Aku hanya sempat melihat
punggungmu dari kejauhan. SAMAR. Kita bersengketa dengan ego kita, menghapus
satu dua kata padahal hanya untuk menanyakan “sedang apa?”, tidak mengapa ini
semua, takdir baik tidak akan pernah sedikit pun keliru. TIDAK AKAN PERNAH.
Apakah kita masih menatap rembulan yang sama?, tanyaku.
Aku berharap jawaban itu “masih”.
Entah dapat contekan dari angin maupun rembulan itu membisikkan padaku, bahwa
kamu juga menatapnya sepertiku.
Bohong, jika aku telah
melupakanmu. Bohong juga jika aku tidak pernah sedikitpun merindukanmu. Bahkan kamarku
tercium aromamu. Hingga aku selalu mengganti kamper stella buah-buahan untuk menyembunyikan aromamu. Mengganti sprei
setiap minggu sesukaku.
Iya, ego kita sama-sama tinggi.
Eh, bukan egoku terlalu tinggi untuk mengakui. Cukup. Malam ini aromamu mulai
memekakkan hidungku. Saat aku menulis ini pun, aku yakin kamu bercengkrama
asyik dengan si merah, atau malah
bergumul dengan guling kesayanganmu.
Berulangkali kamu bilang, wanita
itu makhluk aneh. Dan aku selalu menjawab, itu adalah kodrat alam, memang
lelaki harus mengerti tanpa harus dijelaskan, memahami lewat bahasa tubuh,
mendengarkan bisikan-bisikan yang tak sempat terkatakan. Kamu hampir gila
dibuatnya. Itu sebabnya, aku tak membebankanmu untuk mengerti. Karena sejujurnya,
kadang-kadang aku pun tak mengerti harus bagaimana menyikapimu.
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)