Sebenarnya saya sudah diminta Ibu untuk menyapih Ray, tapi entah kenapa kok gagal melulu. Tepatnya, saya belum seniat itu buat menyapihnya. Bahkan pengennya, Ray ga mau sendiri buat nen.
Saya mengenal weaning with love dan berusaha melakukannya juga. Tapi apapun cara Ibu menyapih anaknya, pastilah dengan cinta. Meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Mungkin bedanya pada dramanya. Ada yang no drama, ada juga yang sampai berurai air mata. Yang nangis bukan cuma anaknya, tapi si Ibu juga, huhuhu.
Proses Menyapih Ray
Sounding...
Ga melulu sounding buat menyapih bisa bikin smooth proses penyapihan itu sendiri. Justru buat saya malah bikin Ray makin kenceng nen-nya. Sejak usia 18 bulan, saya sudah menyisipkan cerita soal menyapih ini sama Ray di sela-sela obrolan kami.
"Waaah, Ray sudah besar. Sebentar lagi gak nen Ibu ya. Bisa minum pakai gelas sendiri", nggak sekali, dua kali kalimat-kalimat yang nyrempet soal menyapih saya selipkan. Awalnya Ray belum merespon, tapi lama-lama pas dia mengetahui arti menyapih itu adalah stop nen Ibu, dia makin kenceng nen-nya. Bahkan sempat terlontar "Nggak mau, aku nen Ibu aja" atau "Nen Ibu aja ya, ya, ya?" ahahaha. Respon-respon seperti itulah yang membuat proses menyapih baru berhasil di usia Ray 27 bulan.
Sounding and acting...
Hayo, siapa yang sudah menaikkan levelnya di tingkat akting? Mengoles puting dengan warna, menempelnya dengan hansaplas atau hal-hal lainnya yang membuat anak nggak mau menyusui lagi. Selama hal itu tidak menyakiti Ray dan membohonginya, saya akan melakukannya.
Jadi, Ibu pernah menyarankan untuk mengoleskan brutowali yang pahitnya ampun ke puting. Biar pas Ray menyusui, dia menyadari kalau susunya gak enak. Opsi ini saya dengarkan saja, tidak saya lakukan tapi saya juga tidak mendebat Ibu. Prinsipnya, saya fokus pada apa yang saya lakukan pada Ray, dan tidak mau mengomentari cara orangtua lain. Ibu saya tertarik karena mendengar cerita tetangga yang berhasil menyapih anaknya dengan cara itu.
Yang saya lakukan masih sekadar menempel hansaplas di puting. Posisinya Ray bermain peran dokter dan saya pasiennya. Nah, pas pertengahan dia asyik mainan dan pengen menyusu, saya mulai akting dong.
"Duh Dok, ini nen-nya sakit, ga minum nen aja ya. Ganti air putih, es teh atau jus gitu, Dok", Ray agak lama mencernanya karena kaget kenapa nen Ibunya ditempel. Dia langsung mendekat dan memandang saya beberapa waktu. Saya pun menunggu reaksinya.
Dia mengusap-usap. Membuka plester pelan-pelan lalu meniup-niup puting seperti yang saya lakukan ketika dia jatuh dan luka. Dan dengan jenaka dia bilang "Daaaah sembuh!", trus nen dong tanpa meminta menunggu aba-aba.
Saya agak amazing aja kalau dia akan melakukan itu. Saya masih meneruskan aktingnya. Aduh Dok, kan nen-nya sakit, kok di-nen, huhu. Sambil nangis bombay.
"Udah diusap sama aku tiup, Bu. Sembuh!", Dia melepas nen dan membalas saya, ahahaha.
Tiap dia jatuh, terluka dan menangis. Dia merasa frustasi dan menyalahkan lantai atau benda apapun yang ada di dekatnya. Beberapa kali saya bilang kalau Ray kurang hati-hati, lantai dan sepedanya nggak ngapa-ngapain. Untuk memvalidasi emosinya saya mengusap-usap punggungnya, meniup-niup lukanya dan hal itu cukup menenangkannya. Ternyata dia copy paste buat menjawab akting saya, ahahaha.
Di waktu lain, saya menggantinya dengan memberi warna puting menjadi merah. Saya bilang kalau putingnya kok merah-merah "kayak" darah ya, huhuhu. Entah kenapa Ray hanya mengusapnya trus langsung nen.
Rutinitas sounding masih sering saya lakukan. Tapi yaaaa gitu, makin kenceng sounding, Ray makin kenceng nen-nya.
