Masuk usia kepala tiga, rasanya saya semakin menyadari bahwa kunci bahagia saya adalah dengan menjalani hidup apa adanya dan tanpa syarat ketentuan yang ribet. Tidak harus begini untuk tertawa, tidak harus begitu untuk menangis. Karena seringkali, alasan untuk tertawa dan menangis sangat beda tipis. Ketika sedang merasa apes, seapes-apesnya, saya bisa menertawakan diri sendiri. Dan di saat yang bersamaan, saya bisa menangis tersedu-sedu. Really, tertawa dan menangis alasannya se-absurd itu.
Saat merasa hidup kok begitu-begitu saja, ingin bergerak tapi bingung mau memulai darimana, mau melakukan ini itu saking banyak sekali rencana yang berlari-lari dalam pikiran minta dieksekusi duluan. Tapi realitanya kok saya hanya diam di tempat tanpa melakukan apa-apa. Sehingga saya sempat hampir putus asa karena tidak mampu memvalidasi perasaan sendiri.
Masa Transisi
Ada momen dimana kita berada di masa transisi. Memaksa kita mau tidak mau melewatinya. Untuk menemukan ritme yang pas, kita harus sabar menikmatinya. Kalau flashback, masa transisi saya yang paling kontras adalah saat lulus kuliah S-1.
Keinginan dulu dan sekarang, ternyata beda sekali. Dulu, setelah lulus kuliah S-1, saya mendaftar beberapa aplikasi beasiswa S-2. Ditolak semuanya. Kegagalan berkali-kali membuat nyali dan percaya diri saya terkikis pelan-pelan. Akhirnya, saya memutuskan hijrah ke Jakarta dan bekerja di korporasi. Saya pikir, mimpi saya kuliah lagi sudah pupus, ternyata semakin berapi-api.
Mengikuti intuisi dan kata hati, saya resign dan kuliah lagi. Semula saya mendaftar kuliah di Jakarta dan Solo, sudah lulus administrasi dan tes keduanya. Bedanya, di Jakarta saya mendaftar beasiswa, sedangkan di Solo saya memakai biaya sendiri. Karena pertimbangan ingin menemani Bapak Ibu, saya memilih kuliah di Solo, tempat dimana sekarang saya bekerja dan insya Allah berkarya.
Saat masuk kuliah lagi, saya seperti menemukan apa yang saya mau. Bertemu dengan teman-teman baru. Membuka impian lama yang sempat tertunda. Saya mulai percaya diri lagi menyusun mimpi. Berani mencoba hal-hal baru. Menemukan wadah blogging sebagai healing. Lewat blog, saya memiliki banyak kesempatan untuk bekerja mobile. Sangat mengasyikkan 3 tahun menjadi freelancer—saya dibayar atas hobby yang saya tekuni. Menulis!
Saya mengacuhkan asumsi orang-orang yang mengira kalau bekerja dari rumah adalah pengangguran. Honestly, hidup apa adanya tanpa mempertimbangkan berisiknya omongan orang, ternyata sangat membahagiakan. Pelan-pelan memahami kalau bahagia itu tanpa syarat ketentuan.
Bahagia Tanpa Pura-Pura, Simak ini nih Tipsnya!
Trus, caranya tetap bahagia tanpa pura-pura apa, sih? Berdasarkan pengalaman, 7 hal ini yang saya lakukan untuk lebih mengenal diri sendiri apa adanya. Sehingga saya benar-benar menyadari dan memvalidasi perasaan yang saya alami. Oh iya, saya sedang galau. Duh sebentar lagi PMS, nih *senggol bacok. Kok tiap ketemu dia yang auto nyebelin, energinya jadi nular jelek ya? Pokoknya beneran tahu kondisi diri sehingga mudah untuk on the track kalau merasa keliru.
Adaptasi dari masa transisi
Setiap orang mengalami masa transisi yang berbeda-beda. Ada yang hanya butuh waktu sebentar untuk mengatasinya, pun ada juga yang memerlukan waktu serta proses panjang untuk menemukan titik balik. Masa transisi itu bisa terjadi ketika kelulusan, menikah, melahirkan atau saat mengalami perubahan hidup yang krusial.
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, kalau masa transisi terhebat saya adalah ketika lulus S-1. Awalnya menolak kenyataan karena gagal berkali-kali dan tidak sesuai rencana yang saya impikan. Lama-lama saya beradaptasi dan menerima diri sendiri, kalau gagal itu tidak apa-apa. Dicoba lagi, lagi dan lagi. Akhirnya yang awalnya gagal trus nangis, setelah berkali-kali mengalami justru menertawakan diri sendiri.
Merunut lagi, kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak sepenuhnya gagal. Ternyata kepingan gagal itu sangat saya syukuri sekarang ini. Ah untung waktu itu saya gagal ya, kalau enggak, pasti saya nggak dapat ini/bisa seperti ini, batin saya.
Apa teman-teman juga pernah mengalami masa transisi dalam hidup?
Belajar
Ray ikut belajar sama Ibu :) |
Kalau sudah belajar tekun terus tetap nggak bisa bagaimana? Ya gak apa-apa dong, ahaha. Saya berkali-kali latihan nyetir mobil sampai sekarang belum bisa-bisa *toyor diri sendiri, ahaha. Tapi saya nggak kapok nyobain lagi dan lagi.
Process is a key
Saya bukan tipe orang yang percaya sepenuhnya pada pepatah “Tidak ada hasil yang menghianati usaha”, ahahaha. Ada lho fase dimana saya sudah melakukan yang terbaik yang saya bisa, menerapkan teori-teorinya dengan seksama, tapi hasil akhirnya ternyata menghianati saya.
