Featured Slider

Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan

Melahirkan Nyaman dan Minim Trauma di Bidan Kita Klaten

Ben...

Terima kasih telah berjuang dengan Ibu

Malam itu, semesta memberikan tanda

Kamu ingin bertemu sesuai afirmasiku



***

Waaa, menuliskan ini buat refleksi, dan saya selalu tersenyum mengenangnya. Bahwa persalinanku—BERKESAN. Saya mengalami sakitnya kontraksi, tapi saya menguasai diri. Saya tetap merasakan sakitnya pembukaan, tapi saya menyadari hal itu menandakan kalau saya akan cepat bertemu Ben. Di dalam sana, Ben juga sedang berjuang menemukan jalan, dan saya sebagai Ibu harus memudahkannya dengan berdaya.

Dan, inilah cerita pertemuan pertama kami.....

Hal yang tidak pernah saya sesali adalah mendalami kelas yoga dan latihan napas di Bidan Kita. Manfaatnya tidak hanya pas persalinan, tapi sampai sekarang! Napas lebih panjang, emosi lebih tertata dan recovery tubuh saya lebih cepat. Saya merasa gerakan saya enak, tidak terganggu dengan jahitan bekas lahiran yang perih, ataupun terngiang kala kontraksi yang menyakitkan. Karena, saya melalui dengan sadar, tenang dan diarahkan oleh provider yang tepat. 

Baca selengkapnya di: Latihan napas dan yoga di Bidan Kita

Berat Badan Ben Besar

Sejak janin Ben berusia 32 weeks, saya belum menyadari kalau BB-nya over karena dokter waktu itu bilang tidak apa-apa. Setelah dokter saya kembali praktik, saya baru sadar kalau BB-nya sudah over. Bahkan di usia kandungan 34 weeks, beratnya sudah 3.1 kilo *senyum kecut*. Hal yang membuat saya meminta second opinion dan mengganti birth plan adalah ketika beliau nge-joke kalau saya harus operasi SC. Sebagai dokter sebenarnya hal tersebut hal yang wajar disampaikan sesuai dengan kompetensinya terhadap kondisi saya. Saya pun juga tidak mengelak kalau nantinya harus SC, tapi entah kenapa saya nggak suka sama becandaannya, huhu.

Btw, birth plan saya adalah melahirkan di bidan. Ada 2 tempat yang saya jadikan wish list. Saat terjadi risiko pun, saya sudah menentukan pilihan ke dokter siapa. Nah, saat usia kandungan saya sudah 36 weeks, saya ke klinik yang ada praktik SPOG-nya. Saya menjadikan list karena dulu waktu Ray, saya pernah yoga disini dan ada praktik dokter spesialisnya, sehingga saya berasumsi kalau nanti persalinannya akan dihandle dokter, tidak hanya bidan.

Seperti biasa, suami menunggu di mobil dengan Ray. Wajahnya kusem karena parkir mobilnya susah. Hal ini yang membuat kami berdua nggak sreg, selain lokasinya jauh. Dan hal lain yang membuat kami mencoret dari birth plan adalah ketika dokternya merujuk saya untuk opname di minggu depannya. Beliau bilang kalau BB Ben 3.8 kilo *amazing*. Saya minta diulang lagi USG-nya, apakah memang sebesar itu, tapi beliau bilang kalau BB-nya besar sekali dan lebih baik dikeluarkan minggu depan di usia 37 weeks.

Saya seperti dipaksa flashback di persalinan pertama, ketika saya harus diinduksi dengan 2 ampul cairan karena pembukaan Ray macet dan ketuban rembes. Waktu itu, saya masih minim pengetahuan, belum kenal latihan napas, yoga pun cuma bisa dihitung jari kanan.

Baca selengkapnya: Pengalaman Melahirkan Anak Pertama

Saat membayar di kasir, saya bertanya lebih jauh tentang anjuran dokter tersebut pada bidan. Seperti dugaan saya, nantinya akan diinduksi lewat infus. Dan persalinannya, meskipun disitu ada praktik dokter, tapi ketika persalinan yang menangani adalah bidan dengan bantuan dokter BY PHONE, bukan secara langsung. Anggap saja saya yang gagal paham, tapi karena saya sudah nggak sreg, saya tidak meneruskannya.

Bidan Kita, jawabannya

Setelah berdiskusi dengan suami, saya menghubungi hotline Bidan Kita untuk dijadwalkan konsultasi dengan Bidan Yessie. Ah iya, saya tetap melakukan treatment dan mengontrol pola makan, agar BB Ben tidak menyentuh angka empat, wkwkwk. Bye-bye es teh, nasi, kue dan gengnya. Saya lebih mengasup buah dan sayur serta wajib minum air putih 3 liter. 

Setelah selesai meeting dari Jogja, saya langsung ke Bidan Kita siang itu. Sebelumnya saya sudah sering nonton Bidan Yessie di instagram dan youtube, dan pertemuan pertama kami membuat saya mantap untuk bersalin disini. Saya cerita tentang BB Ben yang over, dan beliau melakukan USG dengan seksama sambil menjelaskan secara medis dengan bahasa yang saya pahami dan membuat saya lebih tenang.

Tenang bukan karena diiming-imingi kemudahan melahirkan, tapi saya dimotivasi untuk memberdayakan diri. Makanya PR saya banyak sekali. Setelah beberapa kali di-USG, BB Ben 3.45. Saya direkomendasikan untuk periksa ke Dokter Adi yang praktiknya di JIH untuk memastikan BB ini. Karena bagaimanapun, BB janin besar di perut memiliki beberapa risiko saat persalinan. Tapi bukan hal mustahil juga untuk melakukan persalinan secara pervaginam secara aman dan nyaman.


Bidan Yessie juga meminta saya untuk cek Gula Darah Sewaktu untuk memastikan saya tidak mengalami diabetes gestasional. Saya dan suami pun mengagendakan untuk kontrol ke Dokter Adi. Saya mendaftar via whatsapp yang lebih fleksibel. Alhamdulillah, hasilnya baik. BB Ben bukan 3.8 kilo seperti yang saya khawatirkan, tapi hasilnya sama seperti saat periksa di Bidan Kita, yaitu 3.4 kilo. Hasil GDS pun juga bagus. Kurang lebih saran Dokter Adi sama dengan Bidan Yessie; olahraga, rileks dan menjaga pola makan.

Saya masih tetap pergi ke kantor. Kerjaan bisa beres, saya pun bisa sekalian olahraga. Kalau di rumah hawanya mager, huhu. Kalau ke kantor, saya bisa power walking di peron stasiun, terus lanjut naik turun tangga ketika naik BST. Sampai halte masih jalan kaki lagi sampai kantor. Nah, pas di kereta saya bisa meditasi dan latihan napas selama 30 menit. Fyi, kereta bandara 1 gerbong cuma saya sendiri, jadi suasana hening gerbong membantu saya untuk meditasi. Makan dan minum juga tertib. 

Selain itu, emosi saya stabil banget. Meskipun capek badan, kalau sudah sampai rumah, saya bisa meluk-meluk Ray dan nemenin dia mainan. That's why, saya lebih memilih work from office daripada work from home sampai usia kehamilan 38 minggu. Karena saya bisa menang banyak :D. Saya memutuskan di rumah per tanggal 25 Februari 2021. 

Mengumpulkan Hormon Oksitosin

Siang itu, dua sahabat saya datang ke rumah. Mereka menawarkan mau diajak kemana, mau makan apa. Kami bertiga tiga hari nggak ketemu saja rasanya sudah satu abad. Sebenarnya, saya sudah mengalami flek, tapi darahnya hanya sedikit dan warnanya tidak tegas. Tapi saya tidak cerita ke siapapun tentang hal itu.

"Halah say, paling adiknya Ray ki setelah kami berdua pulang trus kontraksi”, seloroh Esti dengan gaya khasnya.

