Featured Slider

Untukmu, Hatiku.

Dia yang Maha Membolak-balikkan hati. Terima kasih bisa duduk sambil mengetikkan keypad dengan rasa yang saaaaangat ringan.

Padahal, masih ingat lekat, Minggu lalu aku tergugu. Hatiku berontak tak menentu melawan logikaku.

Untukmu, hatiku. Yang seringkali bringas menguras air mata, karena tidak sejalan dengan pikiranku. Tapi, setelah flashback, aku merasa saaaaangat beruntung. Betapa Allah begitu apik menyusun skenario, hingga seringkali aku takjub sendiri dan bergumam "Oooh, aku beruntung dulu gagal". Padahal dulu merutuk diri sendiri, merasa sial.

Tahun lalu, di hari ini, aku mendapat hadiah. Yudisium. Iya, tanggal yudisium di ijazah adalah hari ulang tahunku. Mungkin juga, benih Ray sudah ada di rahimku (yang belum kusadari kehadirannya).

Tentang Ambisi

Aku menertawakan diri sendiri setelah puas menangis tersedu. Banyak keinginan yang aku sebut dengan ambisi. Yang hampir saja menghabisi rasa syukurku dan menggerogoti bahagiaku.

Trus apa yang kamu cari sebenarnya?

Pertanyaan Adni yang menghujamku berkali-kali. Aku berpikir kembali tentang keinginanku tadi. Yang membuat aku senewen, menangis sendiri. Hingga aku sadar ada yang salah dan harus mengubahnya. Aku tenggelam dalam rutinitas yang kuanggap sepele, padahal banyak perempuan yang menginginkannya. Menjadi IBU.

Aku sempat merasa, kok aku cuma gini-gini aja...

Semula aku membiarkan perasaan itu. Perasaan yang menganggap bahwa apa yang kulakukan tidak ada gunanya dan cuma gitu-gitu aja. Itu kemarin. Sekarang aku lebih merasa lega. Aku tidak menuntut lebih lagi. Karena, SEMUA ADA MASANYA.

Lelaki itu mungkin terlalu sabar menghadapiku. Seakan dia tahu harus ngapain saat aku menangis, marah, merajuk dan ingin sendiri. Dia tidak memaksa bicara ketika aku ingin jeda dan selalu memberikan ruang sebebasnya. Dia bicara pada Ray siang tadi saat aku sibuk mengerjakan paper di depan layar laptopku.

"Nak, cium Ibu. Kasih selamat dan semangat buat Ibu yang lagi ulang tahun", Dia menggendong Ray dan menyorongkan tubuhnya sambil mengucap doa yang kuaminkan. Aku yang berjibaku di depan laptop. Dia paling tahu bagaimana memompa semangatku saat merasa kelelahan. 

Kamu dan Ray adalah hadiah, jadi aku nggak minta apa-apa lagi, bahkan tidak merasa keberatan kalau kamu tidak mengucapkan selamat ulang tahun, kataku pada lelaki yang menyunggingkan senyumnya sambil mengayun Ray di pelukannya.

Untukmu, hatiku, terima kasih. Karena tidak merasa terbebani dengan ambisi lagi. Lebih ringan dan tenang. Seperti sekarang saat menyusui Ray yang lelap di pelukan. Aku tidak akan gagap lagi saat ditanya "Apa yang kamu cari?" Karena sepertinya, hatiku mengiyakan pikiranku untuk berkata cukup. Ada masanya.

Aku menghela napas panjang, dan rasanya begitu menenangkan...

Terima kasih ya Allah. Titip hatiku agar selalu percaya pada-Mu. Jika, aku tidak mampu menjaganya, biarkan sabar dan ikhlas tetap bersahabat dengannya. Karena yang kutakutkan bukanlah menghadapi orang lain, melainkan menghadapi hatiku sendiri. Semoga aku selalu menang, berdamai dengannya. Dengan hati yang selama ini gagah meski sering kalah. Jika, hatiku merasa aku telah gagal, tak mengapa aku remidi lagi dan lagi.

Dariku, perempuan yang baru saja menjadi Ibu.

Selepas Isya', saat Ray merasa kenyang dan lelap dalam pelukan.

1 komentar

  1. setuju mb Aya semua ada masanya, masa saat berambisi dan kini ku masuk masa slowly but sure halah wkwkwk

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)