Featured Slider

Friendship Goals

2 tahun rasanya cepat sekali berlalu, tapi ingatan tentang kebersamaan sangat membekas. Bagaimana kita sama-sama saling mengisi, memahami, mengingatkan dan "menawarkan" saat salah satu diantara kita butuh bantuan. Aku pun tidak tahu, sejak kapan hubungan ini mulai rekat-melekat, tapi bagiku, kalian bertiga adalah rumah kedua untuk "saling" berbagi suka dan duka. 

Pertama.

Aku ingat betul, tahun 2015, saat aku galau setengah mati. Dimana aku nekat resign untuk menggenapkan impianku sekolah lagi dengan biaya sendiri, karena bertubi-tubi beasiswaku ditolak lagi dan lagi. Hal itu membuat rasa percaya diriku turun beberapa detajat, hingga takut untuk sekadar memulai. Termasuk resign yang kurasa merupakan jalan keluar, karena menginginkan hal baru dan tidak tenggelam dalam rutinitas yang sama.

Antara UI depok dan UNS Solo. Allah Maha Baik, meng-ACC pilihan kedua dengan konsekuensi membayar SPP sendiri. Dan ternyata, pilihan yang semula kupikir "hanya pilihan kedua", adalah cara-Nya agar aku bisa lebih intens menjaga Bapak yang waktu itu terkena TB Paru dan butuh perawatan rutin. Selain itu, aku bisa bertemu KALIAN, yang awalnya hanya sebatas teman, menjelma menjadi sahabat, hingga aku tidak sungkan menyebutnya menjadi keluarga.

2 pertemuan di hari pertama kuliah, aku tidak bisa masuk karena Bapak dirawat di Rumah Sakit. Aku bertanya-tanya, materi apa yang diajarkan, ada tugas atau tidak, bagaimana jadwal kuliah Minggu depan. Akhirnya aku bertanya melalui whatsapp, dan mungkin hal yang disesali WANDA, adalah tidak membalas whatsapp-ku padahal dia sedang online, ahaha. Aku ingat sekali, dan dia senyum-senyum saat aku berkelakar tentang hal itu.

"Udah ah, Mbak. Jangan dibahas lagi, to. Mbak Aya inget terus sih hal-hal yang begituan"

Pertama kali bertemu mereka bertiga, aku merasa asing. Karena mereka kayak se-geng, ngobrolnya asyik dan aku masih sungkan untuk membaur. Hingga akhirnya ada lelaki sedikit berisi yang memanggil "Dik", dan akhirnya aku tahu kalau usianya 4 tahun di bawahku, ahaha. Agung! Aku berasa muda sekaliiiiiii.

Di pertemuan berapa, kita sama-sama klop? Ngobrol kemana saja nyambung? Dan membahas hal-hal yang tabu bisa membuat kita beradu argumen tanpa saling membenci meski bertentangan dalam diskusi. Dan, yang membat kita betah semalaman adalah membahas tentang DRAMA KOREA yang berhasil membuat hari-hariku baper nggak jelas.

Tentang Wanda

Aku menuliskannya yang pertama karena buanyak hal tentang dia yang “amazing”. Kalau boleh jujur, dari mereka bertiga, Wanda banyak memenangkan predikat “ter”. Terpanik, terngaret, terpolos dan dari sifat-sifatnya itu, ada 2 hal yang membuatku sayangnya minta ampun sekaligus gemas, yaitu: terbaik dan terkhusnudzon.

Dia mudah sekali panik untuk hal-hal yang menurutku sederhana, sampai-sampai pengin bilang “Be calm, please!” Saat panik itu, dia bisa menjelma menjadi gadis yang sangat keras kepala yang punya segudang alasan A sampai Z. Makanya, pas aku bilang sama pustakawan perpustakaan kalau Wanda adalah sahabat kemana-mana, mereka kaget. Karena mereka melabeli Wanda sebagai orang “terngeyel”, ahaha. Tenang, tentang ini aku udah pernah kok ngobrolin sama dia.

Kalau dihitung-hitung janjian, nominasi terngaret jatuh sama dia, ekekek. Aku sama Mbak Fine suka senyum-senyum memperkirakan alasan dia datang terlambat karena apa, ahaha. Jadi, kalau mau janjian sama dia, mending dimajuin 2 jam dari kencan sebenarnya (ditabok Wanda).

Daripada diselepet sama Wanda, aku mau bilang kalau dari segala kekurangan dia, ada hal yang membuatku respek. Dia polos banget, baik banget dan khusnudzon banget. Dia khusnudzon sama orang keterlaluan, meskipun bagi kami bertiga, orang tersebut nyebelinnya minta ampun. Jadi kalau pas ada acara ghibah, marahku sudah diubun-ubun, dia masih bisa melihat sisi positif orang tersebut. Yaaaah, walaupun penarikan kesimpulannya sering dipaksakan dan membuatnya sungkan  buat bilang “enggak” kalau dimintain tolong sama SIAPAPUN.