“Ayaa mau diantar kemana atau ingin makan enak apa sebelum lahiran?” Yuni menimpali.

Kami bertiga haha hihi dengan cerita random yang membuat kadar oksitosin saya meningkat. Sorenya saya masih keluar makan nasi goreng bareng Ray dan papinya. Perut saya sesekali mengencang. Sesampai di rumah, saya menemani Ray sampai tertidur. Papinya lembur kerjaan sampai shubuh seperti biasanya.

Jam 12 malam, saya terbangun karena merasakan sensasi perut yang kurang nyaman. Saya melepas pelukan Ray lalu beranjak ke kamar mandi. Ternyata celana dalam saya basah karena banyak lendir darah. Kontraksi perut sudah mulai intens, dan saya menghitungnya dengan aplikasi kontraksi nyaman Bidan Kita. Makin lama makin intens. Akhirnya saya telepon ke hotline Bidan Kita dan diminta ke Klinik kalau kontraksinya sudah interval 5-1-1.

Saya masih jalan kaki di dalam rumah, melakukan gymball dan mengatur napas. Saya meminta suami untuk memasukkan tas yang sudah saya siapkan jauh hari ke dalam mobil. Suami paham kalau saya sedang mengalami kontraksi dan segera memasukkan beberapa perlengkapan ke dalam mobil.

Saya pamitan sama Bapak Ibu di kamarnya. Ada air mata bening di mata Bapak yang saat itu sedang mengaji. Saya minta didoakan agar persalinan kali ini lancar. Ibu dan Budhe Endang melambaikan tangan di depan pintu. Lagi-lagi saya fokuskan napas sambil membenahi posisi duduk agar lebih tegak. Suami menggenggam tangan saya menguatkan.

Persalinanku Minim Trauma

Ben hadir sesuai afirmasi saya....

Suami lelah karena belum tidur, tapi saya yakin beliau semangat bertemu anak keduanya. Sesampainya di Bidan Kita, Mbak Ety dan Mbak Zulfa membukakan pintu. Sebelum diperiksa, saya ke kamar mandi dan tiba-tiba ada air berwarna hijau keluar banyak sekali. Itu adalah air ketuban dan sudah hijau, huhuhu. Saya mencoba rileks dan tidak panik.

Mbak Ety melakukan VT, dan saat itu saya sudah pembukaan 7. Secara bergantian, Mbak Ety dan Mbak Zulfa memeriksa denyut jantung Ben di dalam perut. Sekitar jam 5, saya pindah ke ruang bersalin dan suami mencari mushola untuk salat shubuh. 

Suara Bidan Yessie khas sekali dari luar ruangan. “Hallooooo..... bagaimana?”, ini pertemuan kedua kami dan beliau haaaaaangat sekali. Entah bagaimana harus mendeskripsikannya, tapi yang jelas, beliau bisa membuat saya lebih berani dan percaya diri untuk persalinan ini. Bau aromatherapy yang membuat saya lebih rileks, pendampingan bidan yang luuuuuuuar biasa cekatan. Alunan musik yang membuat saya lebih fokus pada napas daripada sakitnya kontraksi.

Bidan Yessie menawarkan beberapa pilihan posisi yang paling optimal untuk keluarnya janin. Saya juga diajari mengenali tubuh saya sendiri melalui napas. Selama 3 jam itu, saya trial error tentang napas yang paling nyaman untuk bertemu dengan Ben. Kalau kemarin ujiannya hanya melalui cubitan dan sebongkah es batu, saat itu adalah ujian yang sebenarnya—kontraksi.

Sekali dua kali aba-aba, Bidan Yessie dengan sabar memberikan pendampingan yang warbiasak. Mengusap kepala saya dengan olesan aromatherapy dan menyuruh suami saya untuk melakukan hal yang sama. 

“Yuk napasnya dipanjangin lagi, iyaaaaak gitu, pinteeer!”, beliau sekalipun tidak menjustifikasi kalau napas saya ternyata pendek. Ada yang ngusap-usap punggung saya yang panas. Ada yang menggenggam jemari dan menyemangati saya. Ada juga yang menyuapi saya. Suami mengusap kepala saya dengan wajah pias memaksakan tenang. 

Saat kontraksi datang, saya mencoba mengenali tubuh saya. Menghirup napas sepaaaaanjang mungkin. Dan mengejan dengan mengatur napas kembali. Sempat terlintas menghitung waktu, tapi pikiran itu saya buang jauh-jauh. Ada rasa ingin menyerah, tapi sekali lagi hasrat saya berpasrah untuk bertemu Ben kembali. Semakin hebat sensasi kontraksi, semakin dekat saya akan bertemu Ben.

Rambut Ben sudah kelihatan, air mata saya mengambang, tenaga dan energi saya kumpulkan lagi. Napasku patah-patah, tapi doaku terarah. Bidan Yessi mengarahkan panggul saya, memilihkan posisi yang paling nyaman dan menunggu pelan-pelan. Jam 8, kontraksi semakin  hebat, napas kupanjangkan lagi, doa kurapal dalam hati. Senter kepala Bidan Yessie menyala. Saya merasakan jari Bidan Yessie seperti menyangga kepala Ben agar pelan-pelan keluar. Tiga kali mengejan, akhirnya tangis Ben pecah.


Saya diinfus karena  banyak darah yang keluar. Dua kali diinjeksi bagian paha. Dan dijahit dua. Saya takjub saat tahu BB Ben 4.36 kilo. Dengan ridho Allah, kami bertemu dengan indah. Pemulihannya pun cepat. Saya memahami tentang makna gentle birth tidak lagi dalam tataran teori, tapi mempraktikkannya sendiri. 



Untuk cerita post partum di Bidan Kita, saya ceritakan di post kedua ya. Tentang treatment-nya, biayanya dan hal menyenangkan lainnya.



Read More »

Menyapih Ray

Sebenarnya saya sudah diminta Ibu untuk menyapih Ray, tapi entah kenapa kok gagal melulu. Tepatnya, saya belum seniat itu buat menyapihnya. Bahkan pengennya, Ray ga mau sendiri buat nen.

Saya mengenal weaning with love dan berusaha melakukannya juga. Tapi apapun cara Ibu menyapih anaknya, pastilah dengan cinta. Meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Mungkin bedanya pada dramanya. Ada yang no drama, ada juga yang sampai berurai air mata. Yang nangis bukan cuma anaknya, tapi si Ibu juga, huhuhu.

Proses Menyapih Ray

Sounding...

Ga melulu sounding buat menyapih bisa bikin smooth proses penyapihan itu sendiri. Justru buat saya malah bikin Ray makin kenceng nen-nya. Sejak usia 18 bulan, saya sudah menyisipkan cerita soal menyapih ini sama Ray di sela-sela obrolan kami.

"Waaah, Ray sudah besar. Sebentar lagi gak nen Ibu ya. Bisa minum pakai gelas sendiri", nggak sekali, dua kali kalimat-kalimat yang nyrempet soal menyapih saya selipkan. Awalnya Ray belum merespon, tapi lama-lama pas dia mengetahui arti menyapih itu adalah stop nen Ibu, dia makin kenceng nen-nya. Bahkan sempat terlontar "Nggak mau, aku nen Ibu aja" atau "Nen Ibu aja ya, ya, ya?" ahahaha. Respon-respon seperti itulah yang membuat proses menyapih baru berhasil di usia Ray 27 bulan.

Sounding and acting...

Hayo, siapa yang sudah menaikkan levelnya di tingkat akting? Mengoles puting dengan warna, menempelnya dengan hansaplas atau hal-hal lainnya yang membuat anak nggak mau menyusui lagi. Selama hal itu tidak menyakiti Ray dan membohonginya, saya akan melakukannya.