Kerelaan Ibu...
Sebenarnya yang tidak bisa disapih itu anaknya atau mungkin Ibunya yang belum rela? Saya hanya terdiam mendapat pertanyaan itu. Apa iya saya yang memang belum legowo menyapihnya, sehingga Ray pun juga berat untuk melepas.
2 tahun bonding time kami adalah ketika Ray menyusu. Tangannya bisa mengusap wajah saya. Memainkan hidung saya. Mengacak rambut saya. Dan yang paling mengena adalah saat kami ngobrol sambil bertatapan mata, lalu tiba-tiba dia tertawa saat menganggap obrolan saya lucu. Yakin rela melepas momen-momen emas itu? *ngetik ini saya terharu.
Yang paling tidak bisa dipungkiri adalah ketika dia demam, diare atau sakit yang membuat nafsu makannya drop, asi adalah andalan utama kami. Demam tidak lebih dari 2 hari, gempur asi, esoknya sudah mereda. Pas diare, merasa lemas, Ray punya andalan asi agar tidak dehidrasi. Bahkan pernah jumawa bilang "Ibu, aku ga suka makan. Nen aja ya, ya, ya?" *auto cium*.
Jadi, memang benar sih, untuk bisa sukses menyapih, kerelaan Ibu adalah kunci. Menyusui bukan hanya zona nyaman anak, tapi juga hal ternyaman Ibu untuk lebih dekat dengan anaknya.
Ray dan Ibu pasti bisa...
Siang setelah pulang dari dokter dan mendapatkan insight dari beberapa teman untuk menyapih Ray, saya memutuskan untuk menyapihnya di hari itu. Saya punya alasan kuat buat menyapih dan nggak bisa ditunda lagi. Belum mulai tahapnya, di mobil Ray merengek minta nen ya Allaaaaah, ahahah. Papinya mengalihkan perhatiannya dengan palang kereta, traktor, truk dan beberapa hal lain yang kami temui di jalan.
Saya juga sounding kalau Ray tidak nen lagi. Nanti Ibu buatkan susu, jus atau belikan susu kotak buat rekreasionalnya. Sampai rumah masih aman. Drama dimulai saat mau bobo, huhu. Nangis-nangis minta nen, tapi Ray tahu kalau kali ini saya nggak bakalan ngasih. Untuk mempermudah, saya tegas menolak dari awal. Kedua tangannya ditelungkupkan ke wajah dan menangis. Repeat aja begitu terus. Kalau ingat nen dan saya nggak ngasih, Ray nangis.
Saya membiarkannya beberapa waktu agar Ray lebih tenang, lalu menawarkan pelukan, gendongan atau minuman lainnya. Temen saya udah bilang sih kalau 2-3 malam bakalan nggak nyaman buat adaptasi, jadi saya dan suami udah siap kuda-kuda biar nggak konslet kesetrum Ray tantrum. Saya selalu ingat kalau kali ini Ray juga sedang beradaptasi dengan kondisi baru. Zona nyamannya sudah tidak bisa dilakukan lagi, tapi saya selalu menyampaikan kalau saya masih memeluk-meluk pas tidur, nemenin mainan sampai ngantuk dan tidak akan marah saat Ray nangis minta nen.
Hari pertama, Ray sampai jam 1 malam. Mainan seru sudah, cerita sudah, kayaknya sudah melakukan apapun tapi kok ga bisa tidur padahal dari jam 10, Ray sudah menguap terus. Saya menggendongnya keluar masuk rumah menemaninya yang mulai gelisah. Beberapa kali dia memegang nen dan merajuk minta nen, tapi saya menggeleng sambil memeluk. Gantian sama papinya buat nemenin main sama gendong. Pas bisa bobo, saya mengusap kepala dan mencium keningnya sambil bilang "Ibu very proud of you, Ray!"
Siapa bilang dramanya cuma pas mau bobo ih, ahaha. Pas bangun tidur pun juga mellow galaw. Ibuuuk, nen sebentar aja sambil bobo, katanya. Karena sudah niat, saya tetap konsisten dengan apa yang kami lakukan kemarin. Saya menggeleng dan mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Nangis lagi dong, huhuhu. Sampai dia mau dipeluk trus pelan-pelan menemukan ritme buat main.
