Featured Slider

Ibu yang tenang

Beberapa hari ini, Ray terasa gloomy. Nangis tanpa sebab, teriak kencang-kencang untuk meluapkan kekesalan yang entah kesal kenapa. Dan memancing hal-hal yang membuat saya marah. Saat itu, saya ingin memeluk-meluk Ibu saya yang sedang menunggu Bapak di rumah sakit. 2 hari ditinggal Ibu, rasanya waktu berjalan aaaaamat lambat. 


Ray dan Ben menangis bergantian, dan Ray memaksa untuk minta gendong gantian. Dari awal memiliki Ben, saya berjanji untuk tidak akan memaksakan Ray tumbuh dewasa sebelum waktunya. Dia masih ingin dan butuh saya di sisinya. Jadi ketika dia ingin ditemani bermain, padahal saya sedang memegang adiknya, saya harus memasang rem pakem agar tidak marah dan tidak memaksa Ray untuk mengerti keadaan saya. Biasanya saya hanya bilang "Sebentar ya Mas, beri Ibu 5 menit biar adik Ben kenyang menyusu. Setelah itu, Ibu akan menemani bermain sepuasnya".

Saat hatinya sedang lega, Ray akan riang menerima dan dengan senang hati menunggu. Tapi kalau pas saya lagi apes, Ray tidak akan memberikan waktu saya. Endingnya bisa ditebak. Nangis!

Menjadi Ibu yang tenang

Saya remidi berkali-kali tentang ini. Tapi, saya tidak akan jera untuk mencoba lagi. Karena menjadi Ibu yang tenang saaaaangat berpengaruh di semua lini. Mengasuh jadi kalem, ngadepin tuntutan banyak orang tidak akan gentar. Tuntutan? Iya. Sadar atau tidak, beban seorang Ibu bisa 3x lipat dibanding bapaknya dalam pengasuhan anak. Kan kampret! *duh misuh kan*.

Kalau lahiran scesar, salah ibu. Anak minum sufor, salah ibu. Anak pilek, salah ibu *minum es terooooos*. Pokoknya seakan-akan tanggungjawab anak itu mengarah pada ibunya. Kan kampret ya! *tuh kan misuh lagi*.

Balik lagi saya mau curhat (perasaan daritadi kan curhat yhaa). Saya sempat kehilangan kendali karena semua bertumpu pada urusan anak-anak. 24 jam hanya gantian pegang Ray dan Ben.

Cari bantuan

Masih ingat kuis who wants to be a millionaire? Duh ketahuan angkatan lama ya, wkwk. Ada 3 pilihan bantuan yang bisa diambil. Fifty-fifty, ask the audiens dan phone a friend. Dalam posisi ini, saya memilih opsi phone a friend. Mencet nomer sahabat saya yang punya anak tiga. Pengen cari geng sambat biar nggak merasa sendirian.

Btw, kalau kalian mengalami hal yang sama, jangan sungkan cari bantuan. Capek itu manusiawi, apalagi momong bocah yang lagi aktif-aktifnya. Cari bantuanpun harus yang sefrekuensi. Jangan sampai kalian sambat tapi malah patah hati karena mendapat feedback yang bikin ambyar berkali-kali.

Don't judge, please!

Punya anak membuat saya belajar banyak hal. Salah satunya adalah saya lebih open minded dan tidak langsung menjustifikasi orang lain, terutama ibu baru. Saya nggak masalah sesar vs normal, sufor vs asi atau hal-hal lain yang pada dasarnya sudah beda dan endingnya hanya akan saling menyakiti perempuan.

Mengurus anak-anak itu capek. Jadi, ketika ada yang mengeluhkan hal itu, cukup dengarkan dan tidak perlu menjustifikasinya ini itu. Begadang, rahimnya yang masih basah bekas jahitan, payudaranya pecah-pecah tapi tetap harus menyusui. Rasanya tidak fair harus dibebani dengan menolak rasa capeknya.

Ketika kalian sedang merasakan fase hal ini, peluk jauh ya. Pelan-pelan, nggak perlu buru-buru melakukan sesuatu. Beri ruang jeda sejenak agar lebih legaan. 

Ambil napas lebih panjang dan rasakan sensasi tenang dalam dirimu. 

Tidak ada komentar

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)