Jadi, Ibu pernah menyarankan untuk mengoleskan brutowali yang pahitnya ampun ke puting. Biar pas Ray menyusui, dia menyadari kalau susunya gak enak. Opsi ini saya dengarkan saja, tidak saya lakukan tapi saya juga tidak mendebat Ibu. Prinsipnya, saya fokus pada apa yang saya lakukan pada Ray, dan tidak mau mengomentari cara orangtua lain. Ibu saya tertarik karena mendengar cerita tetangga yang berhasil menyapih anaknya dengan cara itu.

Yang saya lakukan masih sekadar menempel hansaplas di puting. Posisinya Ray bermain peran dokter dan saya pasiennya. Nah, pas pertengahan dia asyik mainan dan pengen menyusu, saya mulai akting dong.

"Duh Dok, ini nen-nya sakit, ga minum nen aja ya. Ganti air putih, es teh atau jus gitu, Dok", Ray agak lama mencernanya karena kaget kenapa nen Ibunya ditempel. Dia langsung mendekat dan memandang saya beberapa waktu. Saya pun menunggu reaksinya.

Dia mengusap-usap. Membuka plester pelan-pelan lalu meniup-niup puting seperti yang saya lakukan ketika dia jatuh dan luka. Dan dengan jenaka dia bilang "Daaaah sembuh!", trus nen dong tanpa meminta menunggu aba-aba.

Saya agak amazing aja kalau dia akan melakukan itu. Saya masih meneruskan aktingnya. Aduh Dok, kan nen-nya sakit, kok di-nen, huhu. Sambil nangis bombay.

"Udah diusap sama aku tiup, Bu. Sembuh!", Dia melepas nen dan membalas saya, ahahaha.

Tiap dia jatuh, terluka dan menangis. Dia merasa frustasi dan menyalahkan lantai atau benda apapun yang ada di dekatnya. Beberapa kali saya bilang kalau Ray kurang hati-hati, lantai dan sepedanya nggak ngapa-ngapain. Untuk memvalidasi emosinya saya mengusap-usap punggungnya, meniup-niup lukanya dan hal itu cukup menenangkannya. Ternyata dia copy paste buat menjawab akting saya, ahahaha.

Di waktu lain, saya menggantinya dengan memberi warna puting menjadi merah. Saya bilang kalau putingnya kok merah-merah "kayak" darah ya, huhuhu. Entah kenapa Ray hanya mengusapnya trus langsung nen.

Rutinitas sounding masih sering saya lakukan. Tapi yaaaa gitu, makin kenceng sounding, Ray makin kenceng nen-nya.

Kerelaan Ibu...

Sebenarnya yang tidak bisa disapih itu anaknya atau mungkin Ibunya yang belum rela? Saya hanya terdiam mendapat pertanyaan itu. Apa iya saya yang memang belum legowo menyapihnya, sehingga Ray pun juga berat untuk melepas.

2 tahun bonding time kami adalah ketika Ray menyusu. Tangannya bisa mengusap wajah saya. Memainkan hidung saya. Mengacak rambut saya. Dan yang paling mengena adalah saat kami ngobrol sambil bertatapan mata, lalu tiba-tiba dia tertawa saat menganggap obrolan saya lucu. Yakin rela melepas momen-momen emas itu? *ngetik ini saya terharu.

Yang paling tidak bisa dipungkiri adalah ketika dia demam, diare atau sakit yang membuat nafsu makannya drop, asi adalah andalan utama kami. Demam tidak lebih dari 2 hari, gempur asi, esoknya sudah mereda. Pas diare, merasa lemas, Ray punya andalan asi agar tidak dehidrasi. Bahkan pernah jumawa bilang "Ibu, aku ga suka makan. Nen aja ya, ya, ya?" *auto cium*.

Jadi, memang benar sih, untuk bisa sukses menyapih, kerelaan Ibu adalah kunci. Menyusui bukan hanya zona nyaman anak, tapi juga hal ternyaman Ibu untuk lebih dekat dengan anaknya.

Ray dan Ibu pasti bisa...

Siang setelah pulang dari dokter dan mendapatkan insight dari beberapa teman untuk menyapih Ray, saya memutuskan untuk menyapihnya di hari itu. Saya punya alasan kuat buat menyapih dan nggak bisa ditunda lagi. Belum mulai tahapnya, di mobil Ray merengek minta nen ya Allaaaaah, ahahah. Papinya mengalihkan perhatiannya dengan palang kereta, traktor, truk dan beberapa hal lain yang kami temui di jalan.

Saya juga sounding kalau Ray tidak nen lagi. Nanti Ibu buatkan susu, jus atau belikan susu kotak buat rekreasionalnya. Sampai rumah masih aman. Drama dimulai saat mau bobo, huhu. Nangis-nangis minta nen, tapi Ray tahu kalau kali ini saya nggak bakalan ngasih. Untuk mempermudah, saya tegas menolak dari awal. Kedua tangannya ditelungkupkan ke wajah dan menangis. Repeat aja begitu terus. Kalau ingat nen dan saya nggak ngasih, Ray nangis.

Saya membiarkannya beberapa waktu agar Ray lebih tenang, lalu menawarkan pelukan, gendongan atau minuman lainnya. Temen saya udah bilang sih kalau 2-3 malam bakalan nggak nyaman buat adaptasi, jadi saya dan suami udah siap kuda-kuda biar nggak konslet kesetrum Ray tantrum. Saya selalu ingat kalau kali ini Ray juga sedang beradaptasi dengan kondisi baru. Zona nyamannya sudah tidak bisa dilakukan lagi, tapi saya selalu menyampaikan kalau saya masih memeluk-meluk pas tidur, nemenin mainan sampai ngantuk dan tidak akan marah saat Ray nangis minta nen.

Hari pertama, Ray sampai jam 1 malam. Mainan seru sudah, cerita sudah, kayaknya sudah melakukan apapun tapi kok ga bisa tidur padahal dari jam 10, Ray sudah menguap terus. Saya menggendongnya keluar masuk rumah menemaninya yang mulai gelisah. Beberapa kali dia memegang nen dan merajuk minta nen, tapi saya menggeleng sambil memeluk. Gantian sama papinya buat nemenin main sama gendong. Pas bisa bobo, saya mengusap kepala dan mencium keningnya sambil bilang "Ibu very proud of you, Ray!"

Siapa bilang dramanya cuma pas mau bobo ih, ahaha. Pas bangun tidur pun juga mellow galaw. Ibuuuk, nen sebentar aja sambil bobo, katanya. Karena sudah niat, saya tetap konsisten dengan apa yang kami lakukan kemarin. Saya menggeleng dan mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Nangis lagi dong, huhuhu. Sampai dia mau dipeluk trus pelan-pelan menemukan ritme buat main.

"Aku minum air putih aja. Gak nen ya, Bu", Aduh bahagianya. Ray bilang gitu saat dia main blocks. Wajahnya ceria seakan udah rela gak nen lagi. Tapi, kalimat itu hilang entah kemana saat mau bobo siang. Ray galau lagi, ingat zona nyamannya yang mengantarkannya pulas bobo siang. Kali ini hanya dengan gendongan, puk-puk sama pelukan Ibu.

Malam kedua, jadwal tidurnya maju setengah jam menjadi setengah satu, ahahaha. Kami makan malam bersama, nemenin main, nonton video dan tebak-tebakan. Pas mau bobo, nangis lagi minta nen. Saya lega akhirnya Ray bisa bobo juga, tapi kok ya malam harus bangun nangis kejer, huhu. Lagi-lagi saya nunggu emosinya mereda dulu baru menawarkan pertolongan buat digendong dan dipeluk. "Iyaaa, nangis gak apa-apa. Ibu temenin ya", lama-lama bobo lagi.

Kami menyapih dengan sehangat dan senyaman mungkin, tapi nyatanya juga tidak benar-benar nyaman. Dan nggak perlu merasa guilty, karena ini normal banget. Nah, 5 hal ini saya rangkum ya saat melakukan proses menyapih Ray. Gaya bener, baru 2 hari lho, wkwkw. Percayalah, saya menulis ini biar merasa lega aja.