"Aku minum air putih aja. Gak nen ya, Bu", Aduh bahagianya. Ray bilang gitu saat dia main blocks. Wajahnya ceria seakan udah rela gak nen lagi. Tapi, kalimat itu hilang entah kemana saat mau bobo siang. Ray galau lagi, ingat zona nyamannya yang mengantarkannya pulas bobo siang. Kali ini hanya dengan gendongan, puk-puk sama pelukan Ibu.
Malam kedua, jadwal tidurnya maju setengah jam menjadi setengah satu, ahahaha. Kami makan malam bersama, nemenin main, nonton video dan tebak-tebakan. Pas mau bobo, nangis lagi minta nen. Saya lega akhirnya Ray bisa bobo juga, tapi kok ya malam harus bangun nangis kejer, huhu. Lagi-lagi saya nunggu emosinya mereda dulu baru menawarkan pertolongan buat digendong dan dipeluk. "Iyaaa, nangis gak apa-apa. Ibu temenin ya", lama-lama bobo lagi.
Kami menyapih dengan sehangat dan senyaman mungkin, tapi nyatanya juga tidak benar-benar nyaman. Dan nggak perlu merasa guilty, karena ini normal banget. Nah, 5 hal ini saya rangkum ya saat melakukan proses menyapih Ray. Gaya bener, baru 2 hari lho, wkwkw. Percayalah, saya menulis ini biar merasa lega aja.
1. Sounding. Apapun kegiatannya, bagi saya sounding berkali-kali adalah kunci. Meskipun masih kecil, anak bisa memahami bahasa kita ketika kita mengulang-ulangnya. Jadi jangan remehkan the power of sounding.
2. Konsisten. Kalau memang di hari pertama sudah sukses menyapih, dan di hari kedua dramanya lebih hebat. Please, konsisten! Jangan sampai kalah. Karena apa? Misal di hari kedua menyerah buat ngasih nen lagi, besok-besok level menyapihnya bakalan lebih tricky lagi.
3. Validasi emosi. Anak sedang adaptasi dan transisi dari zona nyamannya. Menangis, ngambek dan gulung-gulung di lantai adalah caranya meluapkan. Selama tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain (memukul, mencakar, dll), biarkan saja dulu. Kalau sudah mereda, baru tawarkan pertolongan. Pelukan, gendongan, minuman atau makan. Dan ingat jangan kepancing tantrum, ahahah. Ngadepin anak ngambek, marah apalagi sambil gulung-gulung itu menyerap energi dan emosi lebih banyak. Jadi orangtua wajib sadar penuh kalau "proses menyapih" memang tidak nyaman buat anak.
4. Kenyangkan perutnya. Hari pertama Ray disapih, dia suka banget makan bebek goreng. Makan lahap dan banyak. Trus dibelikan martabak manis sama papinya. Apa kalo perut kenyang membuat anak nggak rewel? Siapa bilang? wkwkw. Setidaknya, si anak rewel bukan karena dia lapar, tapi memang karena kondisinya tidak nyaman. Hari kedua Ray mogok makan. Mungkin, ini cuma mungkin lho ya, dia gak makan karena gak nafsu makan beneran, atau karena biasanya kalau nggak makan, dia bisa nen sepuasnya. Seharian pola makannya beneran berantakan. Dan ketika dia tahan nggak makan, rewelnya makin tambah-tambah, huhu. Merasa nggak nyaman tapi nggak mau makan padahal lapar, yhaaaa gimana.
5. Serap energinya dengan permainan kesukaan. Nah ini PR banget! Apalagi Ray lagi hobby begadang. Rasanya malam kok berasa panjang banget, ahaha. Saya dan papinya bergantian nemenin dia main. Terutama yang banyak menyerap energi dan dia suka. Kalau capek dan suka harapannya bisa cepet bobo pules. Tapi nyatanya tetep malam juga, wkwkw. Andalan kami adalah main blocks kayu, corat-coret buku, cerita dan sesekali nonton video kalau energi kami low. Saya mengakalinya, jam 6-7 sama papi, 7-8 ibu, 8-9 papi, dst. Sesekali main bertiga, tapi durasinya pun nggak lama. Itu saya lakukan biar kami punya stok energi sampai malam tanpa emosi.
Sejauh ini saya nggak mellow, nggak ikutan emosi karena Ray sering nangis karena disapih. Tapi yhaaa tetep capek, wkwkw. Hari ini hari ketiga ya Raaaaabbbb. Semoga less drama. Buat Ibu-Ibu yang sedang atau mau menyapih buah hati, semangat! Kasih dopping 2 gelas mocca float atau freemilt green tea 😆.
