Featured Slider

Selesai dengan Rasa Benci

Kemarin pagi saya sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Ada jadwal imunisasi Ray di puskesmas. Dari rumah udah berdoa moga-moga bidan yang sedang on duty bukan bidan "yang itu".

Jadi, saat hamil Ray masuk usia 7 bulan, saya memeriksakan ke puskesmas. Kebetulan ada jadwal imunisasi TT yang kedua juga. Kebetulan dapat bidan yang bikin saya kapok untuk balik lagi, huks.

Banyak bidan yang baik, tapi rejeki saya kok ya pas banget dapat "yang itu". Cara bertutur dan bersikapnya membuat saya memiliki benih benci terhadapnya.

Saya kekeuh minta imunisasi saja, tapi dia memaksa mau memeriksa. Padahal malam sebelumnya, saya baru saja dari dokter kandungan. Pas saya menjelaskan begitu, dia keras kepala ingin memeriksa. Dia juga mengomentari pedas buku pink kehamilan saya yang penuh dengan hasil usg dan kuitansi-kuitansi pembayaran saat ke dokter kandungan.

Tanpa bertanya babibu, dia menjadikan satu hasil usgnya dan disteples. Kuitansinya juga hampir dibuang tapi saya melarang. Kayak gini disimpen buat apa to, Mbak Mbak. Ucapnya ketus sekali.

Saya tipe orang yang tidak sengaja menyimpan nota, kuitansi, tiket kereta dsb di dompet. Entah dalam psikologi, perilaku saya termasuk apa. Dalam hal ini, saya menyimpan hasil USG untuk dokumentasi. Dan kuitansi-kuitansi itu belum sempat saya pisah dari buku pink. Tapi, bukan berarti orang lain bisa semena-mena menganggapnya sampah dan membuangnya tanpa permisi, kan?

Ah iya, yang membuat benih benci semakin subur adalah ketika dia memeriksa. Perut saya ditekan-tekan dan saya merasa kesakitan. Pengen kayang sama salto pokoknya, huhu. Komentarnya sepanjang pemeriksaan sama sekali tidak mengenakkan.

Saya merasa, hari itu saya merasa apes datang ke puskesmas. Sepulang dari puskesmas, saya mengadu pada suami, dia pun emosional karena melihat saya seharian merasa kesakitan di bagian perut. Sejak saat itu, saya tidak lagi periksa disana.

Berdamai dengan benci

Membenci orang lain akan membuat dada sesak saat melihatnya, semua yang dilakukannya terlihat salah. Dan itu tidak sehat (lahir batin).

Beberapa hari yang lalu, sebenarnya sudah 2x datang ke puskesmas dekat rumah lagi setelah kejadian hari itu. Pertama masih aman, karena bidan yang sedang on duty adalah bidan yang ramah sekali. Nah, saat kedua kalinya, saya bertemu lagi dengan ibu itu.

Saya berbisik pada suami ketika dia mondar mandir di depan ruang KIA. Rasanya tidak nyaman sekali.

Suami sempat menawarkan untuk pulang, tapi kepalang tanggung, saya tetap duduk di depan ruang KIA. Beberapa ibu juga berbisik, seakan yang nggak suka dengan ibu itu bukan saya sendiri.

Saya dipanggil ke dalam. Suami di luar karena ga tega Ray disuntik.

Ruangan hening. Saya mencoba mengendalikan perasaan tidak nyaman. Ibu itu mencorat coret kertas persetujuan imunisasi dan kesal sendiri karena berkas sebelumnya salah.

Anaknya panas, batuk pilek ga? Tanyanya (tanpa senyum). Semingguan ini iya, Bu. Jawab saya. 

Saya nanya hari ini panas, batuk pilek apa ga? Bukan minggu lalu. Deg. Saya baru menyadari kalau karakter ibu itu memang ga enak dan saya memutuskan untuk menghadapinya, ahaha.

Btw, saat itu, sebenarnya saya tidak benar-benar menghadapi ibu bidan yang menyebalkan. Tetapi, saya sedang menghadapi diri sendiri, bagaimana mengusir benci ini.

Biasanya, menghadapi orang seperti ini, ada 2 yang saya lakukan. Menghindar atau kalau dipaksa head to head, saya akan seperlunya. Soalnya, kalo udah kebangetan bencinya, saya ga bisa obyektif menilai. Huhu.

Sejak saat kemarin, saya sudah selesai dengan diri sendiri dan merasa rileks ketika keluar ruangan KIA. Bahkan saya menyalami ibu itu sambil bilang terima kasih plus senyum. Ibu itu agak canggung karena mungkin bingung diajak salaman dan diberi senyuman, ahaha. Mungkin juga, ibu itu tidak menyadari kalau setengah bulan terakhir, saya membenci perlakuannya.

Dan saya merasa tidak takut lagi untuk ke puskesmas. Bahkan tidak keberatan untuk diperiksa ibu itu. Kalo boleh jujur, beliau itu pintar. Melakukan segala sesuatu secara prosedur. Hanya saja, caranya tidak enak "di mata saya".

Yang penting, saya sudah selesai dengan rasa benci ini. Karena akan ada ibu-ibu atau bapak-bapak tipikal ini di beberapa situasi. Tentunya untuk menguji diri :)))


Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)