![]() |
Semoga sakinah, mawaddah, warahmah Bapak-Mamah |
Waktu itu, aku masih duduk di bangku kelas 3 SMA, menyaksikan
moment akad nikah sebagai bentuk
janji mitsaqan galidzo dengan Tuhan, Oh my God, aku tidak bisa menahan
rasaku, seperti atmosfer, suasana pagi itu benar-benar khusuk. Tiba-tiba aku
tergugu sesaat.
“Saya terima nikahnya Era Rahmawati binti Haji Mustajab
Heru Susanto dengan mas kawin tersebut, dibayar TUNAI”, sempurna air mataku
meleleh, memandang kakak kesayanganku telah menyandang predikat suami.
“Saaaaaaaaaaaah”, orang-orang berseru sambil menangkupkan tangan
ke muka.
Sekali-kali air mataku mencair kembali saat acara
sungkeman, ini perasaan apa? Iya, aku juga merasakan hal yang sama. Restu Bapak
dan Ibu tercermin dari komat-kamit yang dilirihkan ke telinga Mas Joko dan Mbak
Era, air mataku semakin deras.
Kini, saat mengenangnya, moment itu berkelebat sangat indah. Seperti membayangkan diriku
sedang menyaksikan the royal wedding,
dan sebenarnya tidak melulu pernikahan itu indah, katamu. Ada bumbu-bumbu di dalamnya yang
kadang-kadang membuat seharian menjadi nelangsa. Dan saat itu terjadi, KOMITMEN
muncul sebagai penangkalnya. Pernikahan adalah realita, bukan sekedar dongeng rekaan yang dapat di setting endingnya mau seperti apa.
Happy Anniversary, Bapak-Mamanya Dio-Deandra, semoga
semakin sakinah, mawaddah, warahmah. Amin
Pernikahan itu adalah komitmen tiada henti dan sampai mati,
dan ingat ya saying, itu bukan akhir perjalanan, justru itu baru awal dari sebuah
perjalanan panjang.
Dan aku mengerti, kenapa pernikahan itu disebut menggenapkan dien seseorang. Iya, pernikahan
adalah perjalanan panjang.
Sebelas, maret, duaribu tujuh – sebelas, maret, duaribu empat
belas
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)