Featured Slider

Tampilkan postingan dengan label Menjadi Ibu. Tampilkan semua postingan

Ibu yang tenang

Beberapa hari ini, Ray terasa gloomy. Nangis tanpa sebab, teriak kencang-kencang untuk meluapkan kekesalan yang entah kesal kenapa. Dan memancing hal-hal yang membuat saya marah. Saat itu, saya ingin memeluk-meluk Ibu saya yang sedang menunggu Bapak di rumah sakit. 2 hari ditinggal Ibu, rasanya waktu berjalan aaaaamat lambat. 


Ray dan Ben menangis bergantian, dan Ray memaksa untuk minta gendong gantian. Dari awal memiliki Ben, saya berjanji untuk tidak akan memaksakan Ray tumbuh dewasa sebelum waktunya. Dia masih ingin dan butuh saya di sisinya. Jadi ketika dia ingin ditemani bermain, padahal saya sedang memegang adiknya, saya harus memasang rem pakem agar tidak marah dan tidak memaksa Ray untuk mengerti keadaan saya. Biasanya saya hanya bilang "Sebentar ya Mas, beri Ibu 5 menit biar adik Ben kenyang menyusu. Setelah itu, Ibu akan menemani bermain sepuasnya".

Saat hatinya sedang lega, Ray akan riang menerima dan dengan senang hati menunggu. Tapi kalau pas saya lagi apes, Ray tidak akan memberikan waktu saya. Endingnya bisa ditebak. Nangis!

Menjadi Ibu yang tenang

Saya remidi berkali-kali tentang ini. Tapi, saya tidak akan jera untuk mencoba lagi. Karena menjadi Ibu yang tenang saaaaangat berpengaruh di semua lini. Mengasuh jadi kalem, ngadepin tuntutan banyak orang tidak akan gentar. Tuntutan? Iya. Sadar atau tidak, beban seorang Ibu bisa 3x lipat dibanding bapaknya dalam pengasuhan anak. Kan kampret! *duh misuh kan*.

Kalau lahiran scesar, salah ibu. Anak minum sufor, salah ibu. Anak pilek, salah ibu *minum es terooooos*. Pokoknya seakan-akan tanggungjawab anak itu mengarah pada ibunya. Kan kampret ya! *tuh kan misuh lagi*.

Balik lagi saya mau curhat (perasaan daritadi kan curhat yhaa). Saya sempat kehilangan kendali karena semua bertumpu pada urusan anak-anak. 24 jam hanya gantian pegang Ray dan Ben.

Cari bantuan

Masih ingat kuis who wants to be a millionaire? Duh ketahuan angkatan lama ya, wkwk. Ada 3 pilihan bantuan yang bisa diambil. Fifty-fifty, ask the audiens dan phone a friend. Dalam posisi ini, saya memilih opsi phone a friend. Mencet nomer sahabat saya yang punya anak tiga. Pengen cari geng sambat biar nggak merasa sendirian.

Btw, kalau kalian mengalami hal yang sama, jangan sungkan cari bantuan. Capek itu manusiawi, apalagi momong bocah yang lagi aktif-aktifnya. Cari bantuanpun harus yang sefrekuensi. Jangan sampai kalian sambat tapi malah patah hati karena mendapat feedback yang bikin ambyar berkali-kali.

Don't judge, please!

Punya anak membuat saya belajar banyak hal. Salah satunya adalah saya lebih open minded dan tidak langsung menjustifikasi orang lain, terutama ibu baru. Saya nggak masalah sesar vs normal, sufor vs asi atau hal-hal lain yang pada dasarnya sudah beda dan endingnya hanya akan saling menyakiti perempuan.

Mengurus anak-anak itu capek. Jadi, ketika ada yang mengeluhkan hal itu, cukup dengarkan dan tidak perlu menjustifikasinya ini itu. Begadang, rahimnya yang masih basah bekas jahitan, payudaranya pecah-pecah tapi tetap harus menyusui. Rasanya tidak fair harus dibebani dengan menolak rasa capeknya.

Ketika kalian sedang merasakan fase hal ini, peluk jauh ya. Pelan-pelan, nggak perlu buru-buru melakukan sesuatu. Beri ruang jeda sejenak agar lebih legaan. 

Ambil napas lebih panjang dan rasakan sensasi tenang dalam dirimu. 

