Featured Slider

5 Hal Persiapan Menyambut Puasa Ramadan


Saya kira puasa masih sebulan lagi (Bulan Juni), lha kok ternyata mulainya di pertengahan Bulan Mei, huhu. Entah karena lupa atau memang alam bawah sadar sudah disetting kalau puasa mulai bulan Juni, sampai-sampai bisa salah perkiraan. Sehati dengan saya, ternyata suami juga mengira kalau puasanya dimulai bulan Juni. Untung saja mertua menjadi reminder hal-hal beginian. Beliau menanyakan beberapa persiapan menyambut ramadan. Seketika, saya dan suami saling berpandangan. Kami berdua menyadari bahwa puasa tinggal menghitung hari.

Oh iya, apa saja sih yang harus disiapkan untuk menyambut puasa ramadan? Yah, biar ibadahnya optimal. Apalagi ramadan termasuk salah satu bulan yang spesial. Nah, berikut hal-hal yang biasanya saya lakukan, siapa tahu teman-teman mau menambahkan persiapannya juga:

1. Melunasi hutang puasa

Memastikan hutang puasa lunas. Kemarin teman-teman hutang berapa? Usahakan sebelum masuk puasa ramadan, hytang puasanya sudah lunas. Sepertinya, tahun ini saya punya banyak hutang puasa deh, hehe. Ada yang nifas juga dan berhalangan puasa? Toss ah!

2.Membuat daftar amalan yang dikerjakan

Waktu kecil saya dikasih buku yang isinya list amal yaumi (puasa, salat, ngaji dll). Paling semangat kalau pas akhir tarawih antri minta tanda tangan khatibnya, hehe. Kenangan masa kecil itu terbawa hingga dewasa. Saat mau puasa, saya membuat beberapa list apa saja yang akan dilakukan agar tidak terlewat. Memberikan contreng kalau bisa melakulan amalan tersebut dan mengevaluasinya sebelum tidur. Mengkhatamkan membaca Quran pun menjadi salah satu target. Hmm, teman-teman sudah bikin?

3. Hunting resep

Hayo, siapa yang juga mengumpulkan resep-resep untuk buka dan sahur saat puasa? Sah-sah saja kok, apalagi hal itu bisa menjadi penyemangat puasa, terutama bagi anak-anak. Selera makan anak-anak pas sahur yang seringkali kalah dengan rasa kantuk membuat ibu-ibu kreatif membuat menu sahur yang menggugah selera makan mereka. Saat buka puasa juga demikian. Biar semangat, melibatkan mereka untuk memilih menu bisa menjadi pilihan. Jadi, hunting resep masakan menjadi persiapan puasa yang biasanya saya dan kakak ipar lakukan.

4. Sehat lahir batin

Sebelum puasa ramadan, sebaiknya kita juga memastikan kesehatan kita. Misal, kalau kita punya sakit tertentu, mending cek up dan konsultasi dokter agar puasanya lebih optimal. Bapak saya yang masih rutin berobat diabetes, kemarin juga konsultasi ke dokter. Biasanya disuntik insulin 3x, pas puasa besok, dokter meresepkan beberapa obat dan dosis insulin 2x sehari saat buka puasa dan sahur.
Tidak hanya kesehatan lahir (fisik) saja, tetapi menyiapkan kesehatan batin juga perlu lho. Seringkali kita kuat puasa sehati penuh, tapi terlena mengghibah, huhu. Sehingga puasanya jadi rusak, na'udzubillah. Seperti halnya tujuan berpuasa untuk menahan hawa nafsu, melatih diri sendiri (terutama hati) untuk tidak iri, dengki dan berbagai penyakit hati lainnya adalaj suatu keharusan biar puasa ramadannya nggak rusak.

5. Menghitung budget

Ssst, saat puasa, banyak pos-pos anggaran yang menguras kantong lho. Apalagi setelah puasa, disusul lebaran yang tidak kalah membutuhkan perhatian kita, hihi. Sepakat banget sama ulasan Mbak Tian di Web KEB mengenai cara berhemat selama ramadan. Salah satunya dengan memanfaatkan diskon. Oh iya, diskon disini disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan dalam rumah tangga lho ya.

