya ambil, jangan terlalu berekspektasi tinggi terhadap seseorang, karena mereka juga orang biasa. Motivator, ustadz juga kayak kita lhoooo, suka bakso, penggemar es doger atau suka dengan hal-hal yang cantik. Jadi, kalau menuntut mereka sempurna, tinggal menunggu waktu saja kalau kita akan kecewa.

Yaaah, seperti saya yang suka sama buku-bukunya Tere Liye, tapi beberapa teman saya bilang beliau arogan, atau justifikasi lainnya dan bahkan bilang saya fansnya garis keras, padahal ngumpulin bukunya doaaaaang itu, dan kebetulan selera bahasanya sama. Tidak serta merta saya langsung membenci saat di latah di fans pagenya karena statusnya yang dianggap kontroversial.

Setelah nonton klarifikasi MT, lagi-lagi saya curhat sama Mbak Endang.

"Mbak kepalaku pusing gara-gara Om Mario Teguh. Wis aku ra bakal empati-empati lagi dengan gosip macam gini"

Wanita yang super sabar menghadapi ibu saya yang menjadi mertuanya itu hanya tersenyum dan meneruskan membuat puding untuk kegiatan PKK Ibu-Ibu sore ini. Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan gosip ini. Saya jadi sangsi, kepala saya sekarang pusing karena memang bekas flu kemarin atau gara-gara Om Mario Teguh?

Bener banget kata Bapak. Kalo mau tenteraaaam hidupnya, jauhi gosiiiiiip.

Ampun Gusti!.
Read More »

Perempuan Digital dan Dunia Dapur

Perempuan Digital dan Dunia Dapur

Ibu saya termasuk wanita konvensional yang lebih menggunakan sense dan experience nya. Kalau memang gak bisa melakukan sesuatu, beliau mencoba-coba dahulu meskipun ada trial error.  Namun lama-lama dari kumpulan trial error tersebut, beliau menjadi master. Hal ini untuk kasus tertentu sih, gak bisa saya pukul rata. Misalnya : dulu ibu saya blas gak bisa masak, tetapi setelah menikah dengan Bapak, beliau mulai masuk dapur membantu simbah menyiapkan masakan untuk suaminya. Resepnya darimana? Dari mouth by mouth ditambah dengan sentuhan sense, katanya. Kalau sekarang kan tinggal googling di internet dan tadaaaaa, resep-resep yang kita butuhkan dapat menjadi referensi kita. Lah kalo emak jaman dulu mana ngerti tentang internetan? Jangankan internet, televisi saja masih langka. Honestly, sampai sekarang ibu saya cenderung mengurus dapurnya dengan pengalaman dan perasaan :). 

Perempuan harus bisa masak, Wuk!
Itu pesan Ibu saya berulang kali seperti kaset rusak. Kalau di dapur, secara refleks beliau mengatakan itu sampai kadang saya menghafal tone Ibu saat melafalkannya. Dan entah bagaimana tone itu bisa meninggi saat saya beralasan atau menyanggahnya, ahaha. "Kan bisa beli, Bu",  saya nyengir kuda padahal saya hanya bergurau dan menggoda Ibu. Oh iya, bisa memasak bukan berarti harus pandai lho ya. Yaaah, dari survey ecek-ecek yang saya lakukan kepada ketiga kakak ipar saya dan teman sebaya saya yang sudah menikah, rata-rata mereka bisa memasak setelah punya suami. Ini hanya kebetulan atau bagaimana? Ah saya gak tau, pokoknya mereka bilang "Kalo udah punya suami, kayaknya  gak perlu disuruh ke dapur aja, insting wanita untuk memasak sudah naluriah". Sesimple membuat telur dadar kombinasi dengan tumis kangkung. Atau goreng tempe dibalur tepung dengan sayur bayam pake sambel bawang. Dan kalo memang bener-bener kepepet, jurus terakhir masak indomie rasa soto pake sawi yang banyak, cabe rawit 2, brokoli, telur setengah matang (gue bangeeeet! :D). So, yang penting bisa masak aja, masalah expert atau rasa itu urusan belakangan,ahaha.

Memuaskan suami di ranjang dan memanjakan perutnya dengan masakan!
Kalo statement ini hanya sekadar obrolan dengan teman saya yang baru setahun menikah, jadi gak bisa digeneralkan. Saat saya nanya-nanya "enak gak nikah? perubahannya apa?". Jawabannya lugas, ada temen tidur sama lebih betah masak meskipun dia wanita karir. Lha cuma itu? Batin saya. Beruntungnya, dia sudah suka memasak sebelum menikah. Jadi, gak terlalu susah untuk menyesuaikan ritmenya untuk mengurus dunia dapurnya. Makanya gak heran kalau jargonnya sangat mulia sekali, memuaskan suaminya di ranjang dan memanjakan perut suaminya dengan racikan masakan (bumbu cinta) yang dibuatnya. Dan itu sama-sama bermuara pahala. Duh, kalo udah dikaitkan sama pahala, saya melipir. Jangankan urusan ranjang dan masak ya, kalo udah halal, menggandeng tangan istri saja bisa berguguran dosanya. Glek! Yang jomblo minggiiiiiiiiiiiiiir. 

