Aku
masih punya 4 orang keponakan batita. Khansa, Dio, Saka dan Deandra. Khansa dan
Dio 2,5 th dan mereka hanya terpaut seminggu. Saka hampir 2 th dan Deandra
1,5th. Dio, Khansa dan Saka udah lari-larian kemana mana, Deandra masih
takut-takut untuk berjalan sendiri. Entah mengapa, tetapi saat Deandra hendak
jalan meraih sesuatu, dia selalu mencari tangan seseorang di sampingnya untuk
pegangan. Selanjutnya, dia bisa lari kemanapun dengan pegangan itu. Yah, dia
butuh keberanian untuk menapakkan kaki sendiri.
Uniknya,
keempat batita itu sedang menyempurnakan bicaranya. Ibarat kita yang sedang
belajar bahasa inggris sebagai pemula, pronouncation
nya masih kadang-kadang salah meskipun lawan bicara kita (sesame Indonesia) tau
maksud ucapan kita apa. Batita pun begitu, mereka hendak mengucapkan sesuatu,
meskipun belum sempurnya bahasanya, tetapi orang-orang di sampingnya tau apa
maksud mereka.
Nah,
Khansa sudah banyak kosakatanya, meskipun ada beberapa kata yang kurang
sempurna pengucapannya tetapi kami mengerti. Sudah bisa berbicara lebih dari 5
sylabels, “Bulik, jaketmu ketinggalan, yagi (lagi-Red) dipake Uti (eyangnya)”,
jadi dia sudah bisa diajak ngobrol tentang topic tertentu.
Nah
Dio, Saka juga special. Mereka selalu memperhatikan lawan bicaranya, dan mereka
meskipun belum sefasih Khansa yang mengucapkan lebih dari 5 sylabel.
“Bulik nanah (Kemana-Red)”, jadi mereka masih berbicara sepengahuan mereka. Meskipun kita mengerti, jawablah yang sebenarnya, jangan mengikuti logat mereka.
Misalnya “Dio mau tutu (Susu-Red) ?. karena hal itu akan semakin menyusahkan mereka untuk melafalkan kata dengan sempurna. Tanya saja, “Dio mau susu?”, begitu.
“Bulik nanah (Kemana-Red)”, jadi mereka masih berbicara sepengahuan mereka. Meskipun kita mengerti, jawablah yang sebenarnya, jangan mengikuti logat mereka.
Misalnya “Dio mau tutu (Susu-Red) ?. karena hal itu akan semakin menyusahkan mereka untuk melafalkan kata dengan sempurna. Tanya saja, “Dio mau susu?”, begitu.
Satu
hal lagi, pengalaman kami, karena Dio dan Deandara diserahkan ke pengasuh, ada
pola asuh yang ternyata menyulitkan mereka untuk belajar mengetahui benda,
hewan atau apapun di sekelilingnya, sehingga itu berpengaruh terhadap proses
mereka dalam berbicara. Misal :
Saat
melihat ayam, pengasuhnya memberitahu Dio, “Itu kookk Dio”, sampai sekarang
kami kesulitan untuk mengubah pengetahuan itu, karena setiap melihat ayam, Dio
selalu menunjuk-nunjuk sambil bilang Ook. Ada lagi beberapa kata lain yang
sampai sekarang masih sulit untuk mengubahnya, karena sejak kecil dia
ditanamkan pengertian yang salah meskipun pada awalnya niatnya baik, agar dia
lebih mengerti nama benda itu apa. Kucing menjadi meong, kambing menjadi embek,
sapi menjadi hemoooooo.
Padahal seharusnya, “Itu Ayam, Dio, bunyinya kokok. Nah kalo yang itu kambing, bunyinya embek. Etc”
Padahal seharusnya, “Itu Ayam, Dio, bunyinya kokok. Nah kalo yang itu kambing, bunyinya embek. Etc”
Sebagai
penutup, saat ini banyak metode-metode untuk memudahkan batita dalam belajar
memperbanyak kosakata bicaranya. Karena aku pake android (ini bukan iklan :p),
ada aplikasi-aplikasi untuk anak kecil, “Buah”, “Hewan”, “Berhitung” dll yang
disertai pengucapan fasih. Hal tersebut bisa membantu mereka karena packagingny lebih menarik perhatian
mereka, belajar sambil bermain. Eh salah, bermain sambil belajar.
Ini
pengalaman pribadi saya, bisa jadi kasuistis pada setiap batita.
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)