Featured Slider

Plagiasi dan Hoax yang Paling Sederhana Dilakukan


Akhir-akhir ini, istilah plagiasi dan hoax marak sekali muncul. Kalau dirunut, keduanya ternyata kayak kakak adik. Lho kok bisa? Itu pendapat saya sih.

Seringkali yang melakukan plagiat justru lebih galak dan memiliki segudang alasan yang "kelihatan mulia". Yaudahlah nggak usah pada ribut, ambil saja hikmahnya, buang yang jeleknya. Lha kamu itu nyebarin info tanpa sumber yang jelas kok malah ceramah gitu? Selain plagiasi, kan info yang disebarkan berpotensi hoax. Huft.

Saya sempat kesal saat berada di grup WA yang main share seenak udel tanpa mengutip itu sumber darimana atau penulisnya siapa. Pas ditanyain dijawab dari grup sebelah. Duh! Saya duluuuuuuu pernah latah melakukannya, tapi pelan-pelan bisa tobat meskipun kontennya sekece apa pun kalau tidak ada sumbernya, cukup berhenti di saya tanpa harus ikut-ikutan menyebarkannya. Alasan mulianya karena konten yang disebarkan memang mulia. Nyatanya anggapan saya keliru. Benar-benar keliru.

Hobby copy paste

Pernah membaca status seorang teman yang puanjaaaaaaang banget. Kita sudah trenyuh dan terbawa suasana sama isi tulisannya dan berkhusnudzon kalau ia yang membuat tulisan tersebut. Lha kok di akhir, dia membubuhkan kalau tulisan itu adalah karangan orang lain. Sampai baca kalimat terakhir ada perasaan tidak terima "Kok ga dicantumin di depan aja sih identitas penulisnya?". Yang semula simpati berubah jadi antipati.

Di status facebook ada tombol share langsung, biasanya saya memilih itu kalau misal ada status seseorang yang bermanfaat untuk disebarkan atau layak dibaca orang banyak. Dengan begitu, kita bisa menghargai tulisan atau karya orang lain meskipun hanya sesederhana status FB. Selain itu bisa langsung ngecek sumber asli tulisannya.

Kalau diberi kredit nama di akhir tulisan sebenarnya saya juga nggak masalah, meski untuk beberapa orang itu bentuk yang menyebalkan. Tapi setidaknya buat saya, yang bersangkutan masih berniat baik untuk mencantumkan sumber tulisan tersebut. Yaaah, semacam daftar pustaka yang ditulis di akhir kan? (Yeeee, emang karya ilmiah. Ahaha). Lha daripada nggak dikasih sama sekali?

Plagiasi status FB merupakan bentuk konkrit yang paling sederhana. Makanya, saat kasus AFI mencuat, netizen ramai sekali memberikan beberapa capture status-status yang merupakan hasil plagiasinya. Padahal kan nulis status FB mudah dan sederhana kan? Trus kenapa harus memplagiasi milik orang lain? Ternyata lagi-lagi saya keliru. Karena sekali pun memplagiasi status FB, itu bukan kasus yang sederhana.

Jangan menyepelekan hal kecil yang sifatnya sederhana, karena bisa hal itu bisa menjadi krusial sekali.

Membaca ulasan sahabat saya, Siti Nurjanah, di web Keb, saya sepakat kalau plagiasi itu menodai dunia literasi. Sekali plagiasi bisa menjadi kecanduan untuk mengulanginya lagi. Seperti kasus yang sedang hits belakangan ini. Banyak yang merasa terluka karena kasus plagiasi di Indonesia selama ini kurang mendapat sanksi yang tegas. Awalnya saja booming, tapi dengan permintaan maaf, seolah-olah semua menjadi selesai dan tidak ada tindak lanjutnya lagi.

Selain plagiasi, PR yang masih menggantung adalah memerangi hoax. Semoga kita tidak menjadi bagian yang melakukan kedua hal tersebut. Kalau di dunia nyata, pepatah "mulutmu harimaumu". Tapi kalau di media sosial yang berlaku adalah "jempolmu harimaumu".

2 komentar

  1. kalau kredit tulisan di kasih di depan kayaknya juga enggak nyaman dibaca ya..atau parahnya, malah menurunkan engagement..heheh

    BalasHapus
  2. Kalau saya pribadi sih, tergantung 'semenggilitik' apa hal yang dibagikan teman. Contoh masalah hari libur. Wah itu saya harus cekricek sendiri ke sumber yang tepat. Ntar salah-salah satu angkatan libur padahal aslinya engga xD

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)