Read More »

Melahirkan Nyaman dan Minim Trauma di Bidan Kita Klaten

Ben...

Terima kasih telah berjuang dengan Ibu

Malam itu, semesta memberikan tanda

Kamu ingin bertemu sesuai afirmasiku



***

Waaa, menuliskan ini buat refleksi, dan saya selalu tersenyum mengenangnya. Bahwa persalinanku—BERKESAN. Saya mengalami sakitnya kontraksi, tapi saya menguasai diri. Saya tetap merasakan sakitnya pembukaan, tapi saya menyadari hal itu menandakan kalau saya akan cepat bertemu Ben. Di dalam sana, Ben juga sedang berjuang menemukan jalan, dan saya sebagai Ibu harus memudahkannya dengan berdaya.

Dan, inilah cerita pertemuan pertama kami.....

Hal yang tidak pernah saya sesali adalah mendalami kelas yoga dan latihan napas di Bidan Kita. Manfaatnya tidak hanya pas persalinan, tapi sampai sekarang! Napas lebih panjang, emosi lebih tertata dan recovery tubuh saya lebih cepat. Saya merasa gerakan saya enak, tidak terganggu dengan jahitan bekas lahiran yang perih, ataupun terngiang kala kontraksi yang menyakitkan. Karena, saya melalui dengan sadar, tenang dan diarahkan oleh provider yang tepat. 

Baca selengkapnya di: Latihan napas dan yoga di Bidan Kita

Berat Badan Ben Besar

Sejak janin Ben berusia 32 weeks, saya belum menyadari kalau BB-nya over karena dokter waktu itu bilang tidak apa-apa. Setelah dokter saya kembali praktik, saya baru sadar kalau BB-nya sudah over. Bahkan di usia kandungan 34 weeks, beratnya sudah 3.1 kilo *senyum kecut*. Hal yang membuat saya meminta second opinion dan mengganti birth plan adalah ketika beliau nge-joke kalau saya harus operasi SC. Sebagai dokter sebenarnya hal tersebut hal yang wajar disampaikan sesuai dengan kompetensinya terhadap kondisi saya. Saya pun juga tidak mengelak kalau nantinya harus SC, tapi entah kenapa saya nggak suka sama becandaannya, huhu.

Btw, birth plan saya adalah melahirkan di bidan. Ada 2 tempat yang saya jadikan wish list. Saat terjadi risiko pun, saya sudah menentukan pilihan ke dokter siapa. Nah, saat usia kandungan saya sudah 36 weeks, saya ke klinik yang ada praktik SPOG-nya. Saya menjadikan list karena dulu waktu Ray, saya pernah yoga disini dan ada praktik dokter spesialisnya, sehingga saya berasumsi kalau nanti persalinannya akan dihandle dokter, tidak hanya bidan.

Seperti biasa, suami menunggu di mobil dengan Ray. Wajahnya kusem karena parkir mobilnya susah. Hal ini yang membuat kami berdua nggak sreg, selain lokasinya jauh. Dan hal lain yang membuat kami mencoret dari birth plan adalah ketika dokternya merujuk saya untuk opname di minggu depannya. Beliau bilang kalau BB Ben 3.8 kilo *amazing*. Saya minta diulang lagi USG-nya, apakah memang sebesar itu, tapi beliau bilang kalau BB-nya besar sekali dan lebih baik dikeluarkan minggu depan di usia 37 weeks.

Saya seperti dipaksa flashback di persalinan pertama, ketika saya harus diinduksi dengan 2 ampul cairan karena pembukaan Ray macet dan ketuban rembes. Waktu itu, saya masih minim pengetahuan, belum kenal latihan napas, yoga pun cuma bisa dihitung jari kanan.

Baca selengkapnya: Pengalaman Melahirkan Anak Pertama

Saat membayar di kasir, saya bertanya lebih jauh tentang anjuran dokter tersebut pada bidan. Seperti dugaan saya, nantinya akan diinduksi lewat infus. Dan persalinannya, meskipun disitu ada praktik dokter, tapi ketika persalinan yang menangani adalah bidan dengan bantuan dokter BY PHONE, bukan secara langsung. Anggap saja saya yang gagal paham, tapi karena saya sudah nggak sreg, saya tidak meneruskannya.