Saya mengenal weaning with love dan berusaha melakukannya juga. Tapi apapun cara Ibu menyapih anaknya, pastilah dengan cinta. Meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Mungkin bedanya pada dramanya. Ada yang no drama, ada juga yang sampai berurai air mata. Yang nangis bukan cuma anaknya, tapi si Ibu juga, huhuhu.
Proses Menyapih Ray
Sounding...
Ga melulu sounding buat menyapih bisa bikin smooth proses penyapihan itu sendiri. Justru buat saya malah bikin Ray makin kenceng nen-nya. Sejak usia 18 bulan, saya sudah menyisipkan cerita soal menyapih ini sama Ray di sela-sela obrolan kami.
"Waaah, Ray sudah besar. Sebentar lagi gak nen Ibu ya. Bisa minum pakai gelas sendiri", nggak sekali, dua kali kalimat-kalimat yang nyrempet soal menyapih saya selipkan. Awalnya Ray belum merespon, tapi lama-lama pas dia mengetahui arti menyapih itu adalah stop nen Ibu, dia makin kenceng nen-nya. Bahkan sempat terlontar "Nggak mau, aku nen Ibu aja" atau "Nen Ibu aja ya, ya, ya?" ahahaha. Respon-respon seperti itulah yang membuat proses menyapih baru berhasil di usia Ray 27 bulan.
Sounding and acting...
Hayo, siapa yang sudah menaikkan levelnya di tingkat akting? Mengoles puting dengan warna, menempelnya dengan hansaplas atau hal-hal lainnya yang membuat anak nggak mau menyusui lagi. Selama hal itu tidak menyakiti Ray dan membohonginya, saya akan melakukannya.
Jadi, Ibu pernah menyarankan untuk mengoleskan brutowali yang pahitnya ampun ke puting. Biar pas Ray menyusui, dia menyadari kalau susunya gak enak. Opsi ini saya dengarkan saja, tidak saya lakukan tapi saya juga tidak mendebat Ibu. Prinsipnya, saya fokus pada apa yang saya lakukan pada Ray, dan tidak mau mengomentari cara orangtua lain. Ibu saya tertarik karena mendengar cerita tetangga yang berhasil menyapih anaknya dengan cara itu.
Yang saya lakukan masih sekadar menempel hansaplas di puting. Posisinya Ray bermain peran dokter dan saya pasiennya. Nah, pas pertengahan dia asyik mainan dan pengen menyusu, saya mulai akting dong.
"Duh Dok, ini nen-nya sakit, ga minum nen aja ya. Ganti air putih, es teh atau jus gitu, Dok", Ray agak lama mencernanya karena kaget kenapa nen Ibunya ditempel. Dia langsung mendekat dan memandang saya beberapa waktu. Saya pun menunggu reaksinya.
Dia mengusap-usap. Membuka plester pelan-pelan lalu meniup-niup puting seperti yang saya lakukan ketika dia jatuh dan luka. Dan dengan jenaka dia bilang "Daaaah sembuh!", trus nen dong tanpa meminta menunggu aba-aba.
Saya agak amazing aja kalau dia akan melakukan itu. Saya masih meneruskan aktingnya. Aduh Dok, kan nen-nya sakit, kok di-nen, huhu. Sambil nangis bombay.
"Udah diusap sama aku tiup, Bu. Sembuh!", Dia melepas nen dan membalas saya, ahahaha.
Tiap dia jatuh, terluka dan menangis. Dia merasa frustasi dan menyalahkan lantai atau benda apapun yang ada di dekatnya. Beberapa kali saya bilang kalau Ray kurang hati-hati, lantai dan sepedanya nggak ngapa-ngapain. Untuk memvalidasi emosinya saya mengusap-usap punggungnya, meniup-niup lukanya dan hal itu cukup menenangkannya. Ternyata dia copy paste buat menjawab akting saya, ahahaha.
Di waktu lain, saya menggantinya dengan memberi warna puting menjadi merah. Saya bilang kalau putingnya kok merah-merah "kayak" darah ya, huhuhu. Entah kenapa Ray hanya mengusapnya trus langsung nen.
Rutinitas sounding masih sering saya lakukan. Tapi yaaaa gitu, makin kenceng sounding, Ray makin kenceng nen-nya.
Kerelaan Ibu...
