Featured Slider

Rindu Bapak pada Baitullah


Tahun 2011, mata Bapak berkaca-kaca. Beliau bercerita keinginannya untuk pergi ke Baitullah, salah satu rukun Islam yang terakhir yang sangat ingin ia jalani bersama Ibu. Saya membantu pengurusan administrasi dan pembayarannya.

Waktu tunggu pada tahun itu belum seekstrim sekarang. Padahal, menurut Bapak, waktu tunggu 5 tahun itu rasanya lama sekali. Lha kok ternyata sekarang malah hitungan belasan bahkan puluhan tahun. Ya Allah.

Bisa dibayangkan, Bapak hampir seluruh hidupnya mengabdi menjadi guru. Gajinya disisihkan sedikit demi sedikit untuk pergi haji bersama ibu. Untuk urusan keuangan dan skala prioritas, saya tidak perlu mempertanyakan lagi. Bapak mampu menyekolahkan kami sampai perguruan tinggi. Ah iya, dulu pamor guru belum segemerlap sekarang yang ada tunjangan ini itu dan sertifikasi untuk pegawai negeri.

Bapak sangat yakin dan meniatkan dirinya dengan ibu untuk pergi kesana berdua. Meskipun waktu itu belum ada biayanya.

Kado Umroh

Kalau lancar, seharusnya Bapak dan Ibu bisa berangkat haji di tahun 2016. Bapak dan Ibu menguatkan diri baik secara lahir dan batinnya agar masa tunggu itu terasa tidak terlalu lama. 

Pandangan Bapak waktu itu sangat sederhana. Punya uang, bayar haji, dan berangkat. Kalaupun harus menunggu, masa tunggunya tidak sampai 2-3 tahun. Saya juga paham, bahwa mulai muncul kekhawatiran Bapak Ibu, dan pertanyaan-pertanyaan kuat gak ya kalau 5 tahun pergi haji. Mengingat Bapak Ibu sudah sepuh. 

Iman memang selalu begitu bukan? Kadang menggelitik dengan pertanyaan yang menguji keyakinan kepada Allah. Bahwa Allah yang Maha memampukan. Maka, Bapak memberikan pengertian kepada Ibu untuk sabar menunggu. Yang penting kita sudah niat, Bu. Ujarnya menenangkan.

Benar saja. Tahun 2012 Bapak dan Ibu mendapat kado istimewa. Umroh berdua. Jangan tanya ekspresinya, mereka berdua menangis! Tiketnya dibelikan Mas Joko dan Mbak Era. Berangkatnya bareng sama besan. Dalam perjalanan umroh itu, rasanya banyak sekali kemudahan, dari mengurus persiapannya hingga sampai disana. Padahal sebelum berangkat umroh, kesehatan Bapak dan Ibu agak menurun.

Sepulang dari umroh, wajah Bapak dan Ibu sangat sumringah. Banyak cerita dari Makkah dan sudut Madinah yang mencuri perhatiannya. Seakan kegelisahan mereka tentang masa tunggu haji, dijawab oleh Allah dengan umroh.

Oh iya, setelah mengumrohkan Bapak Ibu, Mas Joko juga pergi ke Mekkah dapat umroh gratis dari tempat kajian di kantornya. Dia saja gak percaya pas cerita, karena seumur-umur belum pernah menang undian, apalagi langsung umroh gratis tis tis.
Allah Maha Memampukan…

Saat Masa Tunggu Berlalu


Sejak tahun 2016, Bapak selalu meminta tolong saya untuk mengecek web Kemenag untuk keberangkatan hajinya. Saya disuruh mencatat nomor kursinya, sehingga bisa setiap saat ngecek sendiri.

Setiap obrolan di telpon kami, Bapak tidak luput dari pertanyaan “Di website belum ada kabar, wuk?”, jawaban saya masih sama. Belum. 

Sampai di penghujung November 2016, saya iseng-iseng ngecek website Kemenag lagi dan Alhamdulillah Bapak Ibu insya Allah masuk daftar pemberangkatan tahun 2017. Meski kesehatan Bapak dan Ibu sempat berangsur menurun—Bapak sempat TBC dan Ibu pernah  stroke ringan yang menyebabkan tangan kanannya tidak dapat digerakkan. Tetapi kabar ke Baitullah seperti oase penyemangat mereka berdua.

Awal tahun ini, mereka jadi lebih semangat menjaga pola makan, jalan-jalan pagi untuk melatih staminanya, membaca amalan-amalan dan doa untuk di Mekkah. 

Allah apikan banget ya, wuk” kata Bapak saat kami duduk berdua.

Saya hanya diam sambil senyum-senyum saja.

“Alhamdulillah Bapak wis mari, kowe wis rabi, lha iki trus dikon haji”, Bapak melanjutkan kalimatnya.

Hari ini, Bapak genap 69 tahun. Semoga berkah usianya ya, Pak. Semangat sehat karena rindu ke Baitullah akan segera terobati. 

Semoga Allah selalu mencurahkan cinta padamu dan Ibu ya, Pak. Bahagia selalu!

8 komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)