Kerasa banget memang kalau misal ada promo kebutuhan rumah tangga, sehingga bisa saving uang untuk keperluan lainnya. Misal: pas Ramadan ada promo sembako. Kita bisa membelinya 2 atau 3 paket karena itu dibutuhkan sehari-hari. Selain itu, saya juga sepakat kalau buka puasa di rumah bisa menekan budget belanja. Boleh buka puasa di luar sih asal sesekali saja dan mempertimbangkan biayanya sehingga tidak membengkak. Soalnya ada lho yang belum mulai puasa tapi jadwal buka puasa di luar sudah padat, ahaha.

Kalau persiapan teman-teman untuk menyambut puasa agar lebih optimal apa nih? Btw, mohon maaf lahir batin ya. Semoga kita menjadi insan yang menang saat Ramadan nanti. Aamiin.
Read More »

Untuk Anakku


Hai Naak,

Saat ini kamu sedang senang-senangnya di bagian kanan perut ibu. Entah itu kaki, tangan atau bagian tubuhmu yang lain, hal itu membuat ibu makin excited mengajakmu berbicara.

Sudah 38 Minggu, mau kapan ketemu Ibu, Naak? Ingin menuliskan ini di usiamu yang ke 37 Minggu, ketika dokter Azzam bilang kalau kamu sudah 3.3 kilo. Ibu hanya senyum-senyum merasa guilty karena suka makanan yang manis-manis dan membuatmu cepat bertumbuh besar dalam rahim ibu.

Terima kasih untuk selalu kuat, Naak. Apalagi seminggu terakhir ini Ibu seperti rungsing menyelesaikan pekerjaan Ibu sebelum menyiapkan pertemuan kita. Kamu nice sekali saat seharian ibu berjibaku kemarin. Sesekali ibu mengusap perut dan mengajakmu berbicara lagi dan lagi. Menanyakan kamu sedang apa, nanti mau makan apa dan berjanji saat usiamu 38 Minggu, Ibu akan concern menyambutmu.

Ibu menepatinya, Naak. Ibu mencoba menepati janji untuk fokus bertemu denganmu. Menyiapkan popokmu, sarung tangan, bedong dan perlengkapan lainnya ke dalam tas cokelat pemberian Mbak Khansa. Ibu juga rajin jalan kaki, berenang dan yoga. Menyugesti dan mengafirmasi diri Ibu untuk lebih nyaman bertemu dan menyusuimu nanti.

Naak,

Banyak yang mendoakanmu. Bahkan mencintaimu, padahal belum pernah sekalipun bertemu. Ada Kakung (Bapak dari Ibu) yang semangat sembuh dari diabetesnya karena ingin mendoakan kelahiranmu dan juga menggendongmu. Uti (Ibu dari Ibu) yang sejak awal menginginkanmu, selalu saja menanyakan "Anakmu mau makan apa?" Padahal kamu masih berada di perut ibu. Uti yang sepulangnya dari haji berlari menuju ibu untuk memberikan kurma yang katanya bisa mempercepat memberi keturunan, padahal saat itu di rahim ibu sudah ada kamu berusia 10 Minggu. Bagaimana ibu melihat Uti berkaca-kaca waktu mendengarnya. Ia tergugu karena merasa doanya di Baitullah dibayar lunas saat pulang.

Ibu sudah menyiapkan nama untukmu, Naak. Sebenarnya papimu yang mendapatkan previlage ini, tapi ibu merengek untuk mengusulkan nama panggilanmu. Semula papi tidak setuju dan manyun, namun melihat ibu selalu mengajakmu bicara dan memanggil namamu, papi menjadi luluh. Ah iya, panggilan "papi" yang semula terdengar weird menjadi familiar. Papi ingin dia memanggilnya dengan sebutan itu, Naak. Ia pun juga sudah tidak sabar untuk bertemu dan mengadzanimu.