Bidan Kita, jawabannya

Setelah berdiskusi dengan suami, saya menghubungi hotline Bidan Kita untuk dijadwalkan konsultasi dengan Bidan Yessie. Ah iya, saya tetap melakukan treatment dan mengontrol pola makan, agar BB Ben tidak menyentuh angka empat, wkwkwk. Bye-bye es teh, nasi, kue dan gengnya. Saya lebih mengasup buah dan sayur serta wajib minum air putih 3 liter. 

Setelah selesai meeting dari Jogja, saya langsung ke Bidan Kita siang itu. Sebelumnya saya sudah sering nonton Bidan Yessie di instagram dan youtube, dan pertemuan pertama kami membuat saya mantap untuk bersalin disini. Saya cerita tentang BB Ben yang over, dan beliau melakukan USG dengan seksama sambil menjelaskan secara medis dengan bahasa yang saya pahami dan membuat saya lebih tenang.

Tenang bukan karena diiming-imingi kemudahan melahirkan, tapi saya dimotivasi untuk memberdayakan diri. Makanya PR saya banyak sekali. Setelah beberapa kali di-USG, BB Ben 3.45. Saya direkomendasikan untuk periksa ke Dokter Adi yang praktiknya di JIH untuk memastikan BB ini. Karena bagaimanapun, BB janin besar di perut memiliki beberapa risiko saat persalinan. Tapi bukan hal mustahil juga untuk melakukan persalinan secara pervaginam secara aman dan nyaman.


Bidan Yessie juga meminta saya untuk cek Gula Darah Sewaktu untuk memastikan saya tidak mengalami diabetes gestasional. Saya dan suami pun mengagendakan untuk kontrol ke Dokter Adi. Saya mendaftar via whatsapp yang lebih fleksibel. Alhamdulillah, hasilnya baik. BB Ben bukan 3.8 kilo seperti yang saya khawatirkan, tapi hasilnya sama seperti saat periksa di Bidan Kita, yaitu 3.4 kilo. Hasil GDS pun juga bagus. Kurang lebih saran Dokter Adi sama dengan Bidan Yessie; olahraga, rileks dan menjaga pola makan.

Saya masih tetap pergi ke kantor. Kerjaan bisa beres, saya pun bisa sekalian olahraga. Kalau di rumah hawanya mager, huhu. Kalau ke kantor, saya bisa power walking di peron stasiun, terus lanjut naik turun tangga ketika naik BST. Sampai halte masih jalan kaki lagi sampai kantor. Nah, pas di kereta saya bisa meditasi dan latihan napas selama 30 menit. Fyi, kereta bandara 1 gerbong cuma saya sendiri, jadi suasana hening gerbong membantu saya untuk meditasi. Makan dan minum juga tertib. 

Selain itu, emosi saya stabil banget. Meskipun capek badan, kalau sudah sampai rumah, saya bisa meluk-meluk Ray dan nemenin dia mainan. That's why, saya lebih memilih work from office daripada work from home sampai usia kehamilan 38 minggu. Karena saya bisa menang banyak :D. Saya memutuskan di rumah per tanggal 25 Februari 2021. 

Mengumpulkan Hormon Oksitosin

Siang itu, dua sahabat saya datang ke rumah. Mereka menawarkan mau diajak kemana, mau makan apa. Kami bertiga tiga hari nggak ketemu saja rasanya sudah satu abad. Sebenarnya, saya sudah mengalami flek, tapi darahnya hanya sedikit dan warnanya tidak tegas. Tapi saya tidak cerita ke siapapun tentang hal itu.

"Halah say, paling adiknya Ray ki setelah kami berdua pulang trus kontraksi”, seloroh Esti dengan gaya khasnya.

“Ayaa mau diantar kemana atau ingin makan enak apa sebelum lahiran?” Yuni menimpali.

Kami bertiga haha hihi dengan cerita random yang membuat kadar oksitosin saya meningkat. Sorenya saya masih keluar makan nasi goreng bareng Ray dan papinya. Perut saya sesekali mengencang. Sesampai di rumah, saya menemani Ray sampai tertidur. Papinya lembur kerjaan sampai shubuh seperti biasanya.

