Featured Slider

Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

Momen Istimewa Idul Adha

Entah mulai kapan saya merasakan hampa tentang memaknai momen takbir idul fitri maupun idul adha. Ketika semuanya merasa sedih dan mengharu biru karena khusuk dengan takbirnya. Saya justru sedih karena sebaliknya. Saya merasa sedih karena tidak punya perasaan haru dan kesakralannya *cry*. 


Berkali-kali saya berdoa kepada Allah, semoga saya diberikan perasaan "hangat" itu lagi ketika momen takbir. Mendamba puasa ramadan ataupun puasa arafah. Sehingga, ketika meneguk buka puasa sambil takbir dengan sukacita. Dan pada akhirnya doa itu terkabul melalui anak-anak saya. Saya sampai tergugu. Haru. Karena perasaan itu berdesir. Perasaan memiliki dan kembali memaknai tentang idul adha itu apa.

Takbir yang bermakna

Ray merasa gelisah sejak sore. Dia mencari-cari teman untuk takbir. Di benaknya, takbir akan meriah keliling kampung seperti waktu idul fitri. 

"Kalau idul adha memang kayaknya ga takbir keliling deh, Mas Ray", setelah saya bilang demikian, ada raut kecewa. Dan saya menangkap sinyal itu. Saya tidak mengabaikan perasaannya. Sore hari, Ray diajak keliling naik motor sama papinya. Sepulang dari itu, dia menanyakan hal yang sama. Mendamba suasana idul adha seperti momen sebelumnya. Takbir yang bermakna baginya.

Entah kenapa, saya meneteskan air mata. Ikut merasakan makna itu. Sederhana. Setelah lama perasaan ini hilang. Tapi kini hadir dan ada. Iya, takbir yang bermakna.

Selepas isya, Ray tertidur di sofa. Saya memindahkan ke kamar sambil memeluknya. Malam itu, saya membisikkan takbir dan memeluknya erat-erat. 

Keesokan harinya, Ray dan Ben semangat sekali melihat sapi dan kambing mau disembelih. Tapi ternyata jadwal sembelihnya adalah esok hari lagi karena hari itu untuk salat idul adha (salatnya ada 2x). Malam hari ada takbir lagi, Ray dan Ben mengerjap-ngerjap mau ikut. Tidak ada takbir keliling, tapi mereka ikut menirukan takbir di masjid.

Papinya berkeliling, agar semangat takbir Ray sama Ben ikut menggema. Melihat euforia mereka berdua seakan mengingatkan masa kecil saya. Setiap idul fitri dan idul adha, selalu semangat merayakan kemenangan. Semangat menuntaskan puasa. Puasa ramadan dan puasa arafah. Jadi kali ini saya tidak ingin memadamkan hasrat mereka.


*Keesokan harinya*

Lagi, sepertinya tahun ini Ray dan Ben sudah mengerti. Saya pelan-pelan cerita tentang makna berkurban. Sampai pada momen ketika Ray ingin membeli 1000 sapi buat disembelih. 



Nak, semoga Allah ridho ya.

Read More »

Tidak Ada Pelukan Malam Ini



Kalau saja lebih bisa mengalah, mungkin saat ini tanganku sudah mengait di lingkar perutmu. Kepalaku akan menyeruak ke dadamu dan kita akan berpelukan sepanjang malam. Tepat pukul 12 aku akan mengecup pipi dan berbisik i love you. Nyatanya tidak. Aku lebih memilih memilin egoku yang 2 hari ini terluka, semakin menganga.

Entah, aku merasa pernikahan mana yang mereka anggap bahagia. Karena bagiku, saat ini biasa saja. Dulu, aku memberimu dasi, sebagai hadiah untuk hari ini. Untuk kemudian kita memutuskan sama-sama ingin mengenal lebih dekat lagi dan lagi.

Kupikir aku sudah mengenalmu. Tapi nyatanya semakin aku mengenalmu, kadang aku kehilangan pengertian pada diriku sendiri. 

Akhir-akhir ini, cinta tidak bekerja dengan semestinya. Justru menggerus hal-hal sederhana yang membuatku lebih berharga dari segalanya. Awalnya aku merasa kehilangan. Tapi waktu menyembuhkan. Toh baik-baik saja. Atau hanya merasa kuat saja? 

Kali ini, aku melihat punggungmu tidur di sampingku. Aku menertawakan diriku sendiri. Tiba-tiba mataku panas. Air mata menyesak menggenang berjatuhan. Aku merasa baik-baik saja tidak memberikan pelukan itu malam ini. Melewatkan doa tepat di tengah malam. Yaaaa, aku lelah tapi tetap terjaga. Aku ingin lupa tapi tidak bisa. Yang aku pahami, ego kita sama-sama tinggi. Saat ini.
***

Semoga.......... 

Mataku terpejam sambil merapal doa. Untuk kamu, yang dua tahun lalu mematri janji sama-sama. Untuk saling belajar, mau berbagi dan memeluk.

I love you. Bisikku lirih.

4 September 2019


*Fiksi



Read More »

Dasi bergaris biru


Ramona Diani memainkan keypad HP-nya. Jemarinya fasih memencet huruf, matanya lekat serius sekali. Gadis yang memiliki alis tebal, hidung mancung dan berkulit langsat itu baru berhenti saat Sienna menghampiri kursinya.


