Featured Slider

MEKANISME PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DI DIREKTORAT JENDRAL POLITIK, KEAMANAN DAN KEWILAYAHAN (POLKAMWIL) KEMENTRIAN LUAR NEGERI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kegiatan
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Banyak perguruan tinggi yang setiap tahunnya meluluskan mahasiswa-mahasiswanya, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pastinya ini menimbulkan persaingan tersendiri bagi lulusan perguruan tinggi untuk dapat memperoleh pekerjaan sementara jumlah lapangan pekerjaan terbatas. Disinilah peran masing-masing perguruan tinggi untuk menempa mahasiswanya, tidak hanya dengan teori-teori keilmuan tapi juga softskill yang dapat diterapkan langsung dalam kehidupan kerja nantinya.
Berawal dari hal tersebut, untuk mempersiapkan lulusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang disesuaikan dengan perkembangan zaman agar tercipta lulusan yang berkualitas, profesional dan sesuai dengan profesi hukum yang ideal, maka perlu adanya peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing yang dimiliki oleh setiap mahasiswa. Hal ini juga ditujukan untuk perbaikan hukum di Indonesia, sebagaimana telah diketahui bahwa law enforcement di Indonesia masih lemah. Jadi, diperlukan sistem pendidikan yang harus diwujudkan dengan baik untuk membekali mahasiswa dengan ilmu pengetahuan yang sifatnya teoritis dan praktis.
Salah satu upaya yang ditempuh untuk membentuk lulusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang berkompeten dan berdaya saing, baik di tingkat nasional maupun global adalah melalui pengalaman kerja dengan jalan terjun langsung ke dunia kerja. Langkah yang diambil oleh Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret adalah dengan Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) yang dilaksanakan di beberapa instansi yang bergerak di bidang hukum.
KMM lebih menekankan pada praktik yang terjadi di dunia kerja yang dapat dibandingkan dengan teori, sehingga memungkinkan munculnya suatu perbedaan antara praktik dengan teori yang telah diperoleh mahasiswa. Namun, hal ini dapat menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk melatih kemampuan berfikir mengenai adanya perbedaan antara praktik di dunia kerja dengan teori yang ada. Jadi, mahasiswa dapat menemukan solusi yang tepat guna menyelesaikan suatu permasalahan yang kemungkinan akan timbul yang didasarkan dari pengalaman magang tersebut. Adapun KMM di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret terdiri dari 2 macam, yang pertama adalah KMM yang sudah disediakan oleh fakultas dan mahasiswa dapat menginput secara online pada waktu yang telah ditentukan oleh fakultas. Kedua, adalah KMM Mandiri.
KMM sangat memerlukan kerja sama antara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret dengan institusi mitra. Dalam hal tersebut pihak Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret menempatkan mahasiswa magang di institusi mitra yang secara nyata bergerak di bidang hukum. Pada pelaksanaan KMM angkatan X, penulis memilih tempat KMM di Direktorat Jendral Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri (Kemlu). Banyak pekerjaan yang dilakukan di instansi tersebut, salah satunya adalah mekanisme pembuatan perjanjian internasional. Oleh karena itu, penulis akan mengulasnya dalam laporan magang yang berjudul “MEKANISME PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DI DIREKTORAT JENDRAL POLITIK, KEAMANAN DAN KEWILAYAHAN (POLKAMWIL) KEMENTRIAN LUAR NEGERI”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pengamatan penulis selama mengikuti KMM di Kemlu timbul beberapa hal yang menjadi praktik dunia kerja. Oleh karena itu, penulis dapat merumuskan masalah dari hasil pengamatan tersebut, yaitu :
1. Bagaimana struktur organisasi di Direktorat Jendral Politik , Keamanan dan Kewilayahan (Polkamwil) Kementrian Luar Negeri?
2. Bagaimana mekanisme pembuatan perjanjian internasional di Direktorat Jendral Politik, Keamanan dan Kewilayahan (Polkamwil) Kementrian Luar Negeri?

BAB II
METODE PENDEKATAN
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode pendekatan penelitian yang meliputi:
A. Lokasi dan lamanya Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi di Direktorat Jendral Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri. Lokasi ini dipilih karena penulis mendapatkan penempatan dari Gugus KMM di tempat tersebut. Selain itu juga karena adanya pertimbangann bahwa di Direktorat Jendral Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri dapat memperoleh bahan dan data yag sinkron dengan penulisan hokum yang disusun oleh penulis. Lamanya penelitian dilakukan selama 23 hari yaitu mulai tanggal 10 Januari 2011 sampaidengan 9 Februari 2011.