Jam 12 malam, saya terbangun karena merasakan sensasi perut yang kurang nyaman. Saya melepas pelukan Ray lalu beranjak ke kamar mandi. Ternyata celana dalam saya basah karena banyak lendir darah. Kontraksi perut sudah mulai intens, dan saya menghitungnya dengan aplikasi kontraksi nyaman Bidan Kita. Makin lama makin intens. Akhirnya saya telepon ke hotline Bidan Kita dan diminta ke Klinik kalau kontraksinya sudah interval 5-1-1.

Saya masih jalan kaki di dalam rumah, melakukan gymball dan mengatur napas. Saya meminta suami untuk memasukkan tas yang sudah saya siapkan jauh hari ke dalam mobil. Suami paham kalau saya sedang mengalami kontraksi dan segera memasukkan beberapa perlengkapan ke dalam mobil.

Saya pamitan sama Bapak Ibu di kamarnya. Ada air mata bening di mata Bapak yang saat itu sedang mengaji. Saya minta didoakan agar persalinan kali ini lancar. Ibu dan Budhe Endang melambaikan tangan di depan pintu. Lagi-lagi saya fokuskan napas sambil membenahi posisi duduk agar lebih tegak. Suami menggenggam tangan saya menguatkan.

Persalinanku Minim Trauma

Ben hadir sesuai afirmasi saya....

Suami lelah karena belum tidur, tapi saya yakin beliau semangat bertemu anak keduanya. Sesampainya di Bidan Kita, Mbak Ety dan Mbak Zulfa membukakan pintu. Sebelum diperiksa, saya ke kamar mandi dan tiba-tiba ada air berwarna hijau keluar banyak sekali. Itu adalah air ketuban dan sudah hijau, huhuhu. Saya mencoba rileks dan tidak panik.

Mbak Ety melakukan VT, dan saat itu saya sudah pembukaan 7. Secara bergantian, Mbak Ety dan Mbak Zulfa memeriksa denyut jantung Ben di dalam perut. Sekitar jam 5, saya pindah ke ruang bersalin dan suami mencari mushola untuk salat shubuh. 

Suara Bidan Yessie khas sekali dari luar ruangan. “Hallooooo..... bagaimana?”, ini pertemuan kedua kami dan beliau haaaaaangat sekali. Entah bagaimana harus mendeskripsikannya, tapi yang jelas, beliau bisa membuat saya lebih berani dan percaya diri untuk persalinan ini. Bau aromatherapy yang membuat saya lebih rileks, pendampingan bidan yang luuuuuuuar biasa cekatan. Alunan musik yang membuat saya lebih fokus pada napas daripada sakitnya kontraksi.

Bidan Yessie menawarkan beberapa pilihan posisi yang paling optimal untuk keluarnya janin. Saya juga diajari mengenali tubuh saya sendiri melalui napas. Selama 3 jam itu, saya trial error tentang napas yang paling nyaman untuk bertemu dengan Ben. Kalau kemarin ujiannya hanya melalui cubitan dan sebongkah es batu, saat itu adalah ujian yang sebenarnya—kontraksi.

Sekali dua kali aba-aba, Bidan Yessie dengan sabar memberikan pendampingan yang warbiasak. Mengusap kepala saya dengan olesan aromatherapy dan menyuruh suami saya untuk melakukan hal yang sama. 

“Yuk napasnya dipanjangin lagi, iyaaaaak gitu, pinteeer!”, beliau sekalipun tidak menjustifikasi kalau napas saya ternyata pendek. Ada yang ngusap-usap punggung saya yang panas. Ada yang menggenggam jemari dan menyemangati saya. Ada juga yang menyuapi saya. Suami mengusap kepala saya dengan wajah pias memaksakan tenang. 

Saat kontraksi datang, saya mencoba mengenali tubuh saya. Menghirup napas sepaaaaanjang mungkin. Dan mengejan dengan mengatur napas kembali. Sempat terlintas menghitung waktu, tapi pikiran itu saya buang jauh-jauh. Ada rasa ingin menyerah, tapi sekali lagi hasrat saya berpasrah untuk bertemu Ben kembali. Semakin hebat sensasi kontraksi, semakin dekat saya akan bertemu Ben.

