Assalamu’alaykum,
Maafkan aku saat kemarin harus
meminta jeda untuk menulis surat. Bohong jika aku tidak memiliki waktu—karena
aku punya luang yang melimpah. Dusta juga bila aku menjawab bingung mau memilih
siapa yang akan kukirimi surat—karena aku banyak teman untuk membaca suratku,
termasuk kamu? (emote kedip).
Atas nama kehilangan, yang
sejujurnya suatu saat aku juga akan hilang. Raga yang sebenarnya aku tak
berpunya. Jiwa yang sejujurnya bukan hakku sepenuhnya. Lalu mengapa bersedih
saat hilang seonggok barang yang sebetulnya menjadi rongsokan pada akhirnya?
Mengapa hatimu begitu sendu seperti itu seharian ini?
Dalam bulan ini, ada beberapa
kesayanganmu yang hilang. Atas nama kehilangan, hatimu dibuat bingung bukan
kepalang. Mood-mu seakan dibuat
berkecamuk tidak menentu. Apa sih yang hilang? Hal yang sebenarnya bisa kau
tebus kemudian. Hasratku untuk marah karena keteledoranku yang begitu akut.
Kalau saja tadi tidak... Coba saja tadi aku harus... Andaikan aku tidak...
Aish, pernyataan-pernyataan yang hanya membuat keruh rasamu.
Kamu kehilangan barang
seakan-akan kehilangan duniamu. Ibarat lampu yang saklarnya putus, tetapi kamu
marah-marah kebingungan karena gelap di sekitarmu. Padahal kamu bisa memilih
menyalakan lilin atau menciptakan penerangan sendiri untuk ketenangan hatimu.
Lalu apakah kehilangan membuatmu se-nelangsa itu?
Oke. Sekarang pertanyaannya
diubah sedikit konsepnya, bagaimana level kehilangannya dinaikkan kadarnya
beberapa tingkat. Bukan barang, tetapi seseorang. Kamu kehilangan barang
kesayanganmu saja begitu semrawut.
Bagaimana kalau kamu kehilangan seseorang yang kamu sayang? Aduh cukup, aku
tidak mau dengar lagi.
Trus kalau kamu kehilangan
barang, kamu bisa membeli lagi, mencari lagi. Tapi, kalau kamu kehilangan
seseorang yang kamu sayangi mau menebus pake apa? Mencari dimana? Iya, udah
cukup penjelasannya. Aku minta maaf untuk ini. Allah Maha Baik.
Kepada sopir taksi yang baik
hati. Terima kasih pemahaman pagi ini. Atas nama kehilangan, aku tidak akan
nelangsa sedemikian rupa. Tidak sama sekali. Kalau kamu mau barang itu,
ambillah. Semoga berguna. Atau aku salah prasangka? Bukan kamu orangnya.
Melainkan musafir yang menumpang setelahku?
Atas nama kehilangan, aku tidak
benar-benar merasa kehilangan, karena sebenarnya nafasku bukan milikku.
Regards,
Ayaa yang selalu bahagia J
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)