Sebenarnya yang tidak bisa disapih itu anaknya atau mungkin Ibunya yang belum rela? Saya hanya terdiam mendapat pertanyaan itu. Apa iya saya yang memang belum legowo menyapihnya, sehingga Ray pun juga berat untuk melepas.
2 tahun bonding time kami adalah ketika Ray menyusu. Tangannya bisa mengusap wajah saya. Memainkan hidung saya. Mengacak rambut saya. Dan yang paling mengena adalah saat kami ngobrol sambil bertatapan mata, lalu tiba-tiba dia tertawa saat menganggap obrolan saya lucu. Yakin rela melepas momen-momen emas itu? *ngetik ini saya terharu.
Yang paling tidak bisa dipungkiri adalah ketika dia demam, diare atau sakit yang membuat nafsu makannya drop, asi adalah andalan utama kami. Demam tidak lebih dari 2 hari, gempur asi, esoknya sudah mereda. Pas diare, merasa lemas, Ray punya andalan asi agar tidak dehidrasi. Bahkan pernah jumawa bilang "Ibu, aku ga suka makan. Nen aja ya, ya, ya?" *auto cium*.
Jadi, memang benar sih, untuk bisa sukses menyapih, kerelaan Ibu adalah kunci. Menyusui bukan hanya zona nyaman anak, tapi juga hal ternyaman Ibu untuk lebih dekat dengan anaknya.
Ray dan Ibu pasti bisa...
Siang setelah pulang dari dokter dan mendapatkan insight dari beberapa teman untuk menyapih Ray, saya memutuskan untuk menyapihnya di hari itu. Saya punya alasan kuat buat menyapih dan nggak bisa ditunda lagi. Belum mulai tahapnya, di mobil Ray merengek minta nen ya Allaaaaah, ahahah. Papinya mengalihkan perhatiannya dengan palang kereta, traktor, truk dan beberapa hal lain yang kami temui di jalan.
Saya juga sounding kalau Ray tidak nen lagi. Nanti Ibu buatkan susu, jus atau belikan susu kotak buat rekreasionalnya. Sampai rumah masih aman. Drama dimulai saat mau bobo, huhu. Nangis-nangis minta nen, tapi Ray tahu kalau kali ini saya nggak bakalan ngasih. Untuk mempermudah, saya tegas menolak dari awal. Kedua tangannya ditelungkupkan ke wajah dan menangis. Repeat aja begitu terus. Kalau ingat nen dan saya nggak ngasih, Ray nangis.
Saya membiarkannya beberapa waktu agar Ray lebih tenang, lalu menawarkan pelukan, gendongan atau minuman lainnya. Temen saya udah bilang sih kalau 2-3 malam bakalan nggak nyaman buat adaptasi, jadi saya dan suami udah siap kuda-kuda biar nggak konslet kesetrum Ray tantrum. Saya selalu ingat kalau kali ini Ray juga sedang beradaptasi dengan kondisi baru. Zona nyamannya sudah tidak bisa dilakukan lagi, tapi saya selalu menyampaikan kalau saya masih memeluk-meluk pas tidur, nemenin mainan sampai ngantuk dan tidak akan marah saat Ray nangis minta nen.
Hari pertama, Ray sampai jam 1 malam. Mainan seru sudah, cerita sudah, kayaknya sudah melakukan apapun tapi kok ga bisa tidur padahal dari jam 10, Ray sudah menguap terus. Saya menggendongnya keluar masuk rumah menemaninya yang mulai gelisah. Beberapa kali dia memegang nen dan merajuk minta nen, tapi saya menggeleng sambil memeluk. Gantian sama papinya buat nemenin main sama gendong. Pas bisa bobo, saya mengusap kepala dan mencium keningnya sambil bilang "Ibu very proud of you, Ray!"
Siapa bilang dramanya cuma pas mau bobo ih, ahaha. Pas bangun tidur pun juga mellow galaw. Ibuuuk, nen sebentar aja sambil bobo, katanya. Karena sudah niat, saya tetap konsisten dengan apa yang kami lakukan kemarin. Saya menggeleng dan mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Nangis lagi dong, huhuhu. Sampai dia mau dipeluk trus pelan-pelan menemukan ritme buat main.
"Aku minum air putih aja. Gak nen ya, Bu", Aduh bahagianya. Ray bilang gitu saat dia main blocks. Wajahnya ceria seakan udah rela gak nen lagi. Tapi, kalimat itu hilang entah kemana saat mau bobo siang. Ray galau lagi, ingat zona nyamannya yang mengantarkannya pulas bobo siang. Kali ini hanya dengan gendongan, puk-puk sama pelukan Ibu.