Kata dokter, kamu belum masuk panggul Ibu. Tidak mengapa, Naak. Ibu akan lebih giat mengajakmu jalan pagi dan sore mengelilingi pasar dekat rumah. Kamu suka kan? Saat ibu menceritakan tukang buah langganan ibu. Tempat sayur yang harganya murah. Sampai-sampai 2 kilo jalan kaki bolak-balik tidak terasa. Sepertinya kamu juga menikmati yoga yang ibu lakukan ya? Setiap tarikan nafas yang ibu lakukan, beberapa kali perut Ibu kaget ditendang. Beberapa gerakan membuat ibu lebih rileks menata emosi, nafas dan seakan-akan menyatu saat mengajakmu berbincang dalam diam. Membujukmu agar mau masuk panggul Ibu.

Naak,

Ketika kata "rileks" menjadi benar-benar absurd maknanya, ibu selalu ingat kamu yang juga berjuang untuk tetap sehat di rahim ibu. Keegoisan ibu lama-lama meluruh pelan-pelan. Sesekali menangis tanpa sebab, sedih tanpa alasan dan mood swing yang membuat ibu sering uncontrolled. Dan kamu adalah muara penyembuhnya, meskipun banyak yang bilang itu wajar karena "hormon" kehadiranmu. Tapi, ibu berkali-kali minta maaf padamu saat air mata itu bercucuran. Ketika perasaan ibu tak menentu. Lagi-lagi, kamu yang menguatkan ibu. Karena selama 38 Minggu ini kamu sungguh kuat menjadi penyemangat ibu.

Naak,

Dalam hal ini, yang paling berat bukanlah melawan orang lain. Tetapi melawan diri sendiri. Ah, rasanya terlalu dini menceritakan tentang ini, Naak. Tapi akhir-akhir ini, ibu melawan diri ibu sendiri,  tentang ego, ambisi dan hal-hal yang membuat kata "rileks" menjadi abu-abu. Doktermu bilang kalau kamu bisa merasakan apa yang ibu rasakan, maka ibu semangat untuk selalu memberikan dan mengafirmasi sesuatu yang positif, agar kamu merasakan nyaman di rahim ibu.

Sampai bertemu nanti, Naak. Bertemu ibu, papi, eyang-eyang dan orang-orang yang juga menunggumu. Ada titipan cinta dan doa dari mereka untukmu, semoga kamu senantiasa sehat selalu dan lancar saat bertemu ibu.

Cinta ibu untukmu lewat tulisan ini, Ray. Semoga menjadi berlian ibu dan papi.
Read More »

Happy Life Before 40s Is Ours

"Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu, Andrea Hirata"

Saat membuka buku diary yang berisi list impian saya, ada beberapa yang sudah saya coret dan selebihnya masih on going untuk diusahakan. Kuliah S-2, pergi ke beberapa tempat, menikah dan punya anak, satu per satu saya coret dari list.

Sejak sudah menikah, saya dan suami bukan waktunya aku-kamuan lagi, maka kami berdua lebih suka menyebut impian berdua menjadi "impian keluarga". Memasuki kepala 3, saya dan suami sering mengobrol mengenai mimpi masing-masing. Kami berdua mulai menuliskan apa saja yang ingin kami wujudkan sebelum usia 40.

Happy Life Before 40’s Is Ours

Kenapa harus ada target usia? Biar kami lebih fokus untuk mewujudkannya. Selain itu, dengan arrange waktu tersebut, kaki bisa dengan mudah mengevaluasinya jika goal impiannya belum tercapai. Saya juga meyakini kalau di usia 40, seseorang itu sedang matang secara emosi dan finansialnya, yang tentunya dibangun dari pencapaiannya sebelum memasuki usia tersebut. 5 hal ini yang menjadi impian kami sebelum usia 40:

1. Akademisi cs Praktisi

Saya ingin melanjutkan S-3 dan merencanakan untuk menjadi akademisi sesuai passion yang saya miliki. Sedangkan suami lebih suka menjadi praktisi yang berhubungan dengan otomotif dan pemrograman. Seringkali, suami membantu mencarikan info beasiswa S-3 untuk saya, dan sebaliknya, saya juga sering memberikan info short course tentang hal-hal yang berkaitan dengan otomotif.