Lha apa kabarnya saya yang jagonya masih dalam taraf bikin indomie rasa soto? ahaha. Indra penciuman saya itu tajam sekali, apalagi pengecapnya. Kalaupun indomie nya yang masak orang lain dan saya gak tahu sebelumnya, saya bisa tahu yang dimasak itu merek apa dan rasa apa. Tetapi jangan tanya saya tentang rasa sayur yang sudah matang dan disuruh menebak bumbunya apa, saya udah mundur teratur duluan. Saya masih dalam kasta berburu dan meramu (kayak fosil aja sih). Jadi di suruh ke pasar, ikut meracik sayur dan bumbu. Itupun diarahkan Ibu atau Mbak Endang (kakak ipar kedua saya). Saya bersyukur punya Mbak Endang, yang notabene bisa dan mahir masak setelah nikah sama Mas Jundi. Sebelum nikah, dia juga pernah masuk kasta berburu dan meramu seperti saya saat ini. Tapi semahir-mahir dia masak, kadang juga masih nanya ke Ibu masalah bumbu. Biasanya kalau masakan yang bukan tiap hari dimasak, misal srundeng, tongseng atau sejenis masakan rumit lainnya.

Ada suatu masa saat wanita harus masak sendiri
Pernah kejadian, saat saya di rumah dengan Bapak dan 3 krucil--Iqbal, Lintang dan Khansa. Waktu itu Bapak sedang awal-awal pengobatan TBC, jadi beliau agak rewel tentang makanan. Sejak TBC, beliau makan by request sesuai selera saja. Kabar  buruknya, Mas Jundi, Mbak Endang dan Ibu kondangan ke salah satu warga nan jauh disana (asli ini lebhay) yang minim jaringan, sehingga saya gik bisa sms atau telepon nanyain resep handal sama Ibu. Request Bapak Cap Jay yang ada kuahnya. Saya menghela nafas panjang. Kalau beli gak mungkin, karena cap jay godhog itu dijual kalau pas malam, itu lho bareng sama nasi goreng dan bakmi goreng. Dalam kondisi begini, mustahil menawarkan Bapak dengan menu lain. Tidak akan disentuh! Selain karena selera Bapak yang pamilih, hal ini juga berkaitan dengan kondisi lambungnya. Mau gak mau, harus menuruti permintaan beliau. Okeeeee, saya masak. 

Tahap-tahap kasta berburu dan meramu memasak olahannya :

  1. Absolutely, niat yang kuat dan diawali Bismillah
  2. Berselancar internet dan mengetikkan keyword  resep ciamik capjay godhog
  3. Pasti muncul buanyak tuh, jangan diikutin semua, pilih salah satu biar gak puyeng
  4. Lihat-lihat persediaan di kulkas. Mbak Endang selalu nyetok sayuran di kulkas
  5. Kalo gak ada, tahap berburu ke pasar di lakukan
  6. Udah komplit semua bahan, meramu semua bahan yang dianjurkan pakar masak dari internet
  7. Masak sesuai direction pakar dari internet
  8. Cicipin dulu sebelum dirasakan orang lain
  9. Kalo berhasil, jangan lupa ucap alhamdulillah (sujud syukur).
Dulu gak mikir difoto, karena bisa sukses memasak capjay aja udah alhamdulillah luar biasa. Gak apa-apa dapur kayak kapal pecah, asalkan perut Bapak kenyang dan gak mual. 
Masih mendamba kondisi dapur yang beginian setelah masak :D
"Sing masak sopo, Wuk?" tanya Bapak sambil nyruput kuah.

Lha kok ndadak takon, huhuhu. Satu-satunya perempuan yang akil baligh buat masak sejenis capjay kan cuma saya. Mbak Endang sama Ibu pergi jeng-jeng ke kondangan. Masa Khansa, Pak?

"Kulo Pak", saya menjawab singkat.

Bapak diem sih gak komentar apa-apa. Anak-anak juga sebagai pengicip masakan saya di depan tivi. Apakah rasanya enak? Mungkin. Apakah saya pandai memasak? Ah gak juga, saya cuma bisa karena kepepet. Cuma modal kemauan dan internet, saya bisa menyajikan capjay lho. Gak perlu nunggu punya suami dulu, ahaha. Dan saya percaya, bisa atau gak bisa masak, ada masanya seorang perempuan dihadapkan untuk terjun sendiri ke dapur dan meracik bumbu. Entah untuk suaminya, orang tuanya atau anak-anaknya kelak. Oh iya, untuk mertua juga, ahaha. Konon katanya, mertua adalah komentator hebat untuk masakan menantunya :D.

Jangan banyak teori, meski saya kadang masih siwer bedain ketumbar sama merica yang bentuknya bulet kecil-kecil (hampir sama), tetapi kalo udah praktek ternyata bisa. Meskipun sering lupa-lupa ingat apa fungsi tiap-tiap bumbu, tetapi kalo udah meracik-racik, ternyata 2 jam di dapur tidak terasa. Bukan masalah bisa atau enggak, tapi mau apa enggak, ahaha. Daaaaaaaan, yang perlu dimanjakan lidahnya, bukan hanya suami lho, apa kabarnya saya yang masih single trus diklaim udah masuk waktu menikah oleh kaum yang nyinyir. Bapak, Ibu, keponakan, teman atau bahkan diri kita sendiri juga butuh dimanjakan lidah dan perutnya.

Lha kalo gak tau resepnya gimana? Searching internet braaaaaaaaaay. Banyak blogger ketje yang nichenya tentang resep-resep juga kok. Nah, finally, teman-teman punya resep handal? atau ceria lucu tentang dunia dapur? Apalagi para perempuan di era digital, tentunya tidak sulit mengakses resep-resep yang bisa dieksekusi di dapur. Feel free for sharing.



Read More »