Rambut Ben sudah kelihatan, air mata saya mengambang, tenaga dan energi saya kumpulkan lagi. Napasku patah-patah, tapi doaku terarah. Bidan Yessi mengarahkan panggul saya, memilihkan posisi yang paling nyaman dan menunggu pelan-pelan. Jam 8, kontraksi semakin  hebat, napas kupanjangkan lagi, doa kurapal dalam hati. Senter kepala Bidan Yessie menyala. Saya merasakan jari Bidan Yessie seperti menyangga kepala Ben agar pelan-pelan keluar. Tiga kali mengejan, akhirnya tangis Ben pecah.


Saya diinfus karena  banyak darah yang keluar. Dua kali diinjeksi bagian paha. Dan dijahit dua. Saya takjub saat tahu BB Ben 4.36 kilo. Dengan ridho Allah, kami bertemu dengan indah. Pemulihannya pun cepat. Saya memahami tentang makna gentle birth tidak lagi dalam tataran teori, tapi mempraktikkannya sendiri. 



Untuk cerita post partum di Bidan Kita, saya ceritakan di post kedua ya. Tentang treatment-nya, biayanya dan hal menyenangkan lainnya.



Read More »

Mastitis yang bikin patah hati

Rasanya melahirkan 4.3 kilo itu berasa chill aja. Diajak begadang pun, hayuk sih. Ray seakan jadi ospek banget buat menjadi ibu yang tenang. TENANG ya, bukan BAHAGIA. Karena seabsurd itu makna bahagia.



Habis lahiran pun asi alhamdulillah juga langsung keluar. Ben nyusu kenceng dan tidur nyenyak. Jahitan dua agak perih, tapi tidak sesakit waktu pertama kali melahirkan.

Semua berjalan sampai suatu ketika saya harus menghadapi mastitis. Badan demam, payudara bengkak tapi ga bisa keluar. Mau berdiri rasanya kepala diputer sakit banget. Ya Allah :(

Dua minggu perasaan cuma mbatin aja kalau, kok ga ada hambatan berarti ya lahiran kali ini? Wkwkwk. Lalu dibayar tunai dengan dikasih mastitis.

Treatment

Karena saking sakitnya saya sampai nangis, huhu. Seharian bed rest. Sesekali Ben nyusu, itupun nyeri banget. Akhirnya saya minum pereda nyeri, bagian payudara dikompres pake air anget sama es bergantian sambil dipijat pelan. Saya search youtube bidan kita buat praktik tentang pijat ini. 

Lumayan enakan tapi nyerinya masih ada. Saya benar-benar pulih sekitar 3 harian. Udah ga mau mbatin neko-neko lagi ah. Nantangin pas dijabanin berasa nangis-nangis. Wkwkw

Buat Ibu menyusui, semangat ya! Lulus asi ekslusif dan terusin sampe anak bosen :p.


Read More »

Hamil Lagi


Saya lagi hobby banget lari. Entah pagi atau sore, saya menyempatkan buat lari. Awalnya jalan kaki dari rumah, trus kalau nemu spot yang agak sepi, biasanya saya lari keliling semampu saya. 
Kalau di tempat mertua, ada taman desa yang bagus banget. Jadi saya bisa bawa Ray juga. Dia main ayunan di taman, saya bisa lari keliling taman beberapa kali. Setelah merutinkan lari, badan rasanya lebih enak dan napas lebih panjang. Tidurpun jauh lebih nyenyak. 

Nah, pas di Solo, saya sudah niat kalau pagi mau belanja sayur sekalian olahraga. Berangkatnya lari, pas pulangnya bawa belanjaan dengan jalan kaki. Tapi saya merasa aneh banget kok telat haid hampir seminggu. Mau mengabaikan tapi was-was juga. Soalnya pas Ray saya juga mengabaikan telat haid dan kuat banget naik motor pulang pergi Solo Klaten. Keliling Klewer sambil nenteng oleh-oleh haji buat dibagikan pas Bapak Ibu pulang dari Makkah. Eh, pas testpack ternyata hamil, huhu. Kasih sayang Allah karena memberikan penjagaan yang baik. 

Hamil lagi

Akhirnya selepas magrib minta tolong anter suami beli testpack di apotek. Di kamar mandi kayak masih belum percaya kalau hasilnya garis dua. Malamnya ngobrol dan beneran masih nggak percaya, ahahaha. 

Ray masih nenen waktu itu. Kami ngasih tau kalau dia mau punya adik kecil sekalian dan sounding mau disapih. Pulang Klaten mampir ke dokter kandungan dan memang sudah ada kantungnya. Dokter menegaskan kalau Ray waktunya disapih karena udah 2 tahun juga. 