2. Jumlah anak


Insya Allah bulan ini kami sedang menunggu kelahiran anak pertama kami. Setelah menikah, jumlah anak juga menjadi bahan diskusi kami. Sebelum usia 40, kami ingin memiliki 3 anak. Jadi saat usia 40, kami bisa fokus membesarkannya dan menyiapkan kebutuhan anak-anak kami (dana kesehatan, pendidikan, asuransi jiwa).

3. Daftar haji

Berkaca dari Bapak Ibu saya yang kemarin mendaftar haji di usia 45-an dan, ibadahnya agak terganggu karena masalah kesehatan, terutama Bapak. Mempertimbangkan masa tunggu pemberangkatan haji yang cukup lama, kami berencana untuk mendaftar haji 5 tahun lagi (di usia kami 33 tahun). Sehingga, saat pemberangkatan, anak-anak kami sudah beranjak besar dan fisik kami masih prima di usia 40-an. Semoga Allah ridho. Aamiin.

4. Investasi

Tahun lalu, suami berinvestasi dengan membeli tanah di Jogja. Rencananya, tanah tersebut akan kami bangun kost karena memang lokasinya dekat dengan kampus dan swalayan. Jadi, sebelum usia 40, kost tersebut bisa menjadi salah satu income keluarga.

5. Asuransi

Kita tidak pernah tahu tentang masa depan, makanya setelah berdiskusi dan searching mengenai manfaat asuransi yang salah satunya untuk melindungi keluarga, kami sepakat untuk memasukkan dalam list impian keluarga. Membaca beberapa referensi tentang asuransi jiwa, suami mengusulkan untuk mamakai asuransi jiwa unit link dari commonwealth life. Unit link merupakan produk asuransi jiwa yang memberikan perlindungan asuransi jiwa sekaligus bisa investasi secara optimal. Nah, menurut kami, ini merupakan investasi terbaik untuk keluarga, karena selain memberikan perlindungan pada keluarga, juga bisa menjadi potensi investasi yang menguntungkan. Ada beberapa pilihan mengenai investasi unit link yang ditawarkan commonwealth life, dan kami berdua masih memilihnya sesuai budget dan kebutuhan.

Itulah 5 impian bersama saya dengan suami, semoga bisa  terwujud sebelum usia 40 tahun. Dengan mewujudkan impian kami tersebut, yes, happy life before 40’s is ours.

Apakah teman-teman punya mimpi yang ingin diwujudkan sebelum usia 40? Yuk, saling mengaminkan!

Read More »

5 Hal Sederhana yang Membuat Bapak dan Ibu Bahagia

Kadang, saya merasa marah dan sebal saat bapak "ngeyel" bahkan ngambek-ngambek saat disuntik insulin. Alasannya beragam, dari mulai bosan hingga merasa sakit. Tapi setelahnya, saya benar-benar merasa guilty. Yaa mungkin beliau benar-benar bosan disuntik sehari 3 kali dan memang suntiknya sakit karena berulangkali meskipun letak suntiknya sudah diganti-ganti. Who knows kan? Hanya Bapak yang merasakannya dan seharusnya saya bisa jauh lebih bersabar menemaninya. Ah iya, makanya saya pernah menulis menemani orang tua yang sedang sakit itu harus strong lahir dan batin.

Di lain waktu, saat mood Bapak sedang baik, beliau bisa enak banget diajak ngapain saja. Kebijaksanaan yang biasanya terpancar begitu menentramkan. Sepertinya kemarahan beliau itu berpola, ini sih asumsi Mbak Endang dan saya pun mengaminkan. Biasanya H-2 cek up ke dokter, mood Bapak benar-benar bisa jelek banget. Hal sepele bisa membuatnya ngambek-ngambekan, huhu. Kalau kata dokter, beliau sedang melawan dirinya sendiri. Rasa takut akan jarum suntik, rasa bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja dan beliau mengetahui kalau perasaan tersebut tidak menyenangkan untuknya, sehingga berusaha menolak yang akhirnya berujung marah.