Kurang baik apa coba, kalau dia sampai ikut mazhab “Menjaga hubungan baik dengan mantan itu penting, atas nama silaturahmi”. Pokoknya, meskipun demen ngomel sama Wanda karena sebel, nggak tau kenapa pas ketemu lagi, sebelnya ilang. Ending-nya pengin meluk-meluk. Aku juga dibikin meleleh karena dia juga ga sungkan buat minta maaf secara langsung, face to face. Dan pas hamil, dia bisa menjadi kepanjangan tangan suami hanya untuk mengingatkan “makan dan minum air putih jangan lupa. Esnya dikurangi”, dengan raut wajah serius.

Tentang Vina

Nah, aku banyak insight baru dari Vina lewat obrolan-obrolan ringan kami. Bisa jadi, Vina juga intensitasnya suka gemas sama Wanda sampai berdebat (nggak saling benci ya), karena beda taste. Kalau yang belum kenal sama Vina, pasti kesan pertama adalah judes dan egois, ahaha. Kayak wajah default-ku yang tanpa senyum bisa dijustifikasi “galak”.

Awalnya, Vina terkesan egois karena sifatnya yang realistis. Nggak demen basa-basi, bahkan mungkin nggak bisa. Jadi missal dia nggak suka, ya dia akan bilang nggak suka. Kayak misal mau makan dimana? Pasti rujukannya adalah Vina yang doyan pedes. Makanya Serba Sambal jadi lokasi favorit kami, karena mempersatukan selera kami, ahaha. Kalau memang dia ga sreg sama menunya, dia prefer pesen air minum atau pulang ke kost.

Vina juga sering sharing tentang papa mamanya yang merintis karir dari nol. Nah, kalau membahas tentang ini, kami bisa lupa waktu. Karena bisa melebar tema obrolannya. Tentang suami idaman, uang panai (yang sebelumnya aku nggak tau), resepsi pernikahan adat Gorontalo dan hal-hal lain yang sebelumnya sama sekali baru. Dalam poin ini, kelihatan banget kalau dia tipikal yang realistis. "Pokoknya aku kalo nikah, nggak mau dipoligami, Mbak. Aku udah bilang pacarku tentang ini. Dan prinsip ini adalah harga mati". Dia juga detail banget memerhatikan hal-hal yang mungkin aku abai sebelumnya.

Dia juga tempat referensi drama korea yang kami tuju. Pernah ngerjain tugas semalaman, ending-nya membahas dan nonton drama korea jamaah sampai pagi, ahaha. Nggak cuma drakornya, tapi sejarah Korea Utara sama Korea Selatan dia bisa njelasin dengan bahasa yang (((MEMBUMI))).

Semalam apapun begadang, Vina pantang telat datang kuliah, ahaha. Diantara kami berempat, dia yang menjadi reminder waktu biar nggak lelet. Misal ada janji jam 9 atau jadwal kuliah jam tersebut misalnya, biasanya setengah jam atau seperempat jam sebelumnya, dia udah duduk manis di kelas. Kalau pas lagi bareng-bareng, dia yang udah rapi sementara kami masih kusut, ahahah.

Meskipun terkesan cuek, tapi Vina care sekali lho, terutama sama Wanda dan aku yang sering nginep di kost-nya. FYI, kalau nginep di tempat Vina, malam sebelumnya Wanda selalu prepare alat perang berupa selimut, jaket dan kaos kaki karena AC-nya dingin sekali. Nah, pas aku nggak bawa selimut dan lupa pake karena ketiduran, Vina makein jaketku biar nggak kedinginan. Dia juga ngalah, ngecilin AC kalau Wanda udah kelihatan hampir menyerah kedinginan, ahaha.

Tentang masak juga. Dia tau selera kami. Wanda nggak bisa makan pedas, kalau aku levelnya masih sedang lah, kalau Mbak Fine kayaknya apa aja mau. Vina bisa masak 2 versi. Satu yang pedes banget buat dia sendiri, dan satu lagi yang pedesnya masih bisa ditoleransi. Sebagai anak rantau, Vina tipikal yang nggak mau merepotkan orang lain. Pas satu grup ngerjain tugas, udah dibagi-bagi job desknya ternyata dia lagi demam dan diare. Tapi dia teteup ngerjain jobdesknya sampe selesai. Padahal kan dia bisa aja bilang lagi sakit dan kita bisa menghandle-nya, heuheu.