Saya mengubah persepsi kalau “kegagalan adalah jawaban yang terbaik”. Ada kesempatan lain yang menunggu, atau ada hal yang harus saya pelajari dengan sungguh-sungguh. Sejak itu, saya mulai menghargai proses. Kunci prosesnya adalah usaha dan doa dioptimalkan, lalu digenapkan dengan tawakal. Simpel!
Fokus kembangkan potensi
Di setiap sesi wawancara kerja, ada pertanyaan yang membuat saya termenung lama. Apa kelebihan dan kelemahanmu? Beneran saya bisa lamaaaaaa sekali menjawabnya. Seringkali kita terpaku dengan kelemahan-kelemahan kita dan mengabaikan hal lain yang bisa menjadi potensi untuk dikembangkan.
Again, saya mulai pelan-pelan untuk fokus dengan apa yang menjadi kemauan saya. Menentukan goal saya agar lebih terarah. Tapi kali ini saya mulai bisa mengendalikan dan tidak memaksakan diri seperti dulu. Kalau capek berhenti sejenak, tidak diforsir. Pas merasa sudah mulai ngegas karena capek, pikiran dan hatinya diajak kalem dengan meditasi. Ah, ternyata bahagia memang sesederhana ini tanpa tapi.
Mencari peluang dan kesempatan
Kalau saya mulai bosan dengan rutinitas dan ingin upgrade skill, biasanya saya mulai mencari peluang untuk bergabung dengan komunitas. Dengan bergabung dengan komunitas, kita akan memiliki banyak informasi tentang hal baru yang kita tekuni. Kalau dulu saya suka ngeblog hanya suka-suka, saat menekuninya, saya mulai bergabung dengan beberapa komunitas dan dari sanalah muncul beberapa peluang dan kesempatan.
Kesempatan memang seringkali tidak datang dua kali. Tapi jika memang belum rejeki, saya yakin akan datang kesempatan yang lebih baik lagi.
Be your self
Ada kalanya saya merasa minder, huhu. Terlalu menuntut diri sendiri untuk bisa ini itu. Nah, pas selesai kelas daring kemarin saya isi paket data IM3 Ooredoo yang kebetulan lagi ada promo. Trus melihat cuplikan video terbaru IM3 Ooredoo hati saya meleleh
Bagaimana hidup apa adanya tanpa syarat ketentuan membuat kita menjadi lebih ringan. Fokus pada diri sendiri membuat saya memahami, oh iya ternyata bahagia sesimpel ini. Just be yourself!
Bahagia ada di kamu
Bahagia itu kita yang punya! Mereka tidak berhak merenggutnya. Mau kerja di kantor atau rumah. Kamu bisa mengatur sendiri bagaimana cara bahagia dengan mengubah-ubah sedikit ekspektasi dan persepsi.
Dari pagi udah mengatur posisi “happy” tapi ambyar berkeping-keping karena sikap relasimu nyebelin? Yaaa, jangan dibawa sampai hati. Misal ada relasi yang whatsapp dengan isi yang super nyebelin, cukup sebelnya ‘sampai mata. Kalau nyebelinnya via telepon, cukup didengarkan sampai telinga. Sisanya buang ke tempat sampah, tidak perlu dibawa sampai hati. Kalau kepepet dan tidak mau diganggu, kamu berhak menutup akses sementara biar “rasa nyebelinnya” berlalu dulu tanpa mengganggu.
By the way, saya masih beradaptasi dengan masa transisi akibat korona. 2 minggu pertama membuat saya galau karena masa transisi dari work from office berubah menjadi work from home. Semua aktifitas dilakukan di rumah! Aktifitas belajar mengajar, koordinasi penelitian dan segala keperluan kantor dilakukan secara daring.
Dengan akses internet yang cepat, saya dapat menyelesaikan job desk saya dari rumah. Alhamdulillah ada IM3 Ooredoo yang mengerti kebutuhan saya. Ia menghadirkan lini produk telekomunikasi yang simple dan bebas syarat ketentuan seperti Freedom Internet yang setia saya gunakan sampai sekarang. Seratus persen kuota utama yang bisa digunakan 24 jam di semua jaringan tanpa pembagian waktu. Fitur pulsa save-nya juga membuat saya tetap nyaman internetan meski kuota habis terpakai. Bisa diaktifkan dengan telepon *123# dari handphone atau melalui aplikasi myIM3.
Saya terkesan sama perjalanan prosesmu Mba apalagi saat memutuskan resign dan kuliah lagi. Sungguh mengikuti kata hati tanpa peduli penilaian orang lain.
BalasHapusDan saya tertarik dengan soal kelemahan diri yang harus diketahui agar bisa dievaluasi menjadi potensi kekuatan.
Komentar? Kamu hebat, su, as usual. Tulisanmu ini, menamparku... Kyknya ak hrs juga mulai nyari cara bahagia tanpa pura2 itu ya.. :) Pejuang scholarship juga tho.. Aahhh, kangen pokoknya... Peluk jauh (Dini)
BalasHapusKomentar? Amazing Aya, kyk biasanya. Tulisanmu itu menamparku. Aku amin-in dr lubuk hati.Kykny ak juga hrs mulai nyari bahagiaku tanpa pura2 itu ya :) Intinya.... AKU KANGEN, Su...! Peluk jauh
BalasHapusPasti nggak mudah ya buat nutup kuping..semangat belajar terus ya. Keren yaaa 🙂
BalasHapusHidup jadi diri sendiri memang membahagiakan,pura2 bakalan lelah deh.
Aku jg suka lihat video ini, ngena banget