Minum obat teratur tiap hari saja bosan, apalagi harus ditambah suntik yang merupakan hal yang ditakutinya sejak dulu. Kalau di rumah sakit ketemu temannya yang sedang cuci darah, Bapak bisa luwes membujuk hatinya sendiri "Alhamdulillah cuma disuntik ya, wuk. Nggak perlu cuci darah kayak si A". Tapi kan suasana hati naik turun, support system dari keluarga untuk kesembuhannya sangat membantu, terutama saat beliau badmood dan merasa sendiri untuk sembuh dari diabetesnya.


Ibu menjadi juru bicara yang mengabarkan kondisi Bapak saat saya berjauhan. Kalau dulu sih bisa tiap hari menangani langsung, tapi sejak menikah dan ikut suami, saya biasanya tiap weekend datang ke rumah. Oh iya, 3 hal sederhana ini ternyata membuat Bapak dan Ibu saya bahagia lho, padahal saya merasa belum melakukan hal apapun untuk mereka berdua, tetapi ternyata buat mereka berdua sangat berarti, heuheu.

1. Menelpon

Karena tidak tinggal serumah, ternyata bapak dan ibu menantikan kabar anak-anaknya. Saat saya menelpon, hal pertama yang ditanyakan adalah tentang kabar. Kalau kakak saya seminggu tidak telepon biasanya beliau menanyakan kabarnya juga. Kalau saya dan kakak lelaki saya bisa leluasa dan dimudahkan karena adanya watsapp. Jadi meskipun jarang telepon, satu sama lain tahu kesibukan masing-masing. Kalau Bapak dan Ibu yang notabene hanya bisa menelpon dan menerima telepon, mereka baru bisa bertukar kabar saat ngobrol via telepon saja.

Rasanya alasan sibuk adalah klise ya, tapi saya pernah merasakan sendiri saat bekerja di Jakarta yang harus berangkat pagi dan pulang malam. Mau telepon ke rumah paling bapak dan ibu sudah tidur. Mau telepon weekend ada saja acara atau bisa tidur seharian setelah sebelumnya dihajar kerjaan. Dan ternyata hal sederhana seperti menelpon Bapak dan Ibu sudah membuat sumringah hatinya. Nah, berapa kali seminggu kita bertukar kabar dengan orang tua? *plak*

Yang jauh-jauhan sama orangtua, menelpon mereka sekadar bertanya kabar, bisa membuat bahagia lho. 

2. Makan bersama

Semalam saya telpon ke rumah, mengajak Bapak dan Ibu makan kesukaannya di luar. Jadi, saya meminta Ibu untuk tidak menyuntikkan insulin dulu. Mulanya hanya sesekali, tetapi makan malam menjadi hal yang sangat mewah untuk mereka berdua. Apalagi Bapak sudah jarang mengendarai motor sendiri, sehingga hampir semua keperluannya diantar oleh kami.

Nah, acara makan bersama ini insidental sih. Kalau saya pas longgar, biasanya saya telepon ke rumah dan langsung menjemput. Atau kalau Bapak Ibu kurang selera makan, biasanya beliau menelpon menanyakan kami luang atau nggak dan mengajak kami keluar makan. Oh iya, makanan kesukaan Bapak dan Ibu adalah BAKMI JOGJA tanpa kubis. Beliau berdua sangat lahap sekali dengan menu makanan itu.

Dan saya sangat nyes saat pulang di mobil Bapak atau Ibu bilang begini "Makasih ya, Wuk sudah diantar" heuheu. Padahal kan cuma makan malam kan ya, tapi entah kenapa hal tersebut menjadi spesial buat mereka berdua. Makanya, suami mengusulkan kalau makan bersama Bapak Ibu bisa diagendakan sebagai "quality time". Ah, peluk suami.

