Pramuda 18 (berasa kayak Power Ranger :p) |
Menurut definisi yang saya baca dari beberapa referensi, saya dapat
merangkum kata inagurasi adalah “peresmian”. Dengan kata lain, dalam tema yang
akan saya tulis ini adalah inagurasi FLP Pramuda-18, berarti peresmian kami
menjadi bagian kecil dari kelompok yang berkecimpung dalam dunia penulisan. Saya
merasa excited sekali, di setiap
pertemuan kami—2 minggu sekali, ada narasumber yang memompa semangat kami dalam
menulis dan dalam 2 kali kesempatan tersebut saya mendapat buku karena
melontarkan pertanyaan, in syaa Allah nanti akan saya upload review nya di Rumah Baca Deandra. Buku tersebut
diberikan oleh Mbak Rahmadianti Rusdi dan Mas Boim Lebon (masih ingat serial
Lupus? Nah beliau penulisnya).
With Boim Lebon |
Mendapat keluarga baru yang in syaa Allah saling memberikan semangat
dalam kepenulisan, bukankah berjamaah lebih diutamakan daripada munfarid? (iya karena pahalanya 27x lipat), ahaha
mulai gak nyambung deh. Back to the topic.
Dalam siang inagurasi tersebut, Mas Boim
Lebon menceritakan tentang pengalaman-pengalaman menulisnya dimana seorang
penulis dapat menemukan sense atau
gaya menulisnya, misalnya beliau dikenal sebagai penulis yang memiliki humor
tinggi. Bener banget sih, dari awal samapi akhir sharing nya, beliau berhasil membuat kami betah duduk takzim
mendengarkan kelakarnya, berkali-kali tertawa menyeringai dengan obrolan yang
sebenarnya sederhana tetapi dikemas menjadi lucu.
Inagurasi ini merupakan awal sebenarnya. Awal kami untuk menunjukkan
konsistensi kami dalam menulis. Dan ini nih saya yang dulu termasuk berling—kober lan nek eling. Tapi sekarang
udah berangsur tobat kok. Swear. Konsistensi?
IYA. Karena sebenarnya menulis itu adalah sebuah proses itu sendiri. Apabila menanyakan
tips-tipsnya menjadi penulis, kebanyakan dan hampir semua penulis akan
mengatakan try—try—try. Just do it. Lama
kelamaan akan terbiasa sendiri, menemukan feel
dan gaya menulis.
Flashback pada materi
pertemuan sebelumnya yang diisi oleh Kang Taufan E. Prast, beliau mengatakan
bahwa sebagai penulis pemula, kita harus detail menjadi pengamat, berlatih dan
bisa berkiblat kepada salah satu gaya bahasa penulis tapi tidak melupakan
orisinalitas cerita kita. Beliau juga menambahkan bahwa kebiasaan dalam menulis
akan membentuk gaya bercerita sendiri. Dari penuturan beliau dapat saya
simpulkan bahwa kebiasaan dan latihan tersebut membutuhkan konsistensi yang
berkesinambungan. Lupakan apa itu kalimat moody.
Dan inagurasi ini telah menuntut kami untuk menjaga konsistensi itu. Apabila
sebelum dan sesudah inagarusi tersebut tidak ada bedanya, berarti inagurasi
tersebut hanyalah sebagai seremonial belaka.
Keep reading, Keep writing, Keep
trying
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)