“Lo udah ngerjain tugas Pak John, Mon?” Sienna menyorongkan kursi di depan Mona. “Eh gue salah nanya ya. Pasti lo udah ngerjainlah. Maksud gue mau minjem buat kroscek,” Sienna menyeringai.


Mona meletakkan HP-nya di meja, tangan kanannya merogoh buku di dalam tas selempangnya yang berwarna coklat. Sienna melirik sekilas HP Mona sebelum layarnya meredup. Ia membaca beberapa sajak yang diketik Mona di note HP-nya. Aplikasi yang ada di HP Mona kebanyakan adalah buku dan note untuk menulis sajak, quote atau apa saja. Kadang-kadang Sienna diijinkan membaca beberapa tulisan hasil karyanya.
Read More »

Aku pengen nangis di bahumu, Mas


“Mas, pinjem bahunya boleh”, suaraku mengiba.

“Buat apaan?”, jawabmu polos.

“Nangis”, ucapku melemah.

Kamu merengkuh tanpa menjawab dan tangisku pecah. Isakanku membanjiri kemeja garis-garis biru yang kau kenakan malam itu. Dan aku hidungku kedat karena tangisan. Bau parfummu seakan menguap dengan aroma air mata yang tumpah ruah. Tapi kamu abaikan dan tetap memelukku. ERAT.

Beberapa menit hening. Berlalu. Kamu tidak bergeming, makin mengeratkan pelukanmu. Aku seperti anak kecil yang kau tenangkan agar menghentikan tangisan. Sejenak ingin menghentikan waktu. Aku rela menangis tersedu asalkan kau memeluk mendekapku.

Tapi ternyata waktu tidak pernah berhenti meski hanya sedetik. Pelukanmu berangsur merenggang. Aku menunduk, kau menatapku masih dalam hening.

“Udah?”, tatapanmu tegas namun teduh.

“Huuuh”, aku mulai mengangkat kepala membalas tatapanmu. Aku tidak sembunyi-sembunyi lagi melihat sorot tajam yang terkadang menyebalkan.

“Udah nangisnya? Atau mau dipeluk lagi? Sini kalau mau lagi”, bibirmu mengembang dan kamu juara memenangkan senyumku.

“Udah, yuk pulang”, kamu menggamitku, mengacak-acak rambutku yang kusut.

Ps : woy, cerita fiktif woy. Cerita menye-menye yang imajinatif dari jomblowati yang (in sya Allah) shalihah. Makanya disitu dia gak pake head scarft, karena Mas-Mas itu guling halalnya. Ahahaha

Ps (lagi) : cerita ini hanya rekaan di waktu makan siang setelah puas memaki-maki Ruby Tham. “You must give us full information regarding to this matter earlier since your information will influence to our legal opinion…. Piye to Bu Bu, kamu yang memaki-maki malah kamu yang salah informasiiiiii.. cased close, yuk ngerjain Searching ;p


Read More »

Kidung Doa

Saat asaku resah tak menentu, semua berkelebat tiada henti
Seakan-akan potongan memori itu bertransformasi kembali
Mendadak semua terasa menyesakkan
Bagaimana mungkin aku menghentikan perasaan yang menyetir pikiranku
Ia menyeret pikiranku untuk mengeja, masa lalu 

Resah itu membuncah, pikiranku semakin tak terkendali
Seakan-akan aku ingin amnesia sejenak atau melupa tentang potongan itu
Ternyata tidak, semakin aku mencoba melupa, semakin aku mengingat
Aku fasih tentang hal ini, beberapa tahun yang lalu
Berdamai dengan air mata dengan menyekanya dalam doa

Untuk apa air mata ini?
Untuk siapa kesedihan ini?
Penjelasan yang kutunggu, seakan bias tergerus waktu
Hanya yakin bahwa itu kepingan waktu untuk menempa

Kidung doa ini masih bersinergi menghempas perih
Akankah guna mantra yang  kau kamit kan itu?
Aku terduduk, tersadar muara doa kemana
Ah, indah sekali ya Allah
Bahkan kepingan masa lalu itu tidak menyesakkan lagi

Yah, aku tau kidung doa ini bermuara kemana


*Kadang kita memaksa Tuhan tentang ingin kita, padahal yang Dia berikan adalah yang terbaik. Kamu tau kidung doamu bermuara, dan yakinlah tidak akan sia-sia, karena Dia Mendengar doa yang kau eja.
Read More »

Nafas Dan Nadi


Aku nafas dan kau nadi
Saat  salah satu enggan berfungsi
Maka, raga tak berarti

Aku nafas yang kau hirup dalam-dalam
Saat kau merasa lelah dengan segala beban
Aku nafas yang kau hembus pelan-pelan
Saat kau merasa lega beban itu sirna
Aku adalah bagianmu

Kau adalah nadi, yang setia berdetak dalam diriku
Saat aku merasa letih, degupmu selalu kurasa
Kau adalah nadi, yang setia berdetak dalam diriku
Saat aku merasa putus asa, degupmu selalu kurasa
Kau adalah bagianku

Karena aku nafas dan kau nadiku.

Nb : puisi untuk pagi yang berkabut, tetapi tetap membiarkanku semangat untuk meraih mimpi
Read More »