1. Sounding. Apapun kegiatannya, bagi saya sounding berkali-kali adalah kunci. Meskipun masih kecil, anak bisa memahami bahasa kita ketika kita mengulang-ulangnya. Jadi jangan remehkan the power of sounding.

2. Konsisten. Kalau memang di hari pertama sudah sukses menyapih, dan di hari kedua dramanya lebih hebat. Please, konsisten! Jangan sampai kalah. Karena apa? Misal di hari kedua menyerah buat ngasih nen lagi, besok-besok level menyapihnya bakalan lebih tricky lagi.

3. Validasi emosi. Anak sedang adaptasi dan transisi dari zona nyamannya. Menangis, ngambek dan gulung-gulung di lantai adalah caranya meluapkan. Selama tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain (memukul, mencakar, dll), biarkan saja dulu. Kalau sudah mereda, baru tawarkan pertolongan. Pelukan, gendongan, minuman atau makan. Dan ingat jangan kepancing tantrum, ahahah. Ngadepin anak ngambek, marah apalagi sambil gulung-gulung itu menyerap energi dan emosi lebih banyak. Jadi orangtua wajib sadar penuh kalau "proses menyapih" memang tidak nyaman buat anak.

4. Kenyangkan perutnya. Hari pertama Ray disapih, dia suka banget makan bebek goreng. Makan lahap dan banyak. Trus dibelikan martabak manis sama papinya. Apa kalo perut kenyang membuat anak nggak rewel? Siapa bilang? wkwkw. Setidaknya, si anak rewel bukan karena dia lapar, tapi memang karena kondisinya tidak nyaman. Hari kedua Ray mogok makan. Mungkin, ini cuma mungkin lho ya, dia gak makan karena gak nafsu makan beneran, atau karena biasanya kalau nggak makan, dia bisa nen sepuasnya. Seharian pola makannya beneran berantakan. Dan ketika dia tahan nggak makan, rewelnya makin tambah-tambah, huhu. Merasa nggak nyaman tapi nggak mau makan padahal lapar, yhaaaa gimana.

5. Serap energinya dengan permainan kesukaan. Nah ini PR banget! Apalagi Ray lagi hobby begadang. Rasanya malam kok berasa panjang banget, ahaha. Saya dan papinya bergantian nemenin dia main. Terutama yang banyak menyerap energi dan dia suka. Kalau capek dan suka harapannya bisa cepet bobo pules. Tapi nyatanya tetep malam juga, wkwkw. Andalan kami adalah main blocks kayu, corat-coret buku, cerita dan sesekali nonton video kalau energi kami low. Saya mengakalinya, jam 6-7 sama papi, 7-8 ibu, 8-9 papi, dst. Sesekali main bertiga, tapi durasinya pun nggak lama. Itu saya lakukan biar kami punya stok energi sampai malam tanpa emosi.




Sejauh ini saya nggak mellow, nggak ikutan emosi karena Ray sering nangis karena disapih. Tapi yhaaa tetep capek, wkwkw. Hari ini hari ketiga ya Raaaaabbbb. Semoga less drama. Buat Ibu-Ibu yang sedang atau mau menyapih buah hati, semangat! Kasih dopping 2 gelas mocca float atau freemilt green tea 😆.
Kalau udah mulai capek dan mau terpancing, serahkan Papi. Jeda dulu! Gantian. 

Read More »

Memilih Popok yang Nyaman dan Aman Buat Bayi

Hal yang menjadi diskusi panjang dengan Ibu, baik mertua maupun kandung adalah tentang pemakain pospak (popok sekali pakai). Beliau menyarankan agar saya tidak memakaikan popok buat Ray karena kulitnya masih sensitif. Tapi saya tetap memakaikan pospak karena setelah melahirkan, fisik dan psikis saya kepayahan. Bahkan saya baby blues berkali-kali. Dan kedua ibu saya tidak terlalu paham tentang baby blues. Komplit! :(

Waktu bayi, Ray hobby sekali begadang. Nggak nangis, tapi ngajak mainan sepanjang malam. Minumnya kuat, pipisnya banyak. 3 bulan pertama, tidak hanya pipisnya, intensitas pup-nya pun tergolong sering. Sehingga, jika saya memaksakan untuk tidak memakai pospak, konsekuensinya saya harus rajin mencuci popoknya. Dan itu berarti jatah istirahat saya juga berkurang.

Baca juga: Melahirkan anak pertama

Bukannya saya manja dan nggak mau nyuci, tapi pasca melahirkan itu capek sekali, sist! Untungnya, Ibu tidak memaksakan lagi. Mereka lambat laun memahami pilihan saya. Toh, saya sudah mencari tahu dulu tentang popok yang nyaman dan aman buat bayi itu kriterianya apa saja. Jadi, sekarang kalau popok buat si kecil mau habis, eyangnya bilang ke saya. Yang sebelumnya ibu nggak paham tentang dunia diapers, sekarang lebih mengetahui seluk beluknya. Mulai dari tipe, size, harga bahkan cara membuang popok setelah dipakai. Peluk ibu satu-satu.

Nah, buat teman-teman yang sedang mencari popok yang nyaman dan aman buat si kecil, mungkin hal-hal berikut bisa dijadikan pertimbangan, ya. Ray termasuk bayi kuat. Saya yang harus cermat meneliti kondisi tubuhnya. Pernah saya memakaikan salah satu produk diapers, ternyata kulit Ray kurang cocok. Sehingga dia kena ruam di sekitar lipatan pahanya. Akhirnya saya beralih ke popok Merries. Kali ini saya mau mereview popok yang sampai sekarang dipakai sama Ray. Here we go.

1. Perhatikan size sesuai berat badan bayi

Buat yang newborn, ada popok yang khusus kok. Jadi, sebelum melahirkan, saya sudah persiapan 2 bal pospak buat Ray. Seiring bertambahnya usia, size-nya pun berganti. S-M-L dan seterusnya. Saat ini Ray memakai ukuran M sesuai berat badannya. Tiap balita itu beda-beda berat badannya. Untuk size  diapers ini, acuannya dari berat badannya ya, bukan usianya.

2. Perhatikan jenis kulit pada bayi

Kulit bayi itu saaaaaangat sensitif. Makanya harus jeli sekali memeriksa tiap lipatan di bagian tubuhnya. Kalau anak rewel mungkin bisa dijadikan alarm kalau ada yang salah. Misal menggunakan diapers dan nggak cocok buat bayi, sebaiknya diganti dengan yang lain. Apalagi buat bayi yang memiliki kulit sensitif dengan bahan-bahan tertentu. Sebagai orangtua, wajib tahu.

Baca juga: pentingnya merawat kulit sejak bayi

3. Pilih yang daya serapnya baik

Semula saya berganti-ganti diapers, sehingga saya tahu diapers mana yang memiliki daya serap paling baik. Saya mencoba memeriksa diapers Ray tiap pagi untuk memastikan apakah diapersnya memiliki daya serap yang baik atau tidak. Jika sudah menemukan diapers yang cocok dan memiliki daya serap baik buat bayi, jangan lupa rajin mengganti maksimal 4 jam, ya.

4. Bahan popok yang lembut

Seperti yang saya ceritakan tadi kalau kulit bayi sangat sensitif. Makanya, salah satu pertimbangan yang penting dalam memilih popok adalah memperhatikan bahannya. Usahakan memilih popok yang didesain dari bahan yang lembut dan lapisannya menyerap air lebih banyak (balik lagi ke poin tigaaaa :D).

5. Telah teruji secara klinis

Teman-teman suka memperhatikan nggak sih kalau membeli makan atau barang tertentu, makanan atau barang tersebut sudah lolos uji atau belum? Dan dalam hal pemilihan popok ini, saya mencermati popok tersebut sudah teruji klinis atau belum. Jadi, selain mengecek masa expired-nya, saya membaca detail informasi pada bungkusnya.

