Featured Slider

Bandung On Vacation

Aku masih bertanya-tanya tentang makna cuti bersama  itu apa? Apakah semuanya diliburkan, karyawan, buruh, anak sekolah, presiden dan segala yang berhubungan dengan employee juga merasakan itu. Kamis hari libur Tahun baru Islam, harusnya Juma’at merupakan hari biasa untuk melakukan aktifitas kerja. Ternyata cuti bersama. Yah, dengan kata lain Harpitnas kan? Hari Kejepit Nasional. “4 hari libur pada mau maen kemana?”, Yoko menawarkan diri.“Bandung aja ya”, aku nyahut.“Okeeee”, fix.

Dari dulu aku berniat mengajak anak-anak liburan ke taman safari, ragunan, tapi ada saja halangannya. Bandung, hanya sekali tawaran langsung jadi. Memang rencana mendadak terkadang lebih ampuh realisasinya daripada rencana yang sudah disusun jauh-jauh hari. Meskipun tidak menafikkan kalau rencana lebih matang akan jauh lebih bagus.
Bandung On Vacation. Hari libur agak apanjang seperti ini, Bandung dan Bogor menjadi serbuan masyarakat Jakarta untuk berlibur. Jalanan macet kayak kura-kura jalan. Biasanya waktu tempuh 1-2 jam perjalanan berubah menjadi 3-4 jam di jalan persis konvoy. Kami Berangkat ber-6, Bapak Mamanya Dio-Dea, Pengasuh Dea, Dio dan Aku. Awalnya aku percaya statement Tri—Pengasuh Dea, kalau dia nggak mabuk kendaraan, dan memang selama perjalanan ke Bandung, dia lancar dengan menggunakan angin alam (jendela dibuka), dari Depok-Bandung. Tapi, waktu perjalanan di tempat saudara menuju Lembang yang juga macetnya minta ampun, harusnya perjalanan 40 menit dari rumah menjadi 3 jam, Tri mengeluarkan semua yang ada di perutnya tanpa sisa, sampai-sampai dia tidak mau makan karena takut muntah di perjalanan. “Mbak, kok gak sampai-sampai sih?”, di perjalanan hanya perkataan itu yang terlontar darinya. Entah sudah beberapa kali aku menjawab "Macet, sabar ya".
Jadi, di perjalanan, aku ngurus 3 orang sekaligus, Dea-Dio ditambah Tri. Karena aku bekas pemabuk kendaraan, aku memakluminya bahwa sekarang dia benar-benar menderita, dan kalau boleh memilih, pasti dia sudah lompat keluar mobil dan jalan kaki mengikuti dari belakang. Tapi sayangnya tidak ada opsi demikian.

Lembang
Aku suka tempat ini, semi dingin dan menjangkau buat semua kalangan. Jadi semua kebagian senengnya kecuali Tri yang masih mual dan memutuskan gak mau ngapa-ngapain. Ada taman bermain, kuliner tahu susu yang terkenal di daerah itu (Tahu susu bentuknya kayak tahu sumedang tapi lebih empuk karena proses pembuatannya dari susu), ada kebun strawberry. 

Ada area yang menarik perhatianku, dan ini yang membuatku tidak menyesal memutuskan ke Bandung. Flying fork sama Tampolin. Area itu juga ada kebun strawberry nya kayak tadi, tetapi areanya lebih luas. Setiap permainan berbayar 15rb, all games. Saat menaiki arena flying fork, aku menaiki tangga yang agak curam. Seperti menaiki rumah pohon tingkat. Dan saat aku naik diatas, aku bisa melihat kebawah dengan leluasa, menerawang lebih jauh, gunung berjajar, kabut dingin, strawberry yang siap petik, lalu lalang manusia yang Nampak kecil, air yang begitu bening. Semuanya disajikan seperti frame fantastis sore itu.
Like Flying on the sky

Aku mengenakan tali dan pengaman yang diikat-ikat ke badan sebelum benar-benar dijatuhkan dan terbang. Masnya menghitung dengan hitungan mundur. 1…..2….3, dia mengehempaskanku kuat-kuat. Rasanya memang benar-benar terbang seperti namanya, fling fork.
Selanjutnya, Tampolin (kalo gak salah nyebut). Kita ditarik kebawah, dihempaskan ke atas dan dibiarkan benar-benar terlempar ke bawah. Hampir mirip fling fork¸ tapi tampolin lebih berdesir. Karena kita mebenar terjarasakan kayak terjun tanpa payung. Dihempas-hempaskan ke atas lalu terjun bebas. Sebelum naik, Masnya menanyakan berat badanku, mungkin untuk menyesuaikan ketinggian saat aku terpelanting ke atas udara. Semakin kalian berani, semakin petugasnya geram untuk menarik tali ke bawah sehingga kita akan jauh terpelanting keatas dan bebas terjun ke bawah. Saat terjun ke bawah itulah kamu akan merasakan sensasi tampolin. Selain itu, ketika berada di atas, seperti ada yang manarik ke bawah untuk turun, karena memang kita diikat memakai tali lentur yang dikaitkan di setiap sudutnya. Tampolin mengakhiri hari pertama vacation kami.

Tampolin
Pasar Baru

Hari kedua dan terakhir, aku ke Pasar Baru. Seperti pasar biasa, menjajakan kain, batik, tas, sepatu, baju, sepatu dll. Kalo Solo punya Klewer. Jogja punya Bringharjo. Jakarta punya Tanah Abang.
Kalau hari libur kayak gini, Bandung kayak lautan mobil, kanan-kiri, depan-belakang berjajal mobil berplat B. Ada yang hanya sekedar kuliner, belanja ataupun liburan. Kuliner yang menjadi referensi ; Bakso Enggal, Mie Akung—yang belum sempat ngicipin Cuma sekedar diiming-imingin. “Mbak, harusnya kemarin datangnya pagi. Kita bisa ke Walini, ada tempat pemandian air panas, flying fork  nya juga keren”, “Liburan selanjutnya kita agendakan kesana!”, jawabku mantap.

Baju, blouse, celana
Tas impor, Kw 1-2-3 dst
Perlengkapan dan oleh-oleh haji
***
“Aku besok di rumah aja, gak mau ikut-ikut lagi. Kapok”, Tri mengemas barang-barang.
“Minum obat ini 2 tablet (diminum 2 jam sebelum perjalanan), gak usah mikir kalo kamu bakal mabuk, aku yakin nanti pas pulang kamu gak mabuk kalo udha ngikutin saranku”
“Dua Mbak???”, Dia memastikan.
“Iya”, Jawabku mantap.

NB : dulu aku juga pernah mabuk kendaraan, mungkin 3 tahun terakhir sudah mulai terbiasa dengan bis, mobil dll. karena selama 20 tahun, aku selalu melawan ketakutanku sendiri, hingga aku mulai terbiasa karena membiasakan.

Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)