Tanggal
11 April bagi beberapa Dusun merupakan hari demokrasi nasional :p. betapa
tidak, hari itu mereka memilih pemimpin untuk menjadi leader desanya untuk masa jabatan 2013-2018. Dulu masa jabatannya
lebih lama, 8tahun. Tetapi sudah 2 periode ini (mungkin) masa jabatan kades
dipotong menjadi 5 tahun saja.
Sebelumnya, saat pilkades, aku tidak
tau tentang proses-prosesnya, tetapi kali ini lain, yang dulunya hanya tau
kulitnya saja, sebutlah cuma nyoblos-nyelup jari-selesai, kadang-kadang ikut euphoria pembacaan hasil coblosan, padi-sah, jaguuuuuung-sah. Tahun ini sedikit banyak, aku mengikuti prosesnya,
luar dalam, dari pemilihan kader, koordinasinya dan strateginya. Sampai-sampai
aku tau ternyata tidak sesimple
nyoblos-nyelupjari-selesai. Gimana kalo simpatisan kader-kadermu yang
mendukungmu memiliki paham yang berbeda alias bentrok satu sama lainnya. Nah,
disini seninya politik dimana sebagai leader
harus bijaksana menyikapi hal tersebut, menata emosi dengan baik, memberikan solusi
agar semuanya berjalan dengan selaras. Prosesnya sangat panjang, tidak sesimple nyoblos-nyelupjari-selesai.
Kemarin ada 3 kandidat, sebagai
simbolnya, padi, ketela dan jagung. Sebelum puncak pesta demokrasi desa
diwarnai juga money politics layaknya
pemilu presiden (oh my). Bayangkan saja,
kalo per kepala dijatah 200rb berapa juta untuk mengumpulkan massa 100 orang? Penduduk
desaku 1600 orang tetapi pemilih aktifnya hanya sekitar 1200 orang, karena
lainnya merantau. Jadi untuk memenangkan pilkades tersebut, kandidat harus
meraup suara kurang lebih 500-600 suara. Gemas saat terjadi money politics yang merupakan awal dari
korupsi, pemuda menempelkan slogan-slogan sebagai sindiran “terima uangnya,
jangan coblos orangnya, biar jera”, salah satu bunyi slogannya.
Fenomena lain adalah “klenik”. Jadi para
kandidatnya memercayakan dengan nasihat dukun atau paranormal. Melakukan ritual
yang disarankannya untuk syarat memenangkan pilkades. For what? Aku geleng-geleng kepala. in the end, kepala desa yang terpilih adalah kepala desa yang jika
ditotal hanya mengeluarkan biaya paling sedikit dari kandidat lainnya. Saat ditanya
tanggapan tentang money politics yang
dilakukan kandidat lainnya, dia hanya tersenyum sambil bilang “Masyarakat sudah
pandai memilih, saya kembalikan kepada niat awal, kalau niatnya baik, saya
yakin sampai akhir juga akan baik, kalo dituruti memakai uang-uang seperti itu
gak aka nada habisnya”, uangkap kandidat kades yang bersimbol jagung ini.
Dan proses membuktikan hasil. Dari setahun
terakhir mempersiapkannya dengan baik dan niat baik, pada pilkades ini, jagung
menang, Bapak Jundi Istnanto, SE semoga amanah dan istiqomah.
Leader yang
baik akan selalu bijak mencari solusi terbaik untuk setiap permasalahan
hohoho.. di tempatku g da kepala desa, pakenya lurah jadi nggak pernah pilkades :D
BalasHapus