Oh iya, kali ini saya mau sharing dan review tentang popok Merries good skin yang dipakai Ray. Saya memilih produk ini karena memang memenuhi beberapa pertimbangan yang telah saya sebutkan di atas.


Review Popok Merries Good Skin

Bagi ibu-ibu pecinta popok Merries, tahu nggak sih kalau kata Merries berasal dari bahasa Inggris "merry" yang berarti ceria dan senyuman. Saya juga membaca kalau kata itu juga terinspirasi dari melodi mainan bayi yang biasa digantung di atas boks bayi untuk membuat mereka tersenyum. Filosofinya membuat hati saya nyes, karena sebagai mantan pegawai yang bergelut dalam bidang trademark, penamaan ini sangat penting sekali. Dan benar saja, saya tersentuh dibuatnya.

Kalau mencermati logo pada popok Merries yang berbentuk seperti bentuk hati. Saya mengartikannya, hati seorang ibu yang mencintai anaknya. Jadi, first impression saya, popok ini berbentuk seperti sebuah hati yang melambangkan kasih sayang orangtua pada anak-anaknya. Yaaaa, kayak saya yang sayang banget sama Ray sejak pandangan pertama.

Itu baru dari segi penamaan lho. Hal yang membuat saya jatuh cinta pada produk ini, karena memang terbukti nyaman dan aman buat Ray. Makanya hingga Ray berusia 1,5 tahun, saya tetap menggunakan popok ini. Memangnya apa saja sih kelebihannya? Okay, saya share  untuk referensi teman-teman dalam memilih popok bayi yang tepat ya. Simak, yuk!

💝 Menyerap banyak dan cepat

Mengunci cairan dengan cepat dan dapat menampung hingga 5x pipis sehingga kulit bayi tetap kering. Dan selama ini, Ray nyaman memakai popok Merries ini. Tidak pernah bocor dan saat ganti popok, kondisi popoknya tidak basah. Karena memang daya serapnya banyak dan cepat. Love!

3 garis pada bagian dalam popok merupakan teknologi yang hanya ada di popok Merries yang berfungsi untuk menyebarkan cairan sehingga cairan tidak berkumpul di satu titik dan tidak menggembung di tengah.

💝 Karet pada popok elastis dan lembut

Bahan karet pada popok Merries pas di pinggang dan tidak meninggalkan bekas pada kulit Ray. Ssst, sekarang bahan permukaannya 40% lebih lembut, lho. Kelembutan serat kainnya ini yang lebih melindungi kulit bayi.

💝 Teruji klinis

Popok Merries good skin teruji secara klinis mencegah iritasi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Riset & analisis kulit bayi dilakukan bersama dermatologis.

💝 Desain popok yang menarik dan aman

Popok Merries terbuat dari serat yang halus dan didesain agar sirkulasi udaranya bebas keluar masuk. Sehingga saat dipakai, kulit bayi bebas dan nyaman sepanjang hari. Lapisan tambahan di kedua sisi popok dapat mencegah bocor samping dan membuat tampilan Merries Good Skin lebih baik.

Merries juga didesain agar kulit bayi tetap kering dan nyaman melalui 3 lapisan sirkulasi udara yang dimilikinya. Tiga lapisan tersebut terdiri dari permukaan yang lembut bergelombang, lapisan penyerap yang dapat dilalui udara serta lapisan terluar yang mampu melepaskan kelembaban.


Btw, popok Merries memiliki 2 jenis yang bisa dipilih, lho: ada Merries premium (yang packaging-nya berwarna putih) dan Merries good skin yang sedang saya review dan dipakai Ray di kesehariannya. Kalau teman-teman sedang mencari popok buat si kecil yang aman dan nyaman, popok Merries bisa menjadi referensi dan rekomendasi. 

Read More »

Menyikat Gigi pada Bayi

PR menjadi Ibu banyaknya ya Allah. Belum lulus tentang MPASI, udah disuguhin berat badan anak. Keduanya remidi terus, eh adalagi yang lainnya. Yang paling gress yang saya lakoni adalah menyikat giginya Ray. Perjuangan Allahuakbar!

Saya menyikat gusi Ray pertama kali mungkin ketika dia usia 4 bulan. Sekalian mengelap mulutnya dengan kasa dibasahin air hangat. Meskipun belum punya gigi, saya rajin mengecek gusi dan mulutnya, memastikan bersih dari sisa air susu. Pernah lihat mulut bayi putih kan? Nah, itu katanya bekas asi dan sebaiknya dibersihkan.

Gigi pertama Ray

Ray tumbuh gigi pertamanya ketika usia 7 bulan. Gigi seri bagian atas dua biji. Trus nggak berapa lama, mungkin selang sebulan, tumbuh lagi di bagian atas. Jadi empat biji. Nah, ketika tumbuh yang kedua, dia demam 4 hari. Pas banget sebelum saya ujian esok harinya. Alhamdulillah pas mau berangkat ujian, dia udah ga demam, cuma agak ngeces aja. Mungkin karena gusinya ngilu.

Pernah baca kalau demam nggak ada hubungannya atau jangan dikaitkan dengan tumbuh gigi. Tapi nyatanya memang Ray beneran demam sampai 39 dan ga mau makan. Mungkin benar kalau jangan selalu mengaitkan demam dengan tumbuh gigi, tapi kebanyakan anak batuta (bawah dua tahun) masih masa-masa tumbuh gigi yang kadang menyebabkan demam. Saya juga pernah mengalami geraham mau tumbuh aja sampai demam dan nyeri, apalagi anak-anak kan?

Nah, sejak tumbuh gigi, saya beli sikat bayi, yang modelnya sedikit bergerigi dan  dimasukkan ke jari dan digosokkan ke giginya Ray setiap mandi. Sesekali mau, tapi kalau lagi nggak mau, dia beneran rapet banget mulutnya. Selain menggosok giginya, saya juga mengelap pakai kasa basah. Oh iya, untuk air kumurnya, saya memakai air matang karena pasti ditelan sama Ray :p.

Pakai Sikat dan Pasta Gigi

Udah pakai sikat bayi, rajin di lap pula. Eh, giginya Ray kuning dan agak grupis di bagian atas :(. Padahal Ray juga ga makan yang manis-manis, lho. Saya searching dokter gigi anak di Klaten belum nemu-nemu, dan alhamdulillah ada rekomendasi dari teman saya, namanya dokter Utami. Pengen konsultasi dan memeriksakan giginya Ray kok waktunya belum pas, huhu.

Akhirnya saya sharing sama Ririn. Dulu waktu Ray fimosis, dia nanyain ke dokter bedah di Rumah Sakit tempat dia bekerja. Kali ini saya juga ditanyain langsung ke dokter spesialis gigi. Aaaa, peluk Ririn! :*

Saya disuruh memfoto giginya Ray. Makanya pas tidur saya foto kondisi giginya dan mengirimkan ke Ririn. Trus Ririn nanyain ke dokter dan jawabannya diskrinsut ke saya. Jadi, beliau bilang kalau giginya Ray ada yang patah sedikit yang bagian atas. Mungkin karena benturan pas main atau pas menggigit kuat makanan yang teksturnya keras.

Selanjutnya, beliau menganjurkan untuk mentikat gigi Ray pakai sikat gigi anak. Kalau mau pakai pasta gigi, pilih yang komposisinya tidak berflouride. Karena seringnya bayi selalu menelan saat pasta gigi digosokkan ke giginya. Emang bener sih. Ray selama ini selalu menyesap sikat giginya.

Mengajari bayi sikat gigi

Tantangan banget mengenalkan sikat gigi sama Ray. Sejak dianjurkan dokter untuk menyikat giginya biar gak kuning dan grupis, saya membelikannya sikat gigi sendiri. 