Kapan terakhir makan bareng sama orangtua?

3. Mengobrol hangat

Ini simple sekali kelihatannya, tapi pada faktanya kadang saya atau kakak lelaki saya tergoda dengan gawai masing-masing. Sehingga suasana ngobrol dengan Bapak Ibu rasanya menjadi "sambilan" saja. Pernah suatu waktu, kaki sekeluarga berkumpul. Anak-anak ngumpul dan asyik bermain game sambil tertawa karena asyiknya mereka. Sementara di tangan kami juga fasih memainkan gawai padahal duduknya bersebelahan satu sofa. Bapak yang waktu itu menghampiri jadi enggan memulai obrolan karena melihat kami sibuk sendiri-sendiri.

Siangnya, Bapak tertidur pulas sekali. Dan Ibu bilang kalau tadinya Bapak mau ngobrol, tetapi melihat kami asyik main HP trus nggak jadi, heuheu. Makanya, setelah itu saya dan kakak lelaki kalau pas ngumpul ya diusahakan menjauhkan gawai dari tangan dan khusuk ngobrol. Kelihatan sepele tapi itu berarti buat Bapak Ibu.
Obrolan hangat juga bisa diciptakan di sela makan bersama. Biasanya ngobrolnya tentang anak-anak, pekerjaan secara umum, kondisi kesehatan. Dan obrolan interaktif itu membuat Bapak Ibu kelihatan bahagia.

Yuk, simpen gadgetnya dulu. Kita ngobrol sama Bapak Ibu!

4. Diantar cek up

Bapak dan ibu setiap bulan cek up rutin ke rumah sakit. Karena lokasinya berbeda, biasanya bapak ibu mengatur agar jadwalnya tidak bentrok. Karena cek up itu membutuhkan waktu seharian, makanya kadang timbul rasa bosan. Bayangkan saja, mengambil antrian dari jam 5 pagi bahkan bisa sebelumnya agar tidak kesorean pulangnya. Jam 6 baru dibagian nomor pendaftaran sama satpamnya. Setelah itu jam 8 baru dipanggil pendaftaran. Jam 10 an mulai pemeriksaan poli. Biasanya jam 1 antrinya pindah ke apotek. Jadi hampir seharian di rumah sakit. Fyi, mereka berdua menggunakan BPJS.


Makanya, Bapak Ibu seneng banget kalau ditemani cek up. Apalagi kalau Bapak harus diambil darahnya yang seringkali membuat tangannya panas dingin karena takut. Oh iya, Mas Joko kemarin pas mudik juga menyempatkan mengantar Bapak cek up. Dari cerita Bapak sih, ada aura bahagia pas diantar sambil makan siang karena lama menunggu. Apalagi Mas Joko.

Nah, ini berlaku kalau misal orangtua sakit. Menanyakan "kenapa?" Atau menawarkan mau diantar ke dokter atau nggak saja ternyata bisa memebuat mereka bahagia. Karena mungkin mereka merasa diperhatikan.

5. Ngumpul semua

Momen banget untuk yang kelima ini. Biasanya memanfaatkan hari libur atau pas lebaran yang ditunggu-tunggu untuk ngumpul bareng. Melihat anak-anaknya ngumpul semua, Bapak Ibu kelihatan sekali aurs bahagianya. Beda kalau salah satu nggak bisa pulang, rasanya ada yang kurang. Itu kata Ibu saya lho, yang saat lebaran, ternyata kakak sulung saya harus jaga dan tidak bisa pulang. Ibu maklum sebenarnya, cuma ada rasa yang hilang katanya.

Nah, 5 hal sederhana itu yang bisa membuat Bapak Ibu saya bahagia bangeeeeet. Menurut teman-teman, ada hal sederhana lain nggak yang sekiranya bisa membuat kedua orangtua bahagia. Siapa tahu saya bisa menyontek.

