Angin
semilir sore bercampur tebaran debu tak menyurutkan langkah kaki Dinda yang
sore itu entah mengapa terlihat berbeda—sering malamun dan menghela nafas
panjang. Melani yang sejak tadi berdiri di sampingnya dan menceritakan banyak
hal merasakan keganjilan itu. Saat langkahnya diam di tempat, Dinda terus saja
melaju tanpa menyadari Melani tidak berjalan bersisian di sampingnya.
“Hey”,
Melani menepuk bahu Dinda dengan keras sambil terengah-engah karena berlari
mengejar sahabat karibnya itu.
Dinda
kaget bukan kepalang, karena dirinya tidak sepenuhnya memegang kendali
pikirannya.
“Apaan
sih?”, Dinda manyun.
Kepalaku bertaburan bintang-bintang, dan salah satunya adalah kamu. Pikiran dan perasaan Dinda sedang
tidak berkoneksi dengan baik.
Tidak
berapa lama, keduanya sampai di food
court kesukaan Dinda. Melani memesan burger dan ice cream sementara Dinda memesan mocca float yang menurut Dinda merupakan minuman yang membuatnya
lebih rileks.
Dinda langusng meraih Mocca Float dan menghirup aroma mocca
yang khas, membuatnya lebih rileks. Meski ada banyak rasa baru, lidahnya belum
sekalipun mengganti menu minuman favoritnya itu.
“Kemarin
aku ketemu sama Firaz”, Dinda masih menikmati mocca float nya.
Melani
hampir saja tersedak. Ia hampir saja mengumpat sahabat karibnya tetapi urung
dilakukannya karena rasa kepo yang bertubi-tubi muncul.
“Kalian
berdua..?”
“Enggak
Mel..”, Dinda menjawab pertanyaan Melani sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
Suasana
hening. Keduanya menikmati minuman dan French fries yang masih hangat.
Melani setengah mati menahan rasa ingin tahunya, takut menyinggung perasaan
karibnya.
Hampir
setahun Dinda diam tentang putusnya jalinan kasihnya dengan Firaz. Saat ditanya
mengapa? Senyum khas Dinda seakan-akan jawaban ampuh bahwa Dinda tidak ingin
membagi ceritanya. Belum mau membagi tepatnya.
Meskipun
banyak lelaki yang ingin mendekati Dinda, tidak sedikit yang harus kecewa
karena Dinda menolak request in relationship dari mereka.
Meskipun slebor dan cerewet, untuk masalah Firaz, Melani menjaga mulutnya,
tidak bertanya macam-macam kecuali Dinda yang berinisiatif untuk cerita. Dinda
royal sekali untuk cerita banyak hal, itu sebabnya banyak teman-teman yang
seperti tersihir saat Dinda sedang menceritakan suatu hal. Tetapi untuk urusan
Firas, semua pun bertanya-tanya, kenapa mereka sampai putus.
“Din…”,
kalimat Melani terkesan hati-hati.
“Hmmm”,
Dinda menoleh kearah karibnya.
Agak
lama Dinda menunggu kalimat dari Melani.
“Eh,
gak jadi..hehe”, Melani tersenyum canggung.
Suasana
hening lagi. Mocca float Dinda tidak bersisa, hanya tinggal es
batu berbentuk semprong yang nantinya akan habis dilahapnya.
“Kita
temenan Mel, gak balikan. Kemarin hanya kebetulan aja”, Dinda menjawab
pertanyaan yang mandeg di pikiran Melani.
“Balikan
juga gak apa-apa kok Din. Firaz kan baik. Aku
masih bingung kenapa kalian putus”, Melani mulai mencari celah pertanyaan yang
tidak menyinggung Dinda.
“Justru
karena Firaz baik, mending kita temenan”
Melani
salah tingkah sendiri. Banyak pertanyaan tapi mencari kalimat yang pas untuk
mengutarakan. Mulutnya hampir bertanya tapi kelu. Sifat kepo yang
diidapnya seringkali menyiksa batinnya kalo gak keturutan.
“Din.....”,
Melani bertanya takut-takut.
“Hmmm”,
Dinda masih mengaduk-aduk es batu yang lumer bercampur sisa float.
“Kamu
masih cinta kan sebenernya sama Firaz?”, Melani
mendadak lega mengeluarkan pertanyaan yang mengendap di mulutnya sejak tadi.
Jangankan
menjawab, Dinda hanya menatap kosong gelas plastik dan memain-mainkan sedotan.
Melani tau kalau mungkin pertanyaannya tidak berjawab, tetapi setidaknya ia
tidak mati penasaran hanya karena menahan keingintahuannya.
“Pulang
yuk?”, Dinda mulai beranjak dari tempat duduknya.
Melani
membuntuti dari belakang.
“Mel,
kemarin dapet titipan salam dari Firaz”, keduanya berjalin di trotoar menuju
halte.
“Hah?
Serius Din?”, Dinda hampir terkejut menyaksikan reaksi dari Melani yang sangat excited.
“Biasa
aja keleus, Mel”
“Eh,
iya. Sorry sorry. Emang kalian ngobrolin apa aja sampe aku juga
jadi obyek sasaran kalian”
“Banyak”,
Dinda menjawab cekak.
“Udah
gitu doang? Banyak aja? Gak ada rinciannya?”, Melani mulai merengut karena
gemas.