Beberapa hal ini saya lakukan ketika mengajari Ray sikat gigi:

1. Menggosok gigi di depannya

Saya selalu menggosok gigi di depannya. Saya juga menyuruh Khansa menggosok gigi menggunakan pasta gigi. Awalnya acuh tak acuh tapi lama-lama Ray menirukan. Yang paling drama adalah ketika memintanya untuk membuka mulut. 

Meskipun sering disikat dan saya masih mengelapnya dengan kasa basah, giginya Ray bagian atas tetap kuning dan grupis :(. Apa dulu saya kurang mengonsumsi kalsium waktu hamil? Huhu. Jadi pengen ke dokter langsung buat ngecek dan konsultasi.

2. Pastikan in a good mood

Menyikat gigi bayi itu butuh sabar, ahaha. Kalau bayinya gak mau, kadang kitanya yang gemes banget. Ray gak selalu mau disikat. Dia pegang sikat gigi sendiri, tapi lebih suka menyesap bagian bulunya. Menyikat sekenanya karena meniru saya melakukannya. Tapi pas saya yang membantunya menyikat giginya? Hmmm, crancy! Nangis langsung.

Sekali saya memaksakan menyikat giginya. Dia nangis kejer. Karena giginya beneran kuning banget kalo gak disikat, huhu. Tapi setelah itu udah, saya gak memaksanya lagi. Saya nyari alternatif lain biar Ray sendiri yang sukarela disikat giginya. Makanya kalau pas mau mandi, saya memastikan diri saya in a good mood. Dalam kondisi yang moodnya beneran bagus biar gak gatel maksain anak sikat gigi.

Untuk masalah gigi, saya beneran concern banget. Dio, Dea, iqbal, Khansa sama Lintang yang tahu banget tentang hal ini.

3. Membelikan sikat gigi lucu

Kenapa harus disikat? Apakah dilap pakai kasa yang dibasahi air saja tidak cukup? Atau pakai sikat yang dimasukkan di jari telunjuk kurang nampol? Soalnya, kalau cuma di lap aja, kelihatannya memang sudah bersih, tapi sebenarnya mineral makanan yang tertinggal di gigi tidak terangkat sempurna. Jadi perlu disikat biar bersih. Itu penjelasan dokter. Apalagi giginya Ray gampang banget kuning, huhu.


Selain memilih sikat gigi yang khusus bayi dan bulunya lembut, saya juga membelikan sikat gigi karakter. Ada dinosaurus, buaya, robot dengan berbagai warna. Ray suka! Makanya pas momen gosok gigi, saya pegang sikat, Ray juga pegang sikat. Pas dia buka mulut, tangan saya gercep nyikat giginya.

Sebenarnya pas beli, tidak ada label sikat gigi bayi yang dibawah 2 tahun. Kebanyakan untuk 3 tahun ke atas. Kemarin saya memilih sikat gigi dee dee yang ujung sikatnya lembut dan kecil. Jangan ngasih sikat gigi dewasa buat bayi karena ga cocok buat rahangnya. Bisa-bisa nanti sariawan ketika menyikatnya. Kan malah kasihan.

Saya beli banyak sekalian. 1 pcs seharga 5 ribuan. Oh iya, tiap 3 bulan sekali jangan lupa sikat giginya diganti ya. Tempelin aja di gagang sikatnya biar inget :p

4. Memilih pasta gigi

Selain sikat gigi, yang harus diperhatikan adalah pasta giginya. Kalau kata dokter dan beberapa referensi yang saya baca, sebaiknya tidak mengandung flouride. Tapi ada juga yang menuliskan tidak apa-apa asalkan memakainya sedikit saja. Bayi seneng banget lho menelan pasta gigi :D. Makanya, saya lebih memilih aman aja untuk membelikannya yang tidak berflouride dan bebas deterjen.

Ada beberapa anak yang langsung mual hingga muntah saat disikat pakai pasta gigi. Kalau sudah demikian, sebaiknya disikat saja dulu tanpa pasta gigi. 

5. Kumur pakai air matang

Yaiyalah, bayi dikasih air pasti ditelan, ahaha. Itu Ray lho. Dia belum bisa kumur-kumur trus dilepeh. Makanya tiap sikat gigi, ada tupperware khusus buat tempat air. Secukupnya aja. Soalnya kalau penuh pasti dipakai mainan :D

6. Nonton video di youtube

Selain mencontohkan langsung, saya sama Ray nonton bareng batuta yang sedang sikat gigi. Dia memerhatikan dan tangannya nunjuk-nunjuk ke layar. Sambil nonton, saya bilang "Ini sikat gigi juga lho, Mas. Nanti Ray juga ya. Sikat gigi sendiri sama Ibu ya pas mandi?" Responsnya senyum, ahaha. Mungkin bilang iya Buuu. Padahal praktiknya juga sering nggak mau :p.

7. Menyugesti dalam percakapan 

Tentang gosok gigi, saya juga menyelipkannya dalam setiap percakapan kami. Mas Ray udah sikat gigi belum ya tadi? Lalu dia refleks memegang giginya. Di kamar, saya juga menyediakan sikat gigi. Jadi pas kami ngobrol berdua dan membahas sikat gigi, saya mengambil dan memberikannya pada Ray. 

8. Menyikat gigi ketika tidur

Kalau Ray beneran nggak mau disikat pas mandi. Malamnya, saya menyikat giginya ketika dia tidur? Apa nggak bangun? Enggak. Dia tidur pulas saat saya menggosok giginya. Sesekali terjaga, saya menghentikannya. Dan ketika dia tidur lagi, saya menyikat giginya lagi.

Sikat tetap saya basahi dengan air. Alhamdulillah lumayan bersih kok. 

9. Membawanya ke dokter gigi anak

Ini baru rencana dalam waktu dekat. Saya beneran worry masalah ini. Gigi dan mulut kelihatannya sepele, tapi sebenarnya puenting banget. Plak-plak gigi yang tidak dibersihkan bjsa menjadi kuman. Dan untuk anak, itu bisa fatal lho. Huhu.

Saya nggak tahu kapan sebaiknya membawa anak ke dokter gigi. Karena mungkin kesannya horor. Tapi buat Ray, sepertinya memang perlu, karena saya nggak tahu salahnya dimana atau butuh treatment apa untuk menjaga gigi dan mulutnya sehat. Saya termasuk rajin menggosok giginya tapi kenapa bisa kuning dan grupis? Ga konsumsi gula juga. Tanya kenapa? Makanya saya butuh penjelasan dari dokter sambil tahu kondisi gigi Ray secara langsung. Semoga segera ya.

Nah, teman-teman punya pengalaman menggosok gigi pada bayi? Sharing yuk...
Read More »

Review Hugpapa Dial Fit 3 in 1 Hip Seat Baby Carrier

Ketika melahirkan Ray, saya banyak mendapat kado. Baju, selimut, alat makan, beberapa jarik dengan warna dan motif seperti pelangi (sekitar 10-an mungkin ada). Ada juga gendongan model ssc dan wrap. Saya memilih jarik sebagai alat untuk menggendong sampai usianya 3 bulan.


Waktu itu, saya masih belum paham ilmu pergendongan. Bagaimana cara menggendong yang baik? Bagaimana memilih gendongan yang aman dan nyaman untuk bayi? Bagaimana posisi yang benar saat menggendong? Saya blas  belum mengerti, huhu. Satu yang saya pahami adalah kalau menggendong bisa membangun bonding dengan anak. Itu saja. Dan benar, Ray sempat dibilang "bau tangan" karena sering saya gendong.


Semula saya lebih memilih jarik untuk menggendong Ray. Selain alasan kepraktisan, jarik merupakan warisan turun temurun. Skill menggendong dengan jarik sudah ada sejak dulu. Bahkan ketiga ipar saya juga menggunakannya untuk menggendong. Belum ada yang kenal ssc atau wrap.  Saya melek tentang dunia pergendongan ketika saya mengeluhkan punggung terasa sakit karena menggendong Ray kemana-mana. Lalu, saya bergabung dengan Komunitas Baby Wearing (KBW) Klaten.