Malam kedua, jadwal tidurnya maju setengah jam menjadi setengah satu, ahahaha. Kami makan malam bersama, nemenin main, nonton video dan tebak-tebakan. Pas mau bobo, nangis lagi minta nen. Saya lega akhirnya Ray bisa bobo juga, tapi kok ya malam harus bangun nangis kejer, huhu. Lagi-lagi saya nunggu emosinya mereda dulu baru menawarkan pertolongan buat digendong dan dipeluk. "Iyaaa, nangis gak apa-apa. Ibu temenin ya", lama-lama bobo lagi.
Kami menyapih dengan sehangat dan senyaman mungkin, tapi nyatanya juga tidak benar-benar nyaman. Dan nggak perlu merasa guilty, karena ini normal banget. Nah, 5 hal ini saya rangkum ya saat melakukan proses menyapih Ray. Gaya bener, baru 2 hari lho, wkwkw. Percayalah, saya menulis ini biar merasa lega aja.
1. Sounding. Apapun kegiatannya, bagi saya sounding berkali-kali adalah kunci. Meskipun masih kecil, anak bisa memahami bahasa kita ketika kita mengulang-ulangnya. Jadi jangan remehkan the power of sounding.
2. Konsisten. Kalau memang di hari pertama sudah sukses menyapih, dan di hari kedua dramanya lebih hebat. Please, konsisten! Jangan sampai kalah. Karena apa? Misal di hari kedua menyerah buat ngasih nen lagi, besok-besok level menyapihnya bakalan lebih tricky lagi.
3. Validasi emosi. Anak sedang adaptasi dan transisi dari zona nyamannya. Menangis, ngambek dan gulung-gulung di lantai adalah caranya meluapkan. Selama tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain (memukul, mencakar, dll), biarkan saja dulu. Kalau sudah mereda, baru tawarkan pertolongan. Pelukan, gendongan, minuman atau makan. Dan ingat jangan kepancing tantrum, ahahah. Ngadepin anak ngambek, marah apalagi sambil gulung-gulung itu menyerap energi dan emosi lebih banyak. Jadi orangtua wajib sadar penuh kalau "proses menyapih" memang tidak nyaman buat anak.
4. Kenyangkan perutnya. Hari pertama Ray disapih, dia suka banget makan bebek goreng. Makan lahap dan banyak. Trus dibelikan martabak manis sama papinya. Apa kalo perut kenyang membuat anak nggak rewel? Siapa bilang? wkwkw. Setidaknya, si anak rewel bukan karena dia lapar, tapi memang karena kondisinya tidak nyaman. Hari kedua Ray mogok makan. Mungkin, ini cuma mungkin lho ya, dia gak makan karena gak nafsu makan beneran, atau karena biasanya kalau nggak makan, dia bisa nen sepuasnya. Seharian pola makannya beneran berantakan. Dan ketika dia tahan nggak makan, rewelnya makin tambah-tambah, huhu. Merasa nggak nyaman tapi nggak mau makan padahal lapar, yhaaaa gimana.
5. Serap energinya dengan permainan kesukaan. Nah ini PR banget! Apalagi Ray lagi hobby begadang. Rasanya malam kok berasa panjang banget, ahaha. Saya dan papinya bergantian nemenin dia main. Terutama yang banyak menyerap energi dan dia suka. Kalau capek dan suka harapannya bisa cepet bobo pules. Tapi nyatanya tetep malam juga, wkwkw. Andalan kami adalah main blocks kayu, corat-coret buku, cerita dan sesekali nonton video kalau energi kami low. Saya mengakalinya, jam 6-7 sama papi, 7-8 ibu, 8-9 papi, dst. Sesekali main bertiga, tapi durasinya pun nggak lama. Itu saya lakukan biar kami punya stok energi sampai malam tanpa emosi.
Sejauh ini saya nggak mellow, nggak ikutan emosi karena Ray sering nangis karena disapih. Tapi yhaaa tetep capek, wkwkw. Hari ini hari ketiga ya Raaaaabbbb. Semoga less drama. Buat Ibu-Ibu yang sedang atau mau menyapih buah hati, semangat! Kasih dopping 2 gelas mocca float atau freemilt green tea 😆.
Kalau udah mulai capek dan mau terpancing, serahkan Papi. Jeda dulu! Gantian. |
Tidak ada komentar
Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)