B. Sumber Data
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara dan pengamatan. Informan. Dalam hal ini, penulis mewawancarai dengan pegawai dan staff Direktorat Jendral Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri, yaitu Ibu Cindy Mairiyanti dan Ibu Mardhiah Ridha Muhammad.
b. Data sekunder yaitu data yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian.data sekunder dapat berupa kepustakaan, arsip dan dokumentasi
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung ke tempat penelitian yaitu di Direktorat Jendral Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri. Observasi dilakukan guna mengumpulkan data yang akan disusun secara sistematis untuk dianalisis lebih lanjut.
2. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data yang berfungsi untuk membuat deskripsi dan/ atau eksplorasi. Teknik pengumpulan data ini dengan cara penulis terjun langsung ke lokasi penelitian dengan tujuan memperolah data yang valid dan lengkap dengan cara mengadakan tanya jawab atau wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait seperti pegawai dan staff di Direktorat Jendral Hukum Perjanjian Internasional Direktur Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri
3. Studi Pustaka, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menginventarisasi dam mempelajari data tertulis yang diperoleh dari bahan pustaka atau dengan kata lain data yang sudah ada sebelumnya, seperti buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Maleong, 2001:103). Penulis akan menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002 :35). Tiga tahap tersebut adalah:
1. Reduksi data
Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
2. Penyajian data
Dari data yang telah dikumpulkan dan telah direduksi kemudian disajikan menjadi informasi yang selanjutnya menjadi bahan untuk penarikan kesimpulan yang meliputi berbagai jenis keterangan.
3. Menarik kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan.

BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI

A. Gambaran Umum Kementrian Luar Negeri
1. Sejarah Instansi
Kementrian Luar Negeri yang berkantor pusat di Jalan Taman Pejambon Nomor 6 Jakarta Pusat merypakan salah satu kementrian yang berdiri setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. untuk menjalankan tugas kenegaraan maka dibentuklah 13 kementrian, termasuk Kementrian Luar Negeri. Dasar spesifik Kementrian Luar Negeri adalah didasari kebutuhan diplomasi pasca kemerdekaan khususnya status Indonesia sebagai Negara yang berdaulat. Kebijakan umum pemerintah menegaskan bahwa penyelenggaran hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri merupakan salah satu komponen utama dalam memperjuangkan NKRI. Penegasan itu tercermin kebutuhan pengembangan wawasan ke-Indonesiaan, baik dalam konteks kewilayahan maupun kebangsaan. Pada tingkat pelaksanaan, efektifitas penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksaanaan politik luar negeri memerlukan sinergi dan keterlibatan diantara seluruh stake holders yang berwujud pada diplomasi total.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang pertama adalah Ahmad Subardjo, dan dibantu oleh tiga orang sukarelawan yang belum pernah mempelajari apalagi berpengalaman dalam bidang diplomasi. Dalam lima tahun pertama, Kementrian Luar Negeri tidak memiliki struktur organisasi dan pembagian kerja yang jelas. Pada masa ini Kementrian Luar Negeri hanya memiliki sub-sub bagian yang sangat sederhana, yaitu :
a. Sekretariat
b. Seksi Hubungan Masyarakat
c. Seksi Politik
d. Seksi Penerjemah
e. Seksi Tata Usaha
f. Seksi Penghubung
Namun pada perkembangannya seksi-seksi yang ada di Kementrian Luar Negeri berkembang menjadi semakin terarah. Dalam pernyataannya Menteri Luar Negeri, Ahmad Subardjo menegaskan bahwa pada fase awal kemerdekaan, Kementrian Luar Negeri menitikberatkan perjuangannya dalam perjuangan diplomatik kaitannya pada perjuangan pengakuan yuridis bangsa kepada dunia internasional. Sehingga wajar jika Kementrian Luar Negeri disebut komponen untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia dalam bidang diplomasi.