Waktu ikut workshop Klaten Baby Wearing. Saya masih pakai jarik

Ikut workshop KBW, saya merasa ketinggalan tentang ilmu menggendong. Saya belajar pelan-pelan dan sesekali bertanya pada ahlinya. Kebetulan beberapa teman saya adalah konsultan menggendong. Lho ada konsultannya juga? Iya! Konsultan yang sudah bersertifikat. Itu membuktikan betapa pentingnya menggendong anak. Tidak hanya sekadar “nemplok” aja. Sayangnya banyak yang masih awam tentang itu (termasuk saya sebelumnya).

Pentingnya Menggendong

Ray ikut Ibu kemana mana

Setelah ikut workshop KBW, saya berdiskusi dengan suami. Saya browsing tentang seluk beluk pergendongan. Alhamdulillah banyak hal baru yang saya dapatkan. Bagaimana cara menggendong dengan baik. Bagaimana memilih gendongan yang aman dan nyaman untuk bayi. Mulai sejak itu saya membeli gendongan yang mendukung posisi M shape

Saya juga belajar teknik menggendong yang benar. Dalam babywearing dikenal dengan istilah TICKS. Singkatannya dalam bahasa inggris yang membuat saya lupa-lupa melulu :p. Tapi intinya seperti yang saya kutip dari tirto.id adalah sebagai berikut
  1. gendongannya harus erat sehingga mudah dipeluk
  2. bayi selalu terlihat dan kita bisa menciumnya setiap saat
  3. jarak bayi sejauh kecupan ketika menggendong
  4. dagu bayi tidak menempel dengan dada. Jadi agak longgar agar pernapasan tidak terganggu
  5. gendongan menyangga punggung sampai leher. Sehingga bayi dalam posisi C-Shape
Posisi bayi ketika kita menggendongnya juga harus benar. Punggungnya harus C shape dan kakinya harus M Shape agar bayi merasa aman dan nyaman ketika digendong. Saya benar-benar mempraktikkan teori itu dan memfotonya. Setelah itu mengirimkan kepada teman saya yang notabene sebagai konsultan baby wearing. Saya meminta kritik dan saran apakah posisi gendongan saya sudah betul atau tidak.
Ilustrasi C shape dan M shape

Nah, bagi orangtua jaman dulu, M shape ini sering dianggap sebagai “pekeh” (duh apa ya bahasa Indonesianya?). Saya sempat menjelaskan berkali-kali pada ibu saya ketika memutuskan menggendong Ray menggunakan SSC dengan posisi M shapee. Kata Ibu, usia bayi 4 bulan belum boleh digendong dengan posisi begitu. Saya menjelaskan pelan-pelan kalau posisi tersebut justru yang dianjurkan karena membuat bayi merasa aman dan nyaman. Lama-lama ibu mengerti. Ada lho yang tidak berani menggendong M shape karena orangtuanya kekeuh posisi itu baru boleh dipakai ketika usia bayi 8 bulan. Padahal sejak newborn pun sangat dianjurkan. 

Sejak belajar ilmu pergendongan saya sudah paham posisi menggendong yang benar itu seperti, sehingga tidak mengeluhkan lagi punggung encok karena harus berlama-lama menggendong Ray, ahaha. Saya juga tahu kalau kado gendongan saat lahiran tidak mendukung posisi M shape. Jadi sampai sekarang tidak saya pakai, hehe.
Leluasa meluk, nyium dan breastfeeding

Posisi menggendong yang saya dan Ray suka adalah “face in”. Ray bisa nyenyak tidur di pelukan sambil digendong dengan posisi ini. Dalam posisi ini, saya juga leluasa kalau Ray minta nenen. Saya bisa menyusuinya sambil mencium kepalanya. Saat momen menggendong seperti ini, kami berdua merasa saaaaangat dekat. Dan saya percaya kalau menggendong dapat membangun bonding dengan anak, ya karena momen-momen seperti ini.

Karena rasa ingin tahunya semakin banyak, saat digendong Papinya, Ray ingin menghadap depan. Mungkin agar lebih leluasa melihat sekitarnya. Saya akhirnya searching gendongan hip seat yang nyaman dan aman untuk anak merknya apa. Akhirnya saya kenalan dengan hugpapa dial fit 3-in-1  hip seat baby carrier. Bagaimana rasanya menggendong dengan hugpapa yang merupakan alat gendong bayi yang aman dan nyaman? Yuk simak review saya.

Review Hugpapa Dial Fit 3 in 1

Unboxing Hugpapa Dial Fit 3 in 1

Setelah saya menerima paket gendongan hugpapa, saya langsung unboxing sama suami karena sama-sama excited. Gendongannya dibungkus kardus hitam eksklusif. Isinya apa saja?  
Kotaknya eksklusif

  1. Hugpapa dial fit 3 in 1 warna abu-abu tua: droll pad, sabuk pinggang, ssc bagian atas dan hoodi kepala yang ada di saku
  2. Buku petunjuk



Mengapa Hugpapa Dial Fit 3 in 1?


Mengapa saya jatuh cinta sama gendongan ini? Sebelumnya, saya searching dulu tentang hugpapa. Berdasarkan searching tersebut, saya menemukan klaim kalau hugpapa ini adalah baby carrier yang mudah, terpercaya dan sehat. Dan beberapa hal di bawah ini yang membuat saya suka dan mungkin bisa menjadi rekomendasi gendongan bayi yang ingin teman-teman beli.

Mudah, terpercaya dan sehat :)

💓Baby carrier ringan (light carrier). Karena saya sering membawa pergi Ray kemana-mana, hal pertama yang saya suka dari hugpapa dial fit adalah baby carrier yang ringan. Desain gendongan yang beratnya 620 gram ini minimalis sehingga memperkecil beban yang diterima di pinggul dan kaki. Kemarin pas jalan-jalan ke Solo belanja di Klewer gendong Ray pakai gendongan ini nyaman banget. Saya nggak pegel di punggung, Ray juga anteng di gendongan.

💓Alat yang digunakan terpercaya. Kalau beli sesuatu pasti pengennya dari bahan-bahan berkualitas kan ya? Apalagi untuk keamanan dan kenyamanan ibu dan anak. Gendongan hugpapa menggunakan bahan premium. Tombol BOA, resleting YKK yang eksklusif, gesper dari plastik Woojin dan kapas duduk berlapis. Inovasi dial fit yang diperkuat dengan teknologi BOA ini memudahkan saya untuk menggendong Ray kemana-mana.

💓Alat yang dipakai mendukung kesehatan. Ketika menggendong pakai jarik dulu, saya merasakan punggung sakit dan cepet capek karena posisinya menyamping. Sebenarnya bisa dibuat model M-Shape, tapi menurut saya agak ribet, huhu. Makanya saat memilih gendongan, hal yang menjadi bahan pertimbangan saya adalah mudah dipakai dan nyaman di punggung. Nah, pengaturan tali bahu hugpapa membagi beban sama rata baik untuk penggendong maupun bayi. Gendongan ini mendukung posisi C shape, mencegah kedua sisi pinggang untuk bungkuk ke depan secara berlebihan. Selain itu memberikan bentuk M pada area paha dalam bayi.

Fyi, penggendong bayi hugpapa dial-fit 3-in-1 telah diresmikan sebagai produk yang menjaga kesehatan pinggang oleh IHDI (International Hip Dysplasia Institute). Nggak salah kalau hugpapa merupakan gendongan bayi berteknologi tinggi.

Fitur dan Bahan Hugpapa Dial Fit 3 in 1

Selain membaca buku panduan, saya juga searching fitur-fitur gendongan hugpapa. Hal ini memudahkan saya ketika memakai gendongan. Fitur dan bahannya apa saja? Here we go

💓 Hoodi
Hoodi dan penyangga kepala

Terbuat dari bahan katun 100% yang halus sehingga nyaman untuk bayi. Ini berfungsi menutup kepala Ray ketika naik motor atau sebagai pengganti apron saat Ray sedang nenen di gendongan.