Selang seminggu kami masih belum ngasih tau keluarga kalau saya hamil lagi. Tapi akhirnya satu per satu juga tau, hehe. 

Sekarang 26 Minggu, Bismillah sehat. 

Saya memang ga cerita kalau hamil lagi, kebanyakan dari mereka bertanya atau menebak, baru saya mengiyakan kalau sedang hamil. Kalau ditanya usia kandungan berapa saja, saya loading dulu menghitungnya. Pas banget kemarin mau ikut yoga ditanyain usia kandungan berapa weeks, saya mantap bilang 24 weeks, ternyata pas di hitung sama bidan sudah masuk 26 weeks *auto bengong.

Ya Allah, karuniakanlah kami anak-anak yang sehat, cerdas dan soleh/solehah. Aamiin





Read More »

Menyapih Ray

Sebenarnya saya sudah diminta Ibu untuk menyapih Ray, tapi entah kenapa kok gagal melulu. Tepatnya, saya belum seniat itu buat menyapihnya. Bahkan pengennya, Ray ga mau sendiri buat nen.

Saya mengenal weaning with love dan berusaha melakukannya juga. Tapi apapun cara Ibu menyapih anaknya, pastilah dengan cinta. Meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Mungkin bedanya pada dramanya. Ada yang no drama, ada juga yang sampai berurai air mata. Yang nangis bukan cuma anaknya, tapi si Ibu juga, huhuhu.

Proses Menyapih Ray

Sounding...

Ga melulu sounding buat menyapih bisa bikin smooth proses penyapihan itu sendiri. Justru buat saya malah bikin Ray makin kenceng nen-nya. Sejak usia 18 bulan, saya sudah menyisipkan cerita soal menyapih ini sama Ray di sela-sela obrolan kami.

"Waaah, Ray sudah besar. Sebentar lagi gak nen Ibu ya. Bisa minum pakai gelas sendiri", nggak sekali, dua kali kalimat-kalimat yang nyrempet soal menyapih saya selipkan. Awalnya Ray belum merespon, tapi lama-lama pas dia mengetahui arti menyapih itu adalah stop nen Ibu, dia makin kenceng nen-nya. Bahkan sempat terlontar "Nggak mau, aku nen Ibu aja" atau "Nen Ibu aja ya, ya, ya?" ahahaha. Respon-respon seperti itulah yang membuat proses menyapih baru berhasil di usia Ray 27 bulan.

Sounding and acting...

Hayo, siapa yang sudah menaikkan levelnya di tingkat akting? Mengoles puting dengan warna, menempelnya dengan hansaplas atau hal-hal lainnya yang membuat anak nggak mau menyusui lagi. Selama hal itu tidak menyakiti Ray dan membohonginya, saya akan melakukannya.

Jadi, Ibu pernah menyarankan untuk mengoleskan brutowali yang pahitnya ampun ke puting. Biar pas Ray menyusui, dia menyadari kalau susunya gak enak. Opsi ini saya dengarkan saja, tidak saya lakukan tapi saya juga tidak mendebat Ibu. Prinsipnya, saya fokus pada apa yang saya lakukan pada Ray, dan tidak mau mengomentari cara orangtua lain. Ibu saya tertarik karena mendengar cerita tetangga yang berhasil menyapih anaknya dengan cara itu.

Yang saya lakukan masih sekadar menempel hansaplas di puting. Posisinya Ray bermain peran dokter dan saya pasiennya. Nah, pas pertengahan dia asyik mainan dan pengen menyusu, saya mulai akting dong.

"Duh Dok, ini nen-nya sakit, ga minum nen aja ya. Ganti air putih, es teh atau jus gitu, Dok", Ray agak lama mencernanya karena kaget kenapa nen Ibunya ditempel. Dia langsung mendekat dan memandang saya beberapa waktu. Saya pun menunggu reaksinya.

Dia mengusap-usap. Membuka plester pelan-pelan lalu meniup-niup puting seperti yang saya lakukan ketika dia jatuh dan luka. Dan dengan jenaka dia bilang "Daaaah sembuh!", trus nen dong tanpa meminta menunggu aba-aba.

Saya agak amazing aja kalau dia akan melakukan itu. Saya masih meneruskan aktingnya. Aduh Dok