5 hari berturut-turut aku tidak
menulis surat, lebih memilih menulis hal lain yang membuatku nyaman. Beberapa hari
yang lalu, banyak yang ingin kukirimi surat, termasuk kamu, entah mengapa
menguap begitu saja niatku. Mataku menyipit ke arah layar, buku yang ada di
tanganku tidak khatam sejak kemarin dan hanya terbaca 3 lembar hari ini.
Kali ini aku ingin mengirim surat
untuk Desy Aditiana, sahabat SD dan SMP ku. Banyak hal yang mengingatkanku
dengannya. Nasi goreng, Solo, Mie Ayam, Bakso dan cinta. Akhirnya surat ini
kutulis, untuknya. Teman sebangku SMP-ku.
To : Desy Aditiana
Assalamu’alaykum, Des.
Sehat selalu sayangku? Hebat sekali
ya, sekarang sudah jadi Ibu untuk 2 putrimu, Hafsah dan Hanifah. Ah, tiba-tiba
memoriku kembali pada 6 tahun yang lalu, waktu kita masih sama-sama duduk di
bangku kuliah. Aku sempat hadir dalam wisudamu, dan kamu mengenalkan dengan
lelaki yang sekarang menjadi suamimu. Tolong jangan mengolokku tentang ini, ya.
Kamu lari beberapa kilo sementara aku masih berjalan beberapa langkah. Namun,
sesekali kamu menoleh untuk sekadar bertukar cerita tentang hidupmu sekarang.
Semoga pahala senantiasa mengucur
untukmu yang senantiasa mengabdi sebagai ibu sekaligus istri. Mendoakan ini
saja rongga dadaku lega sekian senti, lapang sekali. Aku rindu, saat tanganmu
mengusap kepalaku. Kamu tau sekali bagaimana cara menenangkanku. Dan kamu tau
siapa saja yang mampu melakukan treatment
ini. Aku nyengir kuda menuliskannya.
Aku masih phobia tentang “itu”, bukan berarti aku takut menikah. Bukan sama
sekali. Karena aku sudah menyusun untuk itu. Nanti aku ceritakan bab ini, kamu
akan percaya aku tidak phobia lagi :p.
Hallo Hafsah dan Hanifah, salam
kenal dari Bulik ya. Shalihah selalu. Ada kesempatan waktu untuk bertemu, entah
kapan. Aku akan mendongengkan kalian juga cerita lucu, salah satunya tentang ibumu.
Des, dapat salam dari Ibuku.
Minggu kemarin beliau telepon dan mengabarkan Ana mau menikah. Kabar baik, aku
menyusun perjalanan pulang. Itu juga berarti bahwa aku harus menyiapkan ruangan
yang luas untuk menerima masukan-masukan mereka. Hey, ibuku sudah menginginkan
cucu. Kamu sudah memiliki 2, Widy punya 1, Ana segera memulai. Dan aku, insya
Allah juga demikian. Aku mempertimbangkan syarat terakhirmu. Tidak akan lagi
terpaku untuk menunggu. Terima kasih untuk ini. Allah knows our needs.
Masih begini tabiatku,
menginginkan bulan, padahal bintang mengendus-endus meminta perhatianku. Ah
kamu paling tau, dan kamu akan mengirimkan massage
setelah membaca surat ini, menyuruhku untuk memilih, padahal aku bukan pemilih.
Memberikan ketentraman pada ibuku, hanya jawaban “iya” akan membentuk rekahan
di bibirnya. Iya, aku akan mencobanya, Des. Seharusnya aku mencobanya daridulu.
With love,
Dariku, sahabat yang masih phobia tentang “itu”—kamu tau.
*aku membaca beberapa
surat-suratku dan kusimpulkan bahwa isi kebanyakan mengarah kepada “pernikahan”.
Mendadak aku menghela nafas panjang.
Syggg.....Mf kan aku bru tau ini dan bru mmbcanya....mengalir air mata ini...ingin pelukkk kmuu eraaatttt.....jdi istri dan ibu Sholehah yg hebaatttt ya buat si ganthengggg....mmuuaacchhh
BalasHapus