Bu, beberapa hari ini aku memikirkanmu. Ah, putra kesayanganmu itu mau
ulang tahun. Ada titipan doa apa? Pertanyaan macam apa aku ini, pasti Ibu marah
tiap aku bilang begini.
Semua anak adalah anak kesayangan. Karena darah daging dan melalui
rahim yang sama, bernama Bu Sugi. Ibu selalu tersenyum saat aku memanggil
namanya. Berkali-kali rindu itu hadir, berkali-kali aku mendoakan untuk
kesehatanmu, Bu.
Bu, doamu sampai. Aku tidak kekurangan apapun. Mungkin Ibu lupa, besok
anak kesayangannya ulang tahun. Tetapi ia tidak akan pernah lupa mendoakannya
dan kami (karena masih ada 3 anak lagi-red).
Terima kasih telah memberikan Mas yang berhati berlian. Dia baik
sekali, Bu. Sungguh. Banyak yang memanggilnya Joko. Tetapi kamu lebih suka
memanggilnya, Le. Tanda sayangmu. Sesekali
memanggil Tri, karena ia anak ketiga dan sekaligus Mas ketigaku setelah Mas
bernama Agus dan Jundi.
Jarakku cukup jauh dengannya, namun itu tak mengapa. Kami malah akrab
satu sama lain. Saling mengerti tabiat dan kesukaan. Aduh, untuk marah saja dia
masih bisa tersenyum, Bu. Anak lelaki ketigamu itu, yang juga Masku pas—aku anak
keempat, cewek satu-satunya di keluarga sebelum ada ipar-iparku.
Dia sayang sama aku? Tentu. Tanpa ditanyakan atau tanpa dia ucapkan
pun aku tau kalau ia sangat menyayangiku. Dari awal 2012 aku memutuskan untuk
ikut bersamanya. Menjadi Bapak baru yang melindungiku, memberikan dukungan yang
luar biasa hebatnya. Untuk hal ini gak usah ditanyain atau didetail satu-satu
deh.
Bu, April tahun lalu, aku demam gak bisa bangun tidur sama sekali—bedrest seharian. Gak mandi, tidur
seharian. Baru pada ngeh kalo aku
sakit coba. Karena memang aku jarang sakit sampai begini, mereka ngiranya aku hanya tidur seharian nonton film. Sorenya, si Mas ke atas bilang mau bawa ke dokter. Si krucil juga
belagak kayak dokter nanda-nanda kening, suruh mengap, megang perut. Dokter mendiagnosa
radang tenggorokan (tapi sumpah sakit banget, biasanya sakit tapi masih bisa
ngapa-ngapain, tapi kali ini benar-benar tumbang).
Magribnya, duo anak pak Haji dateng njenguk. Emang itu sakit yang
bener-bener bikin bedrest, udah cukup
sekali itu aja. Yang paling sweet, sorenya
kan masih demam, Bu. Aku masih belum kuat berdiri. Karena efek obat yang bikin
ngantuk, aku tidur melulu. Tengah malam ada suara langkah naik turun tangga,
aku ingin memastikan cuma mataku lengket banget, masih pening berat. Tetiba suara
pintu kamarku menderit. Sosok tangan menyentuh keningku. Dingin. Ah itu si Mas,
Bu. Anak kesayanganmu yang mastiin aku masih demam apa enggak.
*Ini aku lagi cerita sama Ibuku soal anak kesayangannya yang besok
Ulang tahun
** thank you for everything,
Mas.
*** Nuhun pisan udah ngasih ipar
yang pengertian, dan Dio-Dea yang adorable
Udah ya nulisnya, mulai melankolis kalo nulis kayak ginian. Ssst,
bahkan si Mas tau lho kapan waktu aku nangis,, ahaha
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)