2. Visi dan Misi Kementrian Luar Negeri
Visi Kementrian Luar Negeri adalah “Melalui diplomasi total, ikut mewujudkan indonesia yang bersatu, aman, adil, demokratis dan sejahtera”, yang memiliki arti sebagai berikut :
a. Diplomasi total adalah instrumen dan cara yang digunakan dalam diplomasi yang melibatkan seluruh komponen stake holders dan memanfaatkan seluruh lini kekuatan bangsa (multi-track diplomacy).
b. Ikut mewujudkan adalah keinginan untuk merealisasikan dan menuntaskan gagasan, ide dan sesuatu yang Belem ada atau maíz berada di tengah jalan.
c. Indonesia yang bersatu adalah menggambarkan keinginan yang kyat untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Indonesia.
d. Aman, adil, demokratis dan sejahtera adalah konsep yang diberikan presiden indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, dengan tujuan bahwa diplomasi yang dilakukan oleh Kementrian Luar Negeri pada akhirnya dapat memberikan rasa aman, adil, demokratis dan lebih sejahtera bagi rakyat Indonesia.
Dalam upaya mencapai visi tersebut, Kementerian Luar Negeri telah menetapkan 9 (sembilan) misi yang akan dilaksanakan oleh seluruh Satuan Kerja selama kurun waktu 2010-2014 sebagai berikut:
a. Meningkatkan hubungan dan kerja sama bilateral dan regional di berbagai bidang untuk mencapai kepentingan nasional.
b. Memperkuat peran dan kepemimpinan Indonesia dalam kerja sama ASEAN, ikut mendorong proses integrasi Komunitas ASEAN 2015 yang memberikan manfaat bagi Indonesia yang mandiri, maju, bersatu, demokratis, aman, adil, makmur dan sejahtera.
c. Meningkatkan diplomasi multilateral untuk mencapai Indonesia yang lebih aman, damai, mandiri, maju, adil, makmur dan sejahtera.
d. Meningkatkan citra Indonesia melalui Diplomasi Publik.
e. Mengoptimalkan diplomasi melalui pemantapan instrumen Hukum dan Perjanjian Internasional, dalam rangka melindungi kepentingan nasional.
f. Meningkatkan pelayanan keprotokolan, kekonsuleran, fasilitas diplomatik dan perlindungan WNI/BHI di luar negeri yang cepat, ramah, mudah, transparan dan akuntabel.
g. Merumuskan kebijakan luar negeri dalam rangka pencapaian kepentingan nasional.
h. Meningkatkan pengawasan intern untuk mendorong terciptanya aparatur Kementerian Luar Negeri yang bersih dan tertib.
i. Meningkatkan manajemen Kementerian Luar Negeri yang transparan, akuntabel dan profesional untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan politik luar negeri.
B. Tugas Kementrian Luar Negeri
Tujuan pokok Kementrian Luar Negeri adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang politik dan hubungan luar negeri. Dalam hal ini Kementrian Luar Negeri merupakan koordinator hubungan luar negeri.
Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, ditetapkan bahwa Menteri Luar Negeri menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan dalam hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Hal yang sama juga dijelaskan dalam pasal 31 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi serta Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Kementrian Luar Negeri mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah bidang politik dan hubungan luar negeri.
C. Fungsi Kementrian Luar Negeri
Kementrian Luar Negeri menjalankan fungsinya seperti yang tertera pada pasal 32 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999, yang ditetapkan bahwa Kementrian Luar Negeri menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang polotik luar negeri;
2. Pelaksanaan urusan pemerintah sesuai dengan tugasnya;
3. Bertanggungjawab atas pengelolaan barang dan kekayaan negara;
4. Pengawasan atas pelaksanaan politik luar negeri Indonesia;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

D. Wewenang Kementrian Luar Negeri
Kewenangan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia meliputi :
1. Pelaksanaan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
2. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya
3. Penyusunan perjanjian dan persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara

Adapun ketentuan Kementrian Luar Negeri sesuai yang tertera dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi :
1. Pengaturan dan pelaksanaan hubungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan penerangan luar negeri;
2. Pengaturan keprotokoleran dan kekonsuleran.

E. Nilai-Nilai Kementrian Luar Negeri
Kementrian Luar Negeri memiliki nilai-nilai sebagai berikut :
1. Profesionalisme
Para pejabat Kementrian Luar Negeri adalah professional yang memiliki kemampuan melaksanakan tugas secara pro-aktif dan inovatif yang didasarkan atas keahlian dan keterampilan yang tepat, termasuk penguasaan bahasa asing dan pemahaman terhadap budaya setempat. Selain itu terkandung pula pengertian produktifitas, yakni kemmapuan menggabungkan pemanfaatan semaksimal mungkin semua sumber daya yang tersedia melalui proses tepat (efisiensi) sehingga membuahkan hasil yang paling memuaskan (efektifitas).
2. Moral dan Etika
Setiap pejabat Kementrian Luar Negeri menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika berdasarkan Pencasila, UUD 1945 dan agama.
3. Kemitraan
Pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri RI membutuhkan kerjasama dan dukungan berbagai keahlian dari berbagai unit Kementrian Luar Negeri maupun isntansi lainnya serta lembaga swadaya masyarakat sebagai mitra sejajar. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi harus mendapat prioritas yang tinggi. Perbedaaan-perbedaan pendapat dan pandangan merupakan hal yang positif yang harus dinyatakan secara terbuka dan konstruktif dalam rangka memperkuat formulasi dan pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri.
4. Disiplin, Dedikasi dan Loyalitas
Pegawai Kementrian Luar Negeri melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan disiplin dan dedikasi yang tinggi serta setia kepada organisasi, atasan dan rekan-rekan kerja lainnya.
5. Integritas
Kepribadian yang jujur, arif, terpercaya serta teguh dalam pendirian.
6. Orientasi pelayanan
Untuk memajukan kepentingan negara dan warga negara Indonesia di dalam dan di luar negeri, setiap pejabat Kementrian Luar Negeri wajib memberikan
7. Transparansi
Setiap proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya harus dilakukan secara terbuka dapat dipertanggungjawabkan baik secara intern organisasi maupun kepada masyarakat luas sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial.
8. Akuntabel
Hasil kinerja yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang mempunyai wewenang meminta pertanggungjawaban.
9. Jiwa Kejuangan Tinggi
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang diplomasi Indonesia yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan nasional
10. Keahlian
Memiliki pengetahuan dan ketrampilan berdiplomasi, pengalaman internasional dan kemampuan manajerial dalam rangka memainkan peranan Indonesia dalam hubungan internasional
11. Asas Manfaat
Seluruh kegiatan dan hasil-hasilnya diperhitungkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan atau misi organisasi dalam rangka memberikan sumbangan yang semaksimal mungkin untuk kepentingan nasional

F. Peraturan terkait Kemlu
Ada 5 peraturan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Luar Negeri yakni:
a. UU No. 1 Tahun 1982 tentang pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations concerning Acquisition of Nationality, 1961) dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Consular Relation concerning Acquisition of Nationality, 1963)
b. UU No. 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan mengenai Misi Khusus (Convention on Special Missions, New York 1969)
c. UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
d. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
e. Keppres 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Pembentukan Direktorat Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional
Departemen Luar Negeri terdiri dari :
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika;
c. Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa;
d. Direktorat Jenderal Kerja Sama Asean;
e. Direktorat Jenderal Multilateral;
f. Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik;
g. Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional;
h. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler;
i. Inspektorat Jenderal;
j. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan;
k. Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan KEAMANAN;
l. Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya;
m. Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan;
n. Staf Ahli Bidang Manajemen.
Direktorat Jendral (Dirjen) Hukum dan Perjanjian Internasional adalah satuan Kerja (Satker) yang baru di Kementrian Luar Negeri (Kemlu). Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional yang dibentuk pada tahun 2005, berdasarkan Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tahun 2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, merupakan bagian dari proses restrukturisasi organisasi Kemlu (sebelumnya departemen luar negeri) yang telah berlangsung sejak tahun 2002.
Tugas dan fungsi Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional berkembang sesuai dengan peningkatan peran Kemlu dalam menangani masalah-masalah hukum internasional dan implikasinya terhadap kepentingan nasional dan politik luar negeri. Sejak berdirinya Kemlu beberapa hari setelah proklamasi kemerdekaan RI, penanganan masalah hukum internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dilakukan pemerintah RI secara kasus per kasus tanpa pedoman hukum yang jelas. Acuan sebagaimana termuat dalam Surat Presiden 2826/HK/1960 lebih bersifat sebagai komunikasi presiden RI ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai satu aspek hukum internasional saja yakni ratifikasi perjanjian internasional.
Ditinjau dari sisi hukum dan kelembagaan, peran Kemlu dalam pelaksanaan ketentuan hukum internasional mengalami dinamika seiring dengan perubahan susunan organisasi sebagai bagian dari upaya benah diri Kemlu dan diungkapkannya UU nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dan UU nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional.
Sebelum tahun 2005, tugas dan fungsi yang terkait hukum dilaksanakan oleh Biro hukum dan organisasi pada Sekretariat Jendral. Adapun tugas dan fungsi terkait perjanjian internasional pada Ditjen Politik hingga tahun 2002 dan dilanjutkan dengan pengembangan direktorat tersebut menjadi Direktorat Politik Keamanan dan Kewilayahan, dan Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya yang berada dalam struktur Ditjen Informasi, Diplomasi Publik, dan Perjanjian Internasional (IDPPI) selama kurun waktu 2002-2005. diakui hal ini sebagai anomali dan bersifat temporer.
Pembentukan Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional pada tahun 2005 memadukan kedua direktorat di sampingBiro hukum dan organisasi yang berubah nomenklaturnya menjadi direktorat hukum.dengan demikian, struktur organisasi ditjen hukum dan perjanjian internasional terdiri dari tiga direktorat dan satu sekretariat ditjen yang mendukung administrasi dan kegiatan operasional ketiga unit tersebut. Suatu struktur yang ramping dan faktanya paling kecil di Kemlu.
Pembentukan Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional merupakan konsekuensi logis restrukturisasi organisasi Kemlu serta sesuai dengan perkembangan situasi politik dan hukum nasional. Sejak awalnya, restrukturisasi organisasi cikal bakal Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional telah dituntut untuk memberikan pedoman, pandangan dan kepemimpinan dalam penanganan masalah-masalah hukum internasional dalam polugri. Dalam hal ini Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional diharapkan kembali merevitalisasi peran Kemlu sebagai koordinator penyelenggaraan hubungan luar negeri, khususnya dalam mengawal kecenderungan baru kerjasama internasional yang dilakukan berbagai pelaku kepentingan termasuk pemerintah daerah.
Dalam struktur organisasi Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Eddy Pratomo telah diangkat sebagai Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional pertama dan mengemban tugas untuk periode 2008-2010, amanat sebagai Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional oleh Arif Havas Oegroseno, sebelumnya Direktur Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan dari tahun 2003-2008.
Tugas dan Fungsi :
Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional mengemban tugas perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi di bidang hukum dan perjanjian Internasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan perumusan kebijakan Kemlu di bidang hukum dan perjanjian internasional;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan perjanjian internasional;
c. perundingan yang berkaitan dengan pembuatan perjanjian bilateral, regional, dan multilateral di bidang ekonomi, sosial budaya, keamanan dan kewilayahan;
d. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan kewilayahan;
e. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang hukum dan perjanjian internasional.
f. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; pelaksanaan administrasi Direktorat Jendral
Berdasarkan peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 tahun 2005 tentangOrganisasi dan tata kerja Departemen Luar Negeri, pasal 730, susunan organisasi Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional terdiri dari :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional;
Sekretariat Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penyusunan rencana dan program kerja; penyusunan data dan kertas kerja; administrasi kepegawaian , keuangan, perlengkapan, tata usaha, rumah tangga, dokumentasi dan statistik kegiatan Ditjen.
Selain melakukan tugas utama tersebut, Sekretariat Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional juga memberikan dukungan teknis dan substantif bagi direktorat terkait di lingkungan Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, khususnya terkait dengan penyusunan dan pelaksanaan anggaran serta perbantuan pada aspek substansi sesuai kebutuhan dan kompetensi yang dimiliki. Sekretariat Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional sering mendapatkan tugas memimpin perundingan substantif apabila keperluan tugas membutuhkannya.
b. Direktorat Hukum;
Direktorat Hukum melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan hukum, pengkajian produk hukum, sosialisasi, dan publikasi produk hukum yang terkait dengan Kemlu dan Perwakilan RI. Direktorat Hukum berperan dalam memberikan bantuan litigasi dan pendampingan hukum bagi Kemlu baik di lingkup pusat maupun di perwakilan khususnya dalam menangani berbagai kasus yang memiliki dimensi hukum.
Direktorat Hukum juga memiliki kompetensi dalam membahas beberapa jenis perjanjian internasional, diantaranya perjanjian kerjasama bebas visa bagi pemegang paspor diplomatik daRI dengan pemerintah negara-negara sahabat.

c. Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan;
Direktorat Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan melaksanakan tugas dan fungsi dalam pembuatan perjanjian internasional di bidang politik, kemanan, dan kewilayahan. Direktorat Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan berperan dalam memberikan pendapat hukum terhadap persoalan hukum internasional melaksanakan perundingan, proses pengesahan, pemberlakuan perjanjian dan penyelesaian sengketa atas perjanjian internasional di bidang politik, keamanan, dan kewilayahan Direktorat Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan juga menyusun standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pembuatan perjanjian internasional di bidang politik, keamanan, dan kewilayahan
d. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya.
Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pembuatan perjanjian internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta dalam pengelolaan naskah perjanjian internasional. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya berperan dalam memberikan pendapat hukum terhadap persoalan hukum internasional, melaksanakan perundingan, proses pengesahan, pemberlakuan perjanjian dan penyelesaian sengketa atas perjanjian internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya juga menyusun standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan perjanjian internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta melakukan pengelolaan naskah perjanjian dan hukum internasional.
2. Mekanisme Pembuatan Perjanjian Internasional
Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum
publik.
Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional
dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional, atau
subjek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan; dan para
pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan
iktikad baik. Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana
untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan
konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri. Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan
perjanjian internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi
Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman
delegasi Republik Indonesia.
Tahap pembuatan perjanjian internasional :
Penjajakan : merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak
yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian
internasional. Perundingan : merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional. Perumusan Naskah : merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.
Penerimaan : merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah
dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan
bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat
disebut "Penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan
inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua
delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses
penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan
pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian
internasional.
Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral
untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah
disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral,
penanda-tanganan perjanjian internasional bukan merupakan
pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap
perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan
(ratification/accession/-acceptance/approval).
Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan
tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau
mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan Surat
Kuasa. Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan,
dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional,
memerlukan Surat Kepercayaan. Surat Kuasa dapat diberikan secara terpisah atau disatukan dengan Surat Kepercayaan, sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam suatu perjanjian internasional atau pertemuan internasional.
Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut
kerja sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah
berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga
negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, dilakukan tanpa memerlukan Surat Kuasa.
Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan
dan/atau pernyataan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian
internasional dan pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat
penandatanganan perjanjian internasional harus ditegaskan kembali
pada saat pengesahan perjanjian tersebut. Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian internasional.
B. PEMBAHASAN
1. Struktur Organisasi di Direktorat Jendral Politik , Keamanan dan Kewilayahan (Polkamwil) Kementrian Luar Negeri
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional terdiri dari:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional;
b. Direktorat Hukum;
c. Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan;
d. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya.
Direktorat Jendral Politik, Kemanan dan Kewilayahan berada di bawah Direktorat Jendral Hukum Perjanjian Internasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam skema bagan gambar 1.
Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional di bidang perjanjian politik dan keamanan, kewilayahan, dan kelautan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 770 Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor 02/A/OT/VIII/2005/01 TAHUN 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri, Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan menyelenggarakan fungsi:
a. pemberian pendapat hukum dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri serta pendapat hukum terhadap persoalan – persoalan hukum internasional di bidang politik dan keamanan, kewilayahan, dan kelautan;
b. koordinasi dan pelaksanaan perundingan yang berkaitan dengan pembuatan perjanjian bilateral, regional, dan multilateral di bidang politik dan keamanan, kewilayahan, dan kelautan;
c. koordinasi dan pelaksanaan ratifikasi, penerapan hukum,
d. penyelesaian sengketa hukum, dan perjanjian internasional di bidang politik dan keamanan, kewilayahan, dan kelautan;
e. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi pembuatanperjanjian internasional di bidang politik dan keamanan kewilayahan, dan kelautan;
f. pelaksanaan administrasi direktorat.

Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan terdiri dari:
a. Subdirektorat Perjanjian Politik dan Keamanan;
Subdirektorat Perjanjian Politik dan Keamanan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan di bidang politik dan keamanan, kemanusiaan dan hak asasi manusia (HAM) serta kejahatan transnasional dan ekstradisi.
b. Subdirektorat Perjanjian Kewilayahan;
Subdirektorat Perjanjian Kewilayahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan di bidang kewilayahan dalam hal perbatasan darat, perbatasan maritim, hukum udara, dan kerja sama perbatasan.
c. Subdirektorat Perjanjian Kelautan;
Subdirektorat Perjanjian Kelautan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan di bidang hukum laut internasional dalam hal penegakan kedaulatan di laut, organisasi kelautan internasional, dan kerja sama pemanfaatan sumber daya laut.
d. Subbagian Tata Usaha.
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan dan kerumahtanggaan direktorat.


Adapun struktur organisasi di Direktorat Jendral Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kementrian Luar Negeri adalah sebagai berikut :
Direktur Direktorat Polkamwil : Rachmad Budiman
Sub-Direktorat Polkamwil
Kepala Sub-Direktorat : Mirza Nur Hidayat
Kepala Seksi Hukum Politik dan Kemanan : Rizal R. Wirakara
Kepala Seksi Hukum dan Kemanusiaan dan HAM : -
Kepala Seksi Hukum dan Kejahatan Transnasional dan Ekstradisi : Indra Rosandri
Fungsional Diplomat : - Lily Savitri
- Rangga Y. Nagara
- Rike Wijayanti
- Abdul kadir Jaelany
- Dumas Amali Radityo
- Cahyo Rahadyan
- Nia Padmasari
Sub-Direktorat Perjanjian Kewilayahan
Kepala subdirektorat : H.A Wiwoho : H. A Ibnu Wiwoho Wahyuutomo
Kepala Seksi Hukum Udara : Cindy Mairayanti
Fungsional Diplomat : - Irwan Datulangi
- Ricky Suhendar
- Monica Nilasari
- Madhiah Ridha Muhammad
- Muhammad Taufan
- Faiez Maulana
- Haryo B. Nugroho
Sub-Direktorat Perjanjian Kelautan
Kepala Sub-Direktorat : Bebeb A.K.N Djundjunan
Fungsional Diplomat : - Adam Mulawarman
- Reni Meirina
- Arie Poluzzi
- Rayyanul R. Pangadji
- Rama Anom Kurniawan
- Setya Harjianto
Sub-Bagian Tata Usaha
Kepala Sub-Direktorat : R. Riyanto Tri Wibowo
Bagian Kepegawaian/ Arsiparis : Tri Wahono
Bagian Persuratan : Madi
Bagian Perlengkapan : Djalil Achmad
Sekretaris Direktur : Eko Komariyah
Sekretaris Direktur Jenderal : Raden Herlina
Secara lebih jelas, struktur organisasi Direktorat Jendral Politik, Kemanan dan Kewilayahan dapat dilihat pada skema gambar 2.

2. Mekanisme Pembuatan Perjanjian Internasional di Direktorat Jendral Politik, Keamanan dan Kewilayahan (Polkamwil) Kementrian Luar Negeri
Petunjuk pelaksana pembuatan perjanjian internasional di Direktorat Jendral Politik, Keamanan dan Kewilayahan (Polkamwil) Kementrian Luar Negeri merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Nomor 2000 tentang Perjanjian Internasional. Adapun nekanisme pembuatan perjanjian internasional tersebut adalah sebagai berikut :
a. Lembaga negara, lembaga pemerintah, lembaga pemerintah non departemen (LPND), dan pemerintah daerah dapat menjadi Lembaga Pemrakarsa dalam suatu pembuatan perjanjian internasional;
b. Pasal 5 ayat (1) UUPI menyatakan bahwa Lembaga Pemrakarsa diharuskan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) dan/atau unit regional atau multilateral di Kemlu;
c. Mekanisme konsultasi dan kooordinasi tersebut dapat dilakukan melalu :
1) surat menyurat antara lembaga pemrakarsa, Kemlu dan instansi terkait;dan
2) rapat interdep antara lembaga pemrakarsa, Kemlu dan instansi tekait lainnya;
d. Surat menyurat dan rapat interdep antara lembaga pemrakarsa, Kemlu dan instansi terkait lainnya akan menghasilkan draft dan/atau couterdraft perjanjian internasional dan pedoman delegasi Republik Indonesia. Pedoman delegasi RI dapat berupa hasil-hasil keputusan rapat interdept;
e. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah dan penerimaan/pemarafan. Ke semua tahap tersebut dilakukan dengan tahap memperhatikan mekanisme konsultasi dan koordinasi (butir 3 (1) dan (2)). Pada tahapan-tahapan ini pihak Indonesia dan pihak counterpart menyusun draft dan counterdraft perjanjian internasional
f. Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini adalah suatu draft final perjanjian internasional yang jika diperlukan, diparaf oleh para pihak sebelum ditandatangani.
g. Pembuatan perjanjian internasional
1) penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa (pasal 7 ayat 5)
2) Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan
tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (pasal 7 ayat 1)
Pada perundingan multilateral, dalam ”rules of procedures” mensyaratkan adanya surat kepercayaan credentials (pasal 7 ayat 1) bagi delegasi yang menghadiri perundingan tersebut, maka instansi pemrakarsa mengajukan permintaan kepada Kemlu untuk menerbitkan surat kepercayaan dengan melampirkan nama, jabatan dan kedudukan pejabat dalam susunan pejabat tersebut. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh pemerintah RI;
h. Bila secara substansi (draft final PI) dan prosedural (full powers) telah selesai, maka perjanjian internasional tersebut dapat ditandatangani oleh kedua pihak;
i. Pemberlakuan Perjanjian Internasional
1) perjanjian internasional yang berlaku setelah dilakukan penandatanganan, atau perjanjian internasional tersebut berlaku setelah pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik (pasal 15 ayat 1),
2) Ratifikasi perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik
Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian
internasional tersebut (pasal 9 ayat 1) dan dilakukan dengan Undang-undang atau Keputusan Presiden (pasal 9 ayat 2);
Syarat-syarat ratifikasi perjanjian internasional (sesuai pasal 12) adalah :
a) lembaga pemrakarsa diharuskan untuk menyiapkan salinan naskah perjanjian sebanyak 45 buah, salinan terjemahan dalam bahasa indonesia (hanya bila PI tersebut tidak dinyatakan dalam bahasa indonesia) sebanyak 45 buah, 1 buah Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Perpres tentang pengesahan dan 1 buah Naskah Akademis (untuk PI yang diratifikasi oleh Undang-Undang) atau naskah penjelasan (untuk PI yang diratifikasi oleh pepres)
b) lembaga pemrakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-Undang/Perpres dengan instansi terkait
c) pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Menteri Luar Negeri kepada Presiden.
j. Ratifikasi
1) suatu perjanjian internasional harus diratifikasi dengan Undang-Undang apabila (pasal 11 UUD 1945 jo. Pasal 10 UUPI) : menimbulkan akibat yang luas dan mendasarbagi kehidupan rakyat yang terkait beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang. Pengesahan perjanjian internasioanl dilakukan melalui Undang-Undang apabila berkenaan dengan :
a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
c) kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e) pembentukan kaidah hukum baru;
f) pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan perjanjian internasional tersebut dengan melalui prolegnas maupun non-prolegnas (sesuai dengan pengaturan pada UU nomor 10 tahun 200, Perpres No 61 tahun 2005 dan Perores No 68 tahun 2005)
2) pengesahan perjanjian internacional yang materinyatidak termasuk materi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UUPI dilakukan dengan peraturan presiden antara lain : perjanjian di bidang iptek, ekonomi, teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, penghindaran pajak berganda, perlindungan penanaman modal dan perjanjian bersifat teknis (penjelasan pasal 11 ayat 1)
k. Ratifikasi dilaksanakan baik melalui UU maupun Perores; estela diratifikasi, Menlu cq. Direktorat Perjanjian Ekososbuud akan melakukan Notifikasi/pemberitahuan lepada pihak counterpart (untuk perjanjian bilateral) atau menyampaikan instrument of ratification/accesión lepada lembaga depositary (untuk perjanjian multilateral) bahwa pemerintah Indonesia telah menyelesaikan prosedur internalnya bagi berlakunya perjanjian internacional tersebut;
l. Perjanjian internasional yang telah ditandantangani oleh pemerintah Republik Indonesia bberdasarkan pasal 17 UUPI harus disimpan di treaty room pada Direktorat Perjanjian Ekososbud Menlu. Salinan naskah perjanjian akan didaftarkan pada Sekjen PBB sesuai pasal 102 Piagam PBB.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Direktorat Jendral Politik Keamanan dan Kewilayahan berada di bawah naungan Direktorat Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional. Adapaun dalam Dirjen Polkamwil dipimpin oleh seorang direktur dan dalam Dirjen tersebut terdiri dari Sub Bagian, yaitu : Sub-Direktorat Polkamwil, Sub-Direktorat Perjanjian Kewilayahan, Sub-Direktorat Perjanjian Kelautan dan Sub-Bagian Tata Usaha. Masing-masing sub bagian memiliki pimpinan dan staf-staf yang menjalankan kinerja di Dirjen Polkamwil Kemlu.
2. Mekanisme pembuatan perjanjian Internasional di Direktorat Jendral Polkamwil Kemlu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

B. Saran
1. Seharusnya ada pembagian tugas yang jelas, mengingat ada struktur organisasi yang masih kosong dan staff yang merangkap kerja di Dirjen Polkamwil Kemlu sehingga kinerjanya tidak overleaping dan berjalan secara efektif.
2. Seyogyanya dalam melakukan perjanjian internasional lebih menekankan pada kepentingan nasional, sehingga tercapai kesepakatan-kesepakatan yang menimbulkan win-win solutions apabila perjanjian tersebut terkait dengan sengketa internasional antara indonesia dengan negara lain.









Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)