“hahaha,
lagian jadi orang kepo banget sama urusan orang”
“Kamu
itu sahabatku ya Din, makanya aku peduli”, Melani mulai merajuk.
Dinda
meneruskan langkahnya sambil senyum-senyum, tidak menghiraukan rajukan
sahabatnya itu.
Melani
kehabisan energi mengorek informasi tentang pertemuan Dinda dengan
Firaz. Padahal Melani mengira bahwa Dinda sudah tidak bertemu lagi dengan
Firaz, karena akhir-akhir ini Dinda lagi gencar didekati Adhit. Tabiat Dinda
memang unik. Ia bisa bersikap wajar terhadap pria yang menyukainya atau sedang
ingin mendekatinya. Bahkan terhadap pria yang ditolaknya pun Dinda masih tetap
dapat menjaga hubungan baiknya.
Dinda
dan Melani memutuskan berhenti di halte Bintara, mereka duduk berdampingan
tetapi masih tetap membisu satu sama lain. Dinda memainkan kukunya dan masih
seringkali menghela nafas panjangnya sedangkan Melani masih manyun sambil
mengayun-ayunkan kakinya.
“Firaz
pun juga kaget waktu dulu aku ngajak putus, Mel”, meskipun suasananya ramai,
Melani masih dapat mendengarkan sayup-sayup suara Dinda.
Melani
menoleh ke arah Dinda dan berharap Dinda akan meneruskan ceritanya.
“Alasannya
simple. Aku gak mau pacaran. Titik”, Dinda menghela nafasnya lagi.
“Mungkin
dulu aku pernah berpikir kalau pacaran itu ruang penjajakan sebelum menikah.
Tapi semakin kesini ternyata aku keliru. Akhirnya aku melawan arus hatiku
sendiri untuk memutuskan itu....”
“Lalu
kalian berdua musuhan? Hampir setahun gak ada contact sama sekali. Kamu
tiap ditanya soal dia terkesan enggan”, Melani mulai leluasa melontarkan pertanyaannya.
“Mungkin
kami sama-sama tidak ingin saling menyakiti. Termasuk aku tidak ingin sakit”
“Kamu
aneh Din, kamu yang mutusin tapi sakit hati sendiri. Harusnya Firaz yang lebih
sakit hati karena diputusin sama kamu”
“Dia
juga bilang begitu. Aku aneh”
“Pilihan
rasamu memang ribet?”, Melani tidak mengerti dengan karibnnya.
Panas
siang itu menyengat, tapi keduanya tenggelam dalam obrolan yang sudah menemukan
ritmenya. Tanya jawab yang lebih terbuka, seperti simbiosis mutualisme.
Melani terpenuhi rasa kepo nya, Dinda lega akan isi hati yang mungkin
setahun terakhir ini ia pendam sendiri.
“Aku
seperti mengunci rapat-rapat diriku, membuang jauh gemboknya. Kalau esok
bertakdir sama Firaz, ia akan datang membawa kunci itu”, Dinda lebih nyaman
bercerita.
“Kalau
Firaz nggak dateng?...”, Melani menyahut.
“Akan
ada yang lebih baik. Aku percaya”, Dinda yakin dengan jawabannya.
“Yakin
Din?”, Melani menatap tajam Dinda menelisik sesuatu.
“Bangeet.
Aku belum pernah seyakin ini. Modal percaya aja sama keyakinan itu. Bukankah
Tuhan juga menjanjikan? Kalau lelaki yang baik untuk wanita yang baik? Tugasku cuma
untuk menjadi baik dan selalu memperbaiki diri. Untuk masalah jodoh, Tuhan
menyiapkan skenario terbaikNya. Yang jelas bukan dengan pacaran”, Dinda
menjelaskan panjang lebar.
“Aku
kayak lagi ngasih soal filsafat sama kamu, Din”, Melani masih bingung dengan
sikap Dinda.
“Itu
juga alasan kenapa kamu menjadi penyebab patah hati banyak pria di sekitar kamu,
Din?”
“Mereka
mintanya pacaran bukan ngajak nikah sih”, Dinda terkekeh.
“Jadi
kalau Firaz ngajak nikah, kamu mau?”
Hening tak ada jawaban.
“Jawab dulu ah, sekarang masih cinta gak sama
Firaz? Trus kalo Firaz dating ngajak nikah, bakalan mau?”, Melani mencubit
Dinda beberapa detik.
“Aaau,
rahasiaaaa”, Dinda menyeringai dan kali ini bibir Melani merengut.
Kopaja
yang ke sekian kali menghampiri mereka berdua dan kali ini keduanya memutuskan
naik dan seperti biasa, Dinda memilih tempat duduk paling depan karena takut
mual.
“Din,
ada yang berubah gak dari Firaz kemarin?”, Melani nyeletuk masih dihantui rasa
penasaran.
“Ada”
“Apaan?”
“Motornyaaa.
Dulu warnanya merah, sekarang hijau”, tertawa Dinda pecah dan kali ini Melanin
melancarkan cubitannya lagi yang lebih sakit dari sebelumnya.
***
Cinta sejati diuji oleh waktu, bukan luapan kata i love you yang
membuih karena ikatan yang belum tentu muaranya. Beruntunglah bagi yang
memahami hakikatnya.
Nulis
ini sambil nemenin Dio nonton Ultraman lho :p
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)