Read More »

Plagiasi dan Hoax yang Paling Sederhana Dilakukan


Akhir-akhir ini, istilah plagiasi dan hoax marak sekali muncul. Kalau dirunut, keduanya ternyata kayak kakak adik. Lho kok bisa? Itu pendapat saya sih.

Seringkali yang melakukan plagiat justru lebih galak dan memiliki segudang alasan yang "kelihatan mulia". Yaudahlah nggak usah pada ribut, ambil saja hikmahnya, buang yang jeleknya. Lha kamu itu nyebarin info tanpa sumber yang jelas kok malah ceramah gitu? Selain plagiasi, kan info yang disebarkan berpotensi hoax. Huft.

Saya sempat kesal saat berada di grup WA yang main share seenak udel tanpa mengutip itu sumber darimana atau penulisnya siapa. Pas ditanyain dijawab dari grup sebelah. Duh! Saya duluuuuuuu pernah latah melakukannya, tapi pelan-pelan bisa tobat meskipun kontennya sekece apa pun kalau tidak ada sumbernya, cukup berhenti di saya tanpa harus ikut-ikutan menyebarkannya. Alasan mulianya karena konten yang disebarkan memang mulia. Nyatanya anggapan saya keliru. Benar-benar keliru.

Hobby copy paste

Pernah membaca status seorang teman yang puanjaaaaaaang banget. Kita sudah trenyuh dan terbawa suasana sama isi tulisannya dan berkhusnudzon kalau ia yang membuat tulisan tersebut. Lha kok di akhir, dia membubuhkan kalau tulisan itu adalah karangan orang lain. Sampai baca kalimat terakhir ada perasaan tidak terima "Kok ga dicantumin di depan aja sih identitas penulisnya?". Yang semula simpati berubah jadi antipati.

Di status facebook ada tombol share langsung, biasanya saya memilih itu kalau misal ada status seseorang yang bermanfaat untuk disebarkan atau layak dibaca orang banyak. Dengan begitu, kita bisa menghargai tulisan atau karya orang lain meskipun hanya sesederhana status FB. Selain itu bisa langsung ngecek sumber asli tulisannya.

Kalau diberi kredit nama di akhir tulisan sebenarnya saya juga nggak masalah, meski untuk beberapa orang itu bentuk yang menyebalkan. Tapi setidaknya buat saya, yang bersangkutan masih berniat baik untuk mencantumkan sumber tulisan tersebut. Yaaah, semacam daftar pustaka yang ditulis di akhir kan? (Yeeee, emang karya ilmiah. Ahaha). Lha daripada nggak dikasih sama sekali?

Plagiasi status FB merupakan bentuk konkrit yang paling sederhana. Makanya, saat kasus AFI mencuat, netizen ramai sekali memberikan beberapa capture status-status yang merupakan hasil plagiasinya. Padahal kan nulis status FB mudah dan sederhana kan? Trus kenapa harus memplagiasi milik orang lain? Ternyata lagi-lagi saya keliru. Karena sekali pun memplagiasi status FB, itu bukan kasus yang sederhana.

Jangan menyepelekan hal kecil yang sifatnya sederhana, karena bisa hal itu bisa menjadi krusial sekali.

Membaca ulasan sahabat saya, Siti Nurjanah, di web Keb, saya sepakat kalau plagiasi itu menodai dunia literasi. Sekali plagiasi bisa menjadi kecanduan untuk mengulanginya lagi. Seperti kasus yang sedang hits belakangan ini. Banyak yang merasa terluka karena kasus plagiasi di Indonesia selama ini kurang mendapat sanksi yang tegas. Awalnya saja booming, tapi dengan permintaan maaf, seolah-olah semua menjadi selesai dan tidak ada tindak lanjutnya lagi.

Selain plagiasi, PR yang masih menggantung adalah memerangi hoax. Semoga kita tidak menjadi bagian yang melakukan kedua hal tersebut. Kalau di dunia nyata, pepatah "mulutmu harimaumu". Tapi kalau di media sosial yang berlaku adalah "jempolmu harimaumu".
Read More »