Tentang Mbak Fine

Dari segi usia memang terpaut jauh, tapi face-nya kayak masih SMA, ahaha. Dia kayak ibu peri buat kami bertiga. Bisa ngemong. Mau diajak ngobrol dengan topik apapun selalu nyambung. Apa-apa yang terlihat enak, ternyata harus dimilikinya dengan perjuangan. Dari mulai jodoh, karir, bahkan anak keduanya yang bernama Keenan.

Kalau ngobrol sama Mbak Fine lebih banyak kesamaan frekuensi, bisa dibilang satu mazhab. Makanya pas Wanda mengeluarkan dalil menjaga hubungan baik dengan mantan atas nama silaturahmi, kami berdua saling pandang dan tertawa renyah, ahahaha.

Rumahnya kayak basecamp buat kami bertiga. Tidak melulu mengerjakan tugas, tapi aktifitas memasak, nonton drakor, jogging, senam bahkan saat aku ikut lomba nyanyi “smule”, mereka ikut andil memilihkan lagu. Oh iya, Mbak Fine sama Vina juga yang ngasih pulas di wajah biar nggak pucet. Pas Mbak Fine hamil kedua, kondisinya memang teller, tapi dia tidak abai sama tugas kuliahnya.

Makanya kami berdua misuh-misuh, pas ngerjain tugas sampai subuh, kami dinyatakan tidak lulus karena dianggap kerjaannya sama, huhu. Padahal kasus posisinya beda, referensi beda, analisis sama simpulannya juga beda. Dan kami berdua ikut remidiasi (dengan terpaksa). Dia bunting tapi semangatnya selalu on fire, jadi aku ikut kecipratan semangatnya juga.

Rumahnya selalu terbuka buat kami, dan mungkin tempat berteduhku saat mengerjakan tesis. Jadi, saat Mbak Fine hamil tua di Pati, aku dikasih kunci rumahnya satu, huhu. Sesekali Wanda apa Vina nemenin nginep. Eh tapi, waktu itu Vina pas pulang ke Gorontalo lumayan lama dan Wanda juga lagi sibuk sama event-nya, jadi setengah bulan izin nginep sendirian di rumah Mbak Fine buat ngerjain tesis.

Pas udah melahirkan, dia gas pol ngerjain tesis. Tiap 3 jam merah ASI-nya. Seminggu sekali ke Pati ngirim ASI. Aku pernah mbatin “apa orang ini nggak punya capek ya”, karena dia bener-bener menikmati setiap prosesnya. Belum lagi drama pengasuh yang minta resign. Sehingga membuatnya harus mencari pengasuh baru sementara untuk anak-anaknya.

Terima kasih untuk kalian bertiga yang sudah saling melengkapi, mengingatkan tanpa membenci. Mungkin kita  berjauhan, dan semoga lain waktu bisa bertemu dalam kesempatan yang lebih baik. Duduk satu meja sambil mencicipi pizza dan menceritakan 2 tahun terakhir ini dengan bahagia.

Buat Wanda, semoga sukses karirnya dan mendapatkan jodoh yang baik dan sholeh ya, Wuk. Yang terpenting itu bukan ia yang mengucapkan sayang dan cinta sampai berbusa, tapi ia yang berani ngajak nikah dan meminta izin di depan orang tua :p. Jadi, yang ngegombal lewat whatsapp atau HP, langsung di-delete aja, hihi.

Buat Vina, terima kasih untuk semuanya sayang. Semoga selalu jadi kebanggaan Mama-Papa. Lancar mengurus hajat nikahnya (atau mau S-3 dulu :p). Semoga ada rejeki biar bisa ngumpul berempat di Gorontalo pas nikahanmu. Eeeng, besok pas kita ketemu, insya Allah aku udah mahir pake pensil alis :*

Buat Mbak Fine, nuhun pisan udah dicipratin semangatnya. Sesederhana membuat pisang coklat yang nggulungnya nggak rapi, ahaha. Atau semudah bikin puding pulkadot. Pipi sama pinggul bisa tirus karena istiqomah yang warbiasak! Pengacara Kang Joe Oen lewat, ahaha. Semoga sukses karirnya di Berau ya, Mbakyu.

Aku menuliskan ini karena masing-masing dari kalian sangat berarti di lini masaku 2 tahun terakhir. Semoga lain waktu bisa bertemu lagi di kesempatan yang lebih baik.

Teman-teman punya friendship di sekolah juga? SMP, SMA atau kuliah? Yuk critain kisah kalian jugak di komen.

1 komentar

  1. kenangan y mba Aya :) kupun sampe saat ini masih terus aktif menjaga hubungan dengan teman SMA dan kuliah meski kumpulnya jarang yang penting intens di WAG siy ketemuan juga bisa setaun sekali hahaha..

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)