💓 Penyangga kepala
Melindungi kepala bayi saat ada digendongan. Terbuat dari bahan yang halus dan menyerap keringat.

💓Tombol penyetel BOA
cara menyetel BOA yang ada di depan body panel
cara memutar BOA
Nah, ini salah satu keunggulan hugpapa dari gendongan yang lain. Inovasi tombol BOA sangat praktis untuk mengatur tali gendongan tanpa harus repot menarik tali belakang. Sehingga memutar 3 detik sudah bisa mendapatkan posisinya nyaman untuk menggendong dan menyesuaikan posisi bayi. Pengaturannya bisa sampai 22 cm.

💓Kantong samping


Pengganti saku
Nah, karena saya sebagai blogger yang biasanya bawa HP kemana-mana buat "alat tempur", saku ini sangat berfungsi sekali. Ketika menggendong Ray bisa dijadikan saku untuk HP, jadi nggak perlu merogoh saku celana yang cenderung agak susah kalau pas posisi menggendong.

💓 Tombol assistive
Desain tombolnya mewah. Difungsikan untuk mempererat alat panggul dan sabuk pinggang.

💓 Foam pinggang duduk

Foamnya berlapis EPP dan PU dengan bahan yang lembut sehingga ringan dan nyaman ketika Ray duduk di gendongan. Kebetulan Ray sudah bisa duduk sendiri. Jadi pakai gendongan ini rasanya nyaman banget buat dia. Bentuk dan ukurannya memang dioptimalkan sesuai dengan bentuk badan bayi. Lapisannya anti licin yang berfungsi mencegah bayi jatuh ke belakang dan membantu menjaga tulang punggung bayi pada posisi yang tepat.

💓 Tali bahu
Tali, lapisan dalam yang berongga dan lapisan luar yang tahan air

Panjangnya 20 mm. Terbuat dari bahan busa yang elastis sehingga udara bisa keluar masuk.

💓 Lapisan dalam 
Bentuknya seperti jala yang berfungsi untuk memudahkan sirkulasi udara pada bagian punggung. Sehingga bayi tidak cepat gerah ketika digendong dalam durasi yang lama.

💓 Lapisan luar
Didesain berongga untuk memudahkan sirkulasi udara dan bayi bisa melepaskan panas tubuh dengan mudah sehingga tidak kegerahan. Selain itu, lapisan luarnya dapat dibuka dengan tangan. Bahannya terbuat dari polyester sehingga tahan air dan debu.

💓 Penyangga paha
Gendongan ini mendukung posisi M shape dengan tempat duduk yang lebih luas dan dapat dilipat jika penggendongnya memiliki pinggang kecil.

💓Velcro dan zipper
Berbahan woojin plastik dan zipper YKK yang berkualitas dan minim gesekan sehingga kain tidak mudah rusak.

💓 Tali pinggang


Bye-bye encok :p

Talinya panjang yang berfungsi menopang punggung. Sehingga meminimalisir encok karena kelamaan gendong :p

Posisi Menggendong dengan Hugpapa Dial Fit 3 in 1

Tidak perlu banyak gendongan lho untuk menggendong bayi yang tumbuh setiap hari. Jadi kalau mau membeli gendongan ini sangat worth it, karena bisa 3 in 1 sesuai namanya, yaitu: mode Hip Seat, Baby Carrier, dan Baby Carrier Hip Seat. Selain itu, gendongan ini bisa difungsikan dari newborn hingga usia 36 bulan. Bisa dilungsur ke adiknya juga, lho :p. Ini bisa jadi investasi karena mengingat pentingnya menggendong untuk anak.

Tidak perlu tarik ulur tali. Sekali klik, langsung nyaman
Hugpapa dial fit 3 in 1 bisa digunakan untuk menggendong dengan 6 posisi dalam hitungan detik tanpa memerlukan bagian tambahan. Selain itu karena sudah ada inovasi BOA, jadi lebih praktis mengatur tali gendongannya tanpa harus menarik ulur talinya.

Teman-teman bisa memilih posisi sesuai dengan kebutuhan, antara lain:
  • Hip feat carry
Bantalannya empuk, nyaman buat bayi
  • Front face-in carry
Posisi andalan
  • Front face-out carry
Hadap depan tanpa hip seat cukup nyaman buat Ray. Tapi saya merasa posisi kakinya nggak M shape. Jadi kalau hadap depan biasanya saya lebih memilih pakai hip seat

  • Front face-in carry with hip seat
Tanpa hip seat juga nyaman
  • Front face-out without hip seat 
Wajah sumringah Ray bisa digendong hadap depan
Kata teman saya yang menjadi konsultan baby wearing, posisi hadap depan tidak boleh lama-lama. 30 menit bolehlah, ucapnya. Saya lupa alasannya apa *toyor! :(

Makanya kalau Ray masih pengen hadap depan, saya prefer posisi back carry. Ray justru bisa meluk-meluk dsri belakang :)).
  • Back carry
Kalau jogging dan jalan jauh dan Ray ingin lihat depan, biasanya memilih posisi ini

Kalau saya lebih suka mode face-in karena bisa leluasa memeluk, mencium bahkan memberi nenen langsung ke Ray 💓💓💓.

Oh iya, bagi teman-teman yang masih memiliki newborn dan mau memakai gendongan ini. Pastikan untuk membeli insert infant ya. Karena gendongan ini direkomendasikan untuk usia bayi 3 bulan keatas. 

How to order?

Kemarin saya beli di website hugpapa (https://shop.hugpapa.co/). Harganya $189. Pengirimannya langsung dari Korea, jadi pas barangnya sampai ke Indonesia, saya mengambilnya ke Bea Cukai Kantor Pos. Saya memilih warna abu-abu tua karena elegan. Pilihan warna lain juga bagus lho. Natural dan kalem. Jadi tidak mencolok kalau dipakai untuk acara formal maupun non formal.

Selain di official webnya, hugpapa juga sudah dijual di Lazada lho. Kalau teman-teman pengen beli, bisa order langsung di https://www.lazada.co.id/shop/hugpapa. Harganya 3.1 juta.
Pilihan warna hugpapa

Untuk mengetahui lebih jauh informasi mengenai hugpapa, teman-teman bisa memfollow media sosialnya.

FB: Hugpapa Official
TW: @hugpapa_seoul
IG: hugpapa_official
Youtube: HUGPAPA

Sejak memiliki gendongan ini, Ray jadi lebih lengket sama papinya. Apalagi papinya juga excited tentang ilmu pergendongan dan kemarin kami unboxing serta mempelajari fitur gedongan hugpapa sama-sama.

Sekarang papinya sering ngajak Ray muter-muter pakai gendongan hugpapa. Jalan-jalan, naik sepeda atau menidurkan Ray jadi lebih nyaman katanya. Kalau papinya sudah memasang hip seat-nya, kedua tangan Ray langsung menjulur meminta gendong. Saat bepergian kemana-mana, sudah nggak worry pegel gendong lagi. Kami bisa tetap stay close, carry more dengan Ray. Inilah salah satu cara membangun bonding dengan Ray. Bisa selalu dekat dengan menggendongnya. Setidaknya kami belajar bagaimana cara menggendong dan memilihkan gendongan yang aman dan nyaman buat dia.

Saya meleleh melihat kedekatan antara orang tua, terutama seorang ayah yang sedang menggendong anaknya dengan hugpapa sambil menggandeng istrinya. Simak juga, deh!



Ray, ibu selalu bilang kalau Ibu sangat sayang sama Ray. Tapi perlu kamu tahu bahwa papi juga sangat mencintaimu dan menginginkan yang terbaik buatmu.

Peluk dan cium dari Ibu dan Papi buat Ray.

Hugpapa, stay close carry more :)


Read More »