Apakah mendongeng masih menjadi
budaya untuk menyampaikan pesan melalui cerita? Ataukah juga masih menjadi
pilihan para orangtua untuk akrab dengan anaknya sehingga ritual mendongeng
masih diadopsi untuk menidurkan mereka?
Pertanyaan itu mengendap di benak
saya akhir-akhir ini. Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar anak-anak gemar
sekali mendengarkan dongeng, apalagi dibarengi dengan mimik atau musikal yang
mendukung. Dulu, saya hanya sebatas didongengi cerita kancil oleh Bapak saya. Meskipun
seperti kaset rusak karena ceritanya berulang-ulang, saya tetap mendengarkannya
dengan takzim. Bapak juga sering mendongengkan cerita fabel lain dengan alur
dan setting yang membuat saya tertarik untuk bertanya.
Beranjak SD, saya mulai menyukai pelajaran bahasa. Dan saya
baru menyadari bahwa hingga SMA, Bahasa Indonesia merupakan pelajaran favorit
yang mendompleng nilai rata-rata karena menyumbang nilai paling banyak dibanding mata pelajaran lainnya. Selain itu,
mulai SMP saya mengikuti lomba-lomba yang berbau bahasa, mendongeng adalah
salah satunya. Saya pernah mendapatkan juara 3 se-Kabupaten Klaten waktu kelas
2 SMP. Selain itu, saya (tergabung dalam kelompok yang berjumlah 3 orang) juga
mendapat juara 2 untuk Lomba Karya Tulis.
Lalu apa hubungannya dengan
mendongeng? Ini hanya pendapat pribadi saya, bahwa sebagian besar, minat
terhadap bahasa tersebut muncul dari ketertarikan saya terhadap dongeng-dongeng
yang pernah diceritakan Bapak selepas Magrib. Seperti candu dan Bapak tau saat
saya mendekat dan siap dengan posisi mendengarkan, tanpa diberi aba-aba beliau
dengan senang hati memberikan dongeng segarnya.
Seperti mengulang masa lalu. Saya menerapkan
hal yang sama terhadap keponakan-keponakan saya. Mendongengkannya sebelum
tidur. Dulu waktu di Klaten, Iqbal-Ihsan dan Khansa juga pernah saya
dongengkan. Tidak hanya fabel yang berkutat pada Kancil sebagai cerita
utamanya. Tetapi saya membebaskan mereka untuk memilih atau memberikan clue, hewan apa yang akan menjadi peran
dalam dongeng tersebut.
Efeknya luar biasa. Iqbal yang waktu
itu masih duduk di kelas 2 SD tidak segan menjadi pencerita. Ia sama sekali
tidak canggung untuk menceritakan hal-hal yang terjadi di sekolahnya. Entah tentang
gurunya, temannya ataupun mata pelajarannya. Apa itu juga pengaruh dari
dongeng? Saya tidak menyimpulkan 100% benar. Tetapi saya mengamati bahwa dengan
mendongeng akan tercipta ikatan emosional antara pendongeng dan pendengarnya. Pendongeng
akan berkreasi mencari bahan untuk didongengkan, sementara itu pendengar akan
terangsang untuk ingin tau mengenai isi dari cerita.
Contoh lagi, di Depok saya tinggal
dengan 2 balita yang sedang aktif-aktifnya. Mereka seperti Iqbal dan Ihsan,
hobby sekali mendengar dongeng. Fasilitas gadget
kami (Saya, Bapak dan Mamanya Dio) fungsikan untuk mendownload cerita-cerita
nabi, fabel yang menyampaikan nilai moral. Biasanya kami menontonnya bersama. Jadi,
setelah menonton video tersebut, saya menceritakan kembali isi dan pesan dari
cerita itu. Feed back mereka beragam. Ada rasa simpati dan empati yang terpancar,
rasa haus ingin tau terhadap sesuatu. Dea dan Dio pun terangsang untuk
menanyakan hal-hal kecil, misalnya : “Kenapa kita tidak boleh makan babi? Kenapa
hanya boleh memelihara kucing sedangkan anjing dilarang”
Dengan pertanyaan-pertanyaan itu pun,
saya dituntut untuk dapat menjelaskan dengan bahasa mereka. Seperti ada take and give dalam proses mendongeng tersebut. Sampai sekarang pun, Dio dan
Dea masih gemar mendengarkan dongeng. Mereka yang memilih objek yang akan
diceritakan. Dalam dunia fabel, Dio lebih suka kuda yang direpresentasikan baik
sedangkan Dea memilih singa sang pemberani. Tidak jarang mereka terlibat
menjadi tokohnya, menjadi putri dan pangerang sedangkan saya seperti dalang
yang menjadi sutradaranya. Mereka memilih alur ceritanya sendiri meskipun hanya
sederhana. Sehingga tanpa mereka sadari, mereka dapat memilah hal-hal yang
diperbolehkan dan dilarang.
Menurut saya, budaya mendongeng harus
dikembangkan, mengingat manfaatnya bagi anak-anak dan perkembangannya. Sependapat
dengan situs ayahbunda bahwa mendongeng memiliki banyak manfaatnya, antara lain
:
1. Meningkatkan
keterampilan bicara anak, karena bayi atau balita akan
kenal banyak kosa kata.
2. Mengembangkan
kemampuan berbahasa anak, dengan mendengarkan struktur kalimat.
3. Meningkatkan
minat baca.
4. Mengembangkan
keterampilan berpikir.
5. Meningkatkan
keterampilan problem solving.
6. Merangsang
imajinasi dan kreativitas.
7. Mengembangkan
emosi.
8. Memperkenalkan
nilai-nilai moral.
9. Memperkenalkan
ide-ide baru.
10. Mengalami
budaya lain.
11. Relaksasi.
12. Mempererat
ikatan emosi dengan orang tua.
Jangankan anak-anak, saya yang
tergolong remaja saja masih suka mendengarkan dongeng, dan saat ini Dio (4y,7m)
dan Deandra (3y, 5m) suka menceritakan hal-hal kecil yang dialaminya.
Mari mendongeng :)
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)