Langkahmu khas sekali, bahkan
dari saat injakan tangga pertama, aku bisa tau kamu akan menghampiriku. Seakan-akan
ingin mengejutkanku, pintu kamar berderit pelan sekali.
“Bulik lagi ngapain?”, kamu
merangkulku dari belakang.
Hatiku meleleh. Seakan berdesir
berkali-kali. Karena kamu.
“Ngerjain tugas sayangku. Udah maem?”,
kepalaku menoleh 90 derajat ke arahmu.
“Ayo ah, jangan ketik-ketik
melulu, maem dulu, temenin aku”, kamu mulai merajuk sambil mengeratkan
pelukanmu.
Hatiku makin meleleh.
“Ayo ah Bulik”, tangannya mulai
usil tanda protes agar aku menghentikan aktifitasku.
Bagaimana aku bisa menolak, coba?
Aku pasrah. Aku menggendongnya di belakang dan dia suka. Kami menuruni tangga
sambil bercanda. Momen-momen itu sangat membekas. Saat kamu bilang maaf, bilang
sayang, bilang tolong, dan celoteh lainnya yang membuatku merasa sangat
berharga.
Saat orang lain mengira aku
mengajarimu sesuatu, ternyata salah, kamu dan adikmu yang mengajariku banyak
hal. Seakan-akan naluri keibuanku terasah setiap hari.
Oh iya, saat kalian besar dan
membaca tulisan ini, kalian akan memaksa memori kalian untuk mengingat tentang
momen ini, Dio-Deandra.
*Dio (3y, 8m), Deandra (2y, 6m)