Featured Slider

Cerita MEA dari Pojok Desa

bisnis.liputan6.com












"Mulih deso, mBangun deso"

Keren banget kan ya tagline-nya. Tapi kenyataannya banyak sekali urban-urban yang menyerbu kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya. Saya pernah mencicipi bagaimana menjadi karyawati di Jakarta. Menjadi penumpang setia kereta. Dan setiap lebaran ikut berburu tiket kereta untuk mudik ke Klaten. 3 tahun terakhir saya sangat merasa kesulitan untuk mendapatkan tiket, Karena pukul 00.00 web KAI (sesuai yang dijadwalkan 3 bulan sebelum pemesanan) selalu error. 15 menit setelah itu bisa login, tetapi semua tiket dari kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif sold out. Warbiasyaaaaah. Apa ini mengindikasikan bahwa para urban berbondong ke Jakarta tiap tahunnya? May be.

Kalau memutuskan untuk pulang ke desa, banyak tantangan yang dihadapi. Mau ngapain? Saya mengencangkan niat waktu itu. Selain sekolah (lagi), pengen banget ngajar anak-anak dengan membuka kelas bahasa yang concern tentang membaca dan menulis. Keprihatinan bermula saat melihat Ihsan dan Iqbal kurang sekali minat bacanya. Apalagi Bahasa Inggris yang sekarang ini kelas 3 SD sudah menjadi salah satu mata pelajarannya.

Lalu bagaimana caranya agar para eksmud (ecieh, yang sarjana-sarjana) setelah selesai kuliah, mereka mau kembali ke desanya untuk membangun desanya? Meskipun banyak sekali selentingan-selentingan yang mungkin tidak sedap "Walah, sarjana kok di rumah. Sarjana kok gak ke Jakarta Mas/Mbak?". Karena profesi dokter, insinyur dan pilot masih menjadi profesi bergengsi untuk kaum di desa, Sedangkan "masih" memandang sebelah mata pekerjaan wirausaha. Padahal sebenarnya menciptakan lapangan pekerjaan di desa tidak kalah keren menurut saya.

Membuat Program yang "Out of the Box"

Beberapa Minggu ini, para pemuda pemudi di desa saya menggagas sebuah komunitas yang bernama OEMAH SINAU, yang insya Allah akan dilaunching pada tanggal 9 April 2016 dengan beberapa festival yang mengusung tema tentang Tradisionalisme melalui peningkatan aspek seni, budaya dan pendidikan. Di era globalisasi saat ini, budaya-budaya tradisional mulai tergerus dan terkesan tertinggal. Permainan tradisional seperti bekel, dakon, engklek yang dulu sempat menjadi favorit anak-anak sudah tidak lagi populer di jaman sekarang. Padahal permainan-permainan tersebut mengandung nilai edukasi yang tinggi.

Dengan membuat komunitas ini, kami berharap dapat menjadi wadah untuk anak-anak berkreasi dan dapat menjadi saluran hobby yang positif karena di Oemah Sinau juga menyediakan alat-alat seperti gitar dan beberapa buku bacaan yang sesuai dengan usia masyarakat. Sehingga, untuk launching Oemah Sinau pada tanggal 9 April 2016 dapat menarik minat anak-anak untuk datang kesana belajar bersama.

Kemarin malam ada rapat dengan sesepuh yang intinya : pertama, kulonuwun dan meminta ijin kalau besok tanggal 9 akan ada launching Oemah Sinau. Kedua, meminta arahan mengenai kekurangan budget acara tersebut. Salah satu dari sesepuh menyarankan untuk berdikari dan malah memberikan masukan-masukan positif untuk menghasilkan uang secara wirausaha. Matur nuwun.

Banyak yang mendukung, tetapi tidak sedikit yang mengkritik bahkan meragukan program di Oemah Sinau. Buanyak sekali an itu menjadi PR kami untuk selalu merefresh niat kami, yaitu : membantu mencerdaskan anak-anak melalui seni, budaya dan pendidikan. Pembicaraan lebih jauh lagi, rencana jangka panjang program Oemah Sinau adalah menjadikan Desa Kadilanggon adalah Desa Wisata. Dari program tersebut, para pemuda-pemudi dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat membangun desa secara mandiri. Kata Imam Adi Prayogo, "Itu salah satu cara menghadapi MEA, Mbak Nur. Jadi kita bisa memanfaatkan potensi tersebut". Alumni Fakultas Ekonomi UII itu memiliki sifat optimis terhadap program tersebut. Saya ikut terpancing terjun dan mendukung membuat program yang out of the box tersebut dimana akan menjadikan kreatifitas para pemuda-pemudi sebagai sumbu gerakannya.

Hal-hal berikut yang dapat dilakukan para pemuda-pemudi untuk menghadapi MEA melalui program Desa Wisata di Oemah Sinau :

  • Koordinasi dengan baik. Karena program ini adalah baru, tentunya akan banyak tantangan ke depan. Apalagi implementasinya di desa yang kebanyakan masyarakat cenderung berkutat dengan hal-hal yang pada umumnya. Jadi untuk menerima hal baru, biasanya mereka butuh penjelasan-penjelasan. Dalam hal ini, tim Oema Sinau perlu berkoordinasi yang baik yang bersifat internal maupun eksternal. Melibatkan sesepuh juga menjadi solusi untuk ikut menyelesaikan hal tersebut;
  • Tidak oportunis individualis. Kemarin waktu ngobrol dengan Imam Adi, salah satu penggagas Oemah Sinau, menceritakan bahwa semangat pemuda-pemudi sangatlah sederhana, ingin mencerdaskan anak-anak melalui seni, budaya dan pendidikan. Adapun kendala masalah keuangan ditempuh dengan jalan wirausaha yang menggerakkan pengurus Oemah Sinau yaitu dengan berjualan kaos di car free day;
  • Membangun Networking. Banyak pemuda-pemudi yang bekerja di instansi-instansi tertentu yang dapat dimintai pertimbangan untuk program-program Oemah Sinau. Dan mereka juga paham peluang Oemah Sinau untuk menyiapkan para pemuda pemudi menghadapi MEA;
"Mas,Oemah Sinau bisa jadi salah satu komunitas untuk menghadapi MEA, lho" kata saya kemarin sama Mas Jundi saat membicarakan program-program Oemah Sinau ke depan.

"MEA ki opo?" tanyanya polos. Saya sudah menduga bahwa Mas Jundi akan menanyakan demikian.

"Masyarakat Ekonomi ASEAN" Saya menjawab senyum-senyum.

Mas Jundi mengeryitkan dahinya. Istilah MEA tidak semuanya tahu lho ya. Dan yang belum tahu kepanjangannya, belum tentu mengabaikan tentang itu. Tetapi saya maklum, istilah MEA tertutup oleh masalah irigasi dan panen masyarakat. Masyarakat hanya ingin irigasi lancar, jalan-ja;an enak dilalui, panen bagus, hasil penjualan gabah tinggi.

"Yowis dilakoni sik, engko yen eneng opo-opo diskusi" wajah Mas Jundi lurus, ahahaha. Dia memang lebih suka hal-hal yang teknis daripada yang berupa konsep. Dilakoni sik, ojo diawang-awang. Yen apik dinggo warga, sesuai prosedur, dilanjutke. 

3 komentar

  1. ide bagus semacam oemah sinau pun ada yang tidak setuju ya. semoga sukses program ini mbak..btw di daerah mana ya? saya mau share dengan teman-teman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di daerah Klaten Mbak Helena. Thank you ya :)

      Hapus
  2. suka, deh. Siap menghadapi MEA tapi tidak melupakan nilai tradisional :)

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)