Featured Slider

Menguatkan Bapak untuk Sembuh dari TBC

"Kalo luang pulang, Nduk...... Seee---bentar" masih jelas kalimat singkat Ibu 2 Minggu lalu yang meminta saya dan Mas Joko untuk pulang. Padahal saya sebenarnya sudah packing untuk pulang sesuai jadwal. Ternyata tidak demikian. Saya pulang lebih cepat dari hari yang telah dijadwalkan. Menafsirkan kata-kata Ibu ditelpon membuat saya sangat takut. Iya, takut kehilangan. Setelah mengiyakan kalimat Ibu, saya menelepon Mas Joko yang sedang berada di luar rumah dengan Mbak Era. Suara saya mendadak hilang dan berganti isakan. Sama seperti saat saya menerjemahkan kalimat Ibu di telepon tadi, Mas Joko tidak perlu meminta penjelasanku lagi, hanya menjawab "Iya, kita pulang sekarang".

Seringkali tanpa berkata, kami bisa menerjemahkan bahasa lewat rasa. Saya tidak berkata apa-apa di telepon, Mas Joko menerjemahkan dengan cepat bahwa kami harus pulang ke Klaten. Sebelumnya memang ada obrolan tentang sakit Bapak yang membutuhkan pengobatan rutin. Jadi dalam waktu dekat memang ada rencana untuk pulang.

Beberapa bulan lalu, Bapak menjalani medical check up, rontgen dan tes dahaknya di beberapa rumah sakit. Di telepon Bapak menceritakan keberaniannya melawan rasa takut saat di cek darah. Bapak sangat takut dengan jarum suntik. Setelah beberapa kali rontgen yang dilakukan Bapak, awalnya didiagnosis radang paru-paru, ternyata berdasarkan hasil ketiganya, Bapak didiagnosis TBC paru-paru dan wajib menjalani pengobatan rutin untuk kesembuhannya.
Saat Bapak masuk UGD dan Bu Bidan membantu menjelaskan keadaan beliau
Sebenarnya Bapak sudah mengeluhkan sesak nafas kepada kami, tetapi selalu menolak saat akan diperiksakan ke Dokter. Dan saat dikabarkan bahwa Bapak mau melakukan medical check up, saya sangat senang. Tetapi rasa senang itu meredup saat tahu kalau Bapak terjangkit TBC Paru. Dari cerita Bapak, saya menyimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang menderita TBC adalah sebagai berikut :
  • Batuk terus-terusan. Awalnya Bapak menganggap biasa batuk yang dialaminya, tetapi lama kelamaan batuk tersebut membuat dadanya sakit. Jadi sebaiknya diperiksakan ke Dokter bila batuknya tidak sembuh-sembuh. Dan please jangan menyepelekan batuk, karena Bapak menyesal karena mengabaikan hal ini.
  • Batuk berdarah. Bapak mau melakukan medical check up setelah batuknya ada darahnya. Seperti biasa, Bapak tidak pernah bilang kepada kami dan Ibu dilarang untuk menceritakannya. Bapak takut merepotkan dan membuat khawatir anak-anaknya. Padahal tidak ada kamus repot, mengganggu untuk orang tua. Sama sekali tidak
  • Badan kurus dan mudah lelah. Bapak ditelepon pernah menceritakan berat badannya mencapai 50 kg. Sempat saingan dengan berat badanku, hehe. Tetapi berat badan beliau turun drastis menjadi 38 kg.
Kalau misalnya kita mengalami salah satu dari hal di atas, sebaiknya konsultasi kesehatan ke dokter sebagai upaya pencegahan. Yang menjadi kebiasaan kita, termasuk Bapak, baru berkunjung ke dokter setelah sakit karena merasa enggan dan merasa bahwa hal yang dirasakannya bukan hal yang serius. Padahal dengan konsultasi kesehatan dengan dokter, akan meminimalisir resiko sakit berlanjut.
Setelah didiagnosis TBC Paru, Bapak diberikan beberapa obat yang wajib diminum setiap hari selama 6 bulan dan tidak boleh lowong. Bahkan untuk memastikan agar tidak lupa, dari Rumah Sakit memberikan semacam cek list agar setiap selesai meminum obat, cek list tersebut dicentang. Memasuki hari keenam, kondisi Bapak kepayahan. Pengobatan TBC tersebut memiliki beberapa efek samping, yaitu :
  1. Mual dan muntah. Jadi pada minggu pertama pengobatan, nafsu makan bapak menurut sangat drastis.
  2. Air seni agak keruh. Warna air seni Bapak menjadi merah agak pekat.
  3. Nafsu makan berkurang. Akibat mual dan muntah sangat berpengaruh pada nafsu makan Bapak.
  4. Demam dan keluar keringat dingin. Keringat Bapak seperti bau obat dan kadang-kadang Bapak mengeluhkan dingin di sekujur tubuhnya.
  5. Berpengaruh pada kinerja liver. Setelah melakukan cek darah dan diperiksa di Laboratorium, fungsi liver Bapak agak terganggu hingga akhirnya Dokter memutuskan untuk menghentikan pengobatan. Kalau yang poin 5 ini setelah Bapak dirawat di Rumah Sakit.
Dalam kondisi tersebut, Bapak pasrah dan mau dibawa ke rumah sakit. Pada hari Minggu, 6 Maret 2016, Mas Jundi berinisiatif untuk membawa Bapak ke Rumah Sakit agar diinfus karena semua makanan yang masuk ke tubuh Bapak muntah. Padahal obat harus rutin untuk diminum setiap hari. Saya, Mas Joko, Mbak Era, Dio dan Dea sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Klaten. Mas Jundi tetap mengabarkan kondisi Bapak via telepon. Bapak tidak dirawat meskipun kami meminta Bapak untuk dirawat dan diinfus mengingat Bapak yang sering muntah dan kehilangan banyak cairan sementara obat harus tetap dikonsumsi. Dokter menjelaskan memang hal tersebut adalah efek dari obat. Dokter memberi saran agar memberi asupan apapun, tidak harus nasi, asalkan sedikit-sedikit bisa masuk. Selain itu juga menyarankan untuk minum air yang banyak agar tidak dehidrasi. Treatment tersebut sudah dilakukan tetapi Bapak mual dan muntah se. Tetapi Dokter tetap menjelaskan bahwa itu merupakan hal biasa yang merupakan reaksi obat. Kami agak kecewa dengan penjelasan tersebut dan akhirnya membawa Bapak pulang

Mas Jundi meminta Bapak dirawat karena kondisinya sudah kepayahan (mual dan mutah secara terus-terusan)
Hari Senin, 7 Maret 2016 kami sampai di Klaten. Saya langsung menuju ke kamar Bapak untuk salim dan menciumnya. Di sisi Bapak, ada Ibu yang memijat kaki dan tangannya. Saya langsung salim dengan Ibu dan memeluknya yang sedang menangis.

"Bapakmu muntah terus, wuk" Ibu masih tetap memijit.

Saya mengusap tangan Bapak yang sudah ringkih.

Oh iya, Ibu menyediakan kaleng bekas roti khong ghuan yang diisi pasir dan ditutup rapat di samping tempat tidur Bapak. Kaleng tersebut digunakan untuk meludah dan muntah Bapak. Bapak muntahnya air, jadi agar tidak keluar masuk ke kamar mandi, Ibu menyediakan itu untuk memudahkan Bapak dan membuangnya pas sore untuk digantikan kaleng yang baru. Salut buat Ibu! Saya bahkan tidak berpikir ke arah sana.

Siangnya kami berkemas untuk ke rumah sakit lagi. Kami membawa Bapak ke Rumah Sakit Chakra dibantu oleh bidan desa untuk pengurusan administrasinya. Melihat kondisi Bapak, Bu Bidan menganjurkan Bapak untuk diopname. Setelah masuk UGD dan diperiksa, ternyata kamarnya yang untuk 1 orang habis. Akhirnya kami kembali ke Rumah Sakit yang sebelumnya menangani Bapak. Jawaban pihak Rumah Sakit tetap sama seperti kemarin bahwa yang dialami Bapak itu wajar karena efek dari pengobatan TBC. Tetapi maksud kami sebenarnya ingin memulihkan kondisi Bapak dulu karena kalau dipaksakan juga tidak akan bagus. 

Setelah melakukan diskusi yang cukup lama, akhirnya Bapak melakukan beberapa tes kesehatan lagi untuk pengecekan fungsi livernya. Dari hasil tes tersebut fungsi livernya adalah 4x di atas normal (saya kurang paham bagaimana penghitungannya). Intinya, dari hasil tes tersebut, Bapak baru diijinkan untuk dirawat dan pengobatan TBC-nya distop dulu.

Saking jerihnya Bapak, tekanan darah yang biasanya hanya 90 atau 100, saat itu menjadi 160. Untuk suntikan infus saja suster harus berkali-kali memasukkan jarumnya. Baru di suntikan ketujuh, infus berhasil terpasang. Seperti anak kecil, Bapak minta diusap-usap tangannya agar sakitnya berkurang. Mendadak saya ingat masa kecil saya, saat Bapak melakukan hal yang sama ketika saya sakit.
Mengusap-usap tangan Bapak yang agak susah dipasang cairan infus karena saking takutnya
Bapak diopname selama 5 hari. Mas Agus, Mas Jundi, Mas Joko dan saya berjaga bergantian. Hanya Ibu yang keras kepala tidak mau pulang. Ia  tetap kukuh untuk menjaga Bapak siang-malam meskipun kondisinya sendiri tidak fit.

"Nyandhing Bapakmu, atiku wis ayem Wuk" sejak statement itu, saya tidak lagi memaksa Ibu pulang.
Ibu yang bersikukuh untuk menjaga Bapak dan tidak mau disuruh pulang, padahal Ibu juga sedang dalam kondisi tidak fit
Baru kali ini Bapak sakit dan hampir menyerah. Sebelumnya Bapak juga sempat dirawat, tetapi optimis dan semangat sembuh. Tetapi menghadapi TBC kali ini, beberapa kali Bapak mengeluhkan sakit yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Berarti memang Bapak sangat merasa kesakitan. Saat Bapak di Rumah Sakit, ada beberapa hal yang saya lakukan untuk tahu informasi tentang TBC Paru, yaitu :
  1. Konsultasi dokter saat visit pasien. Kadang kan ada dokter yang tidak memberikan informasi kalau tidak ditanya, dan dalam hal ini keluarga pasienlah yang harus aktif untuk bertanya tentang informasi tersebut. 
  2. Searching internet. Pengen banget nanya ini-itu kepada Dokter, tapi bingung apa yang mau ditanyakan. Membaca informasi lewat internet juga dapat menjadi referensi. Misalnya kenapa harus memeriksakan fungsi liver secara berkala. Reaksi obat TBC yang membuat pasien mual dan muntah, lalu bagaimana solusinya? 
  3. Sharing dengan teman yang pernah menderita TBC. Kabar sakitnya Bapak membuat saya banjir whatsapp yang menyakan kabar beliau. Ada salah satu teman saya yang sedang mengalami TBC juga dan sedang menjalani pengobatan. Dari obrolan tersebut kami sharing pengalamannya yang nantinya dapat saya terapkan untuk pengobatan Bapak. Pesan teman saya, untuk melalui pengobatan di 2 bulan pertama memang sangat berat dan diperlukan kesabaran untuk itu. Yes, this is sharing for caring!
Di hari ketiga Bapak dirawat di Rumah Sakit, beliau sudah lebih segar dari sebelumnya. Nafsu makan perlahan juga sudah berangsur pulih meskipun paling banyak hanya 5 suapan. Bapak masih mengeluh mual tetapi sudah tidak muntah. Bapak cerita kepada saya masih trauma dengan obat yang segambreng itu. Tetapi pengobatan itu tidak dapat ditawar dan wajib dilalui. Setelah berdiskusi dengan Mas-Mas dan Ipar, hal-hal ini yang kami lakukan untuk membuat Bapak lebih nyaman dalam melalui pengobatan TBC agar cepat sembuh, sehat dan pulih :
  • Menata ulang kamar. Di kamar Bapak, kami memutuskan untuk merenovasinya dengan menambahkan jendela agar pencahayaan dapat masuk ke kamar dan udara dapat bebas keluar masuk selain melalui ventilasi. Televisi juga kami pindah ke kamar agar Bapak lebih fleksibel menonton berita. Dan saat Bapak pulang dari rumah sakit, beliau suka dengan kamar "barunya".
  • Mengkondisikan Bapak untuk istirahat total. Namanya orangtua pasti bosan kan. Pengen ke sawah, pengen ngerjain ini-itu. Tetapi selama pengobatan ini, kami meminta Bapak untuk benar-benar istirahat dulu, baik fisik maupun pikirannya.
  • Memisahkan alat makan. Ini saran dari Dokter. Jadi alat makan dan minum Bapak dikasih nama agar tidak dipakai oleh anggota keluarga lainnya. Menurut Dokter, hal ini juga merupakan salah satu langkah pencegahan agar tidak tertular TBC.
  • Menjaga asupan makan Bapak agar staminanya dapat segera pulih 
Setelah 5 hari dirawat di Rumah Sakit dengan hasil tes kesehatan yang cukup bagus, Bapak akhirnya dibolehkan pulang dan diberi obat untuk 1 minggu ke depan. Dokter akan melihat kondisi Bapak untuk dapat dimulai pengobatan TBC lagi. 

Dukungan Keluarga yang Menguatkan

Awalnya Bapak takut sekali untuk memulai pengobatan TBC lagi. Takut muntah, takut mual dan segala ketakutan lain yang membayangi Bapak. Belum lagi harus disuntik untuk memeriksa fungsi liver apakah terganggu atau tidak dengan pengobatan tersebut. Tetapi saat kami sekeluarga dari anak, cucu, menantu dan istri menguatkan Bapak, beliau mulai optimis untuk menjalaninya. Karena pengobatan tersebut hukumnya wajib untuk dijalani (coba kalau sunah ya, masih mending :D).

Seminggu dengan skuad komplit, ada Ibu, semua anak, cucu dan menantu lengkap kecuali Mas Agus yang harus bolak balik Semarang-Klaten karena profesi Polisi ternyata susah buat ijin, membuat Bapak lebih bersemangat untuk melalui pengobatan ini. Salah satunya adalah disiplin minum obat yang semula agak enggan dilakukan. 

Sebagai penguatan kesembuhan Bapak, kami sekeluarga yang berada di sekelilingnya juga melakukan pencegahan agar tidak tertular, yaitu :
  1. Tidak menggunakan barang-barang Bapak seperti alat makan dan alat minum
  2. Menjaga stamina tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang kaya serat seperti sayur dan buah. Jangan sampai nanti Bapak sembuh, salah satu diantara kami malah masuk angin. heuheu
  3. Olahraga teratur. Alhamdulillah masih suka ikut senam. Kalau Iqbal dan Ihsan sering  Jundi. Nah, olahraga merupakan salah satu pencegahan yang harus diperjuangkan karena butuh konsistensi.
  4. Menggunakan masker. Penularan TBC melalui batuk dan dahak. Jadi kami menyediakan masker di rumah. Dipakai oleh Bapak juga saat batuknya menggigil dan berada di ruang terbuka.
Nah, pada Hari Kamis, 17 Maret 2016, Bapak kami bawa ke Rumah Sakit untuk kontrol. Waktu kontrol, Bapak dalam kondisi baik meskipun berat badannya turun 2kg menjadi 36kg. Seakan-akan Bapak sudah tidak takut lagi menghadapi jarum suntik karena di hari itu, beliau harus disuntik 3x. Yang pertama tes darah, yang kedua suntik untuk mengetahui apakah Bapak alergi terhadap obat tertentu dan yang ketiga adalah suntik untuk mengetahui fungsi livernya.

Dukungan kami untuk kesembuhan Bapak. Ini diambil sehari setelah Bapak keluar dari Rumah Sakit
Dari hasil kontrol tersebut, Bapak diberikan obat yang dosisnya di bawah dari obat yang dulu, mengingat berat badannya 36kg. Jadi, menurut keterangan Dokter, obat yang diberikan akan disesuaikan berdasarkan berat badan pasien. Dan untuk pengobatan kali ini tidak 6 bulan melainkan 8 bulan dan tidak boleh lowong seharipun. Belum lagi, Dokter memberikan obat untuk disuntikkan setiap pagi selama 56x (kurang lebih 2 bulan) dan gak boleh lowong juga. Untuk pertama, suntikan diberikan 16x setiap harinya dan akan dilihat apakah livernya kuat atau tidak (semoga kuat sampai akhir). Ada obat yang juga harus dikonsumsi Bapak yang jujur membuat saya meringis. Tetapi karena melihat semangat Bapak untuk sembuh, saya tidak berkomentar apa-apa kecuali mengeluarkan kalimat yang membuat Bapak selalu memancarkan semangat itu.

Setiap pagi ada perawat yang datang ke rumah untuk memberikan suntikan. Bapak mencoba serileks mungkin saat disuntik padahal saya yakin Bapak sedang melawan rasa takutnya terhadap jarum suntikan tersebut. Efeknya memang mual, tetapi tidak sehebat obat sebelumnya yang memberikan efek mual dan muntah secara terus-menerus.

Sekarang adalah hari ketiga pengobatan TBC Bapak melalui suntikan dan obat berupa pil. Ada PR buat kami yang kami lakukan secara bersama-sama, yaitu : Pertama, memberi semangat dan dukungan Bapak untuk sembuh dari TBC melalui serangkaian pengobatan. Kedua, melakukan pencegahan agar sakit Bapak tidak menular kepada kami khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini kami melakukan pengobatan dan pencegahan secara bersama-sama.
www.inharmonyclinic.com



20 komentar

  1. lengkap mba... semoga beruntung ya :)

    BalasHapus
  2. semoga ayah Mak Cahaya segera sembuh.. aamiin..

    salam kenal, Mak :)

    BalasHapus
  3. Bapak dan ibumu adalah pasangan yg sudah sulit untuk dipisahkan. Saling setia dan senantiasa berdua. Semoga bapak dan ibumu segera diberi kesembuhan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin amin amin. Makasih doanya Mbak Ade :)

      Hapus
  4. membacanya bikin haru, makasih sudah berbagi pengetahuan
    semoga si Ayah lekas sehat, aamiin

    BalasHapus
  5. Tetap semangat, salam buat bapak dan keluarga besar. :)

    BalasHapus
  6. Sebagai mantan perokok aktif dengan belasan batang setiap harinya saya jadi makin pingin periksa ke dokter paru-paru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu Bapak saya juga mantan perokok aktif Mas. Tapi udah lama banget pensiunnya. Konsultasi kesehatan berkala meskipun gak sakit bisa menjadi pilihan untuk pencegahan :)

      Hapus
  7. semoga bapakknya selalu sehat ya mba, cepet diangkat penyakitnya

    BalasHapus
  8. Cinta kasih dan support keluarga tercinta akan menjadi motivasi kesembuhan bapakya mba :)

    BalasHapus
  9. Luar biasa dukungan keluarga, itu yg utama membantu kesembuhan. Semangat utk sembuh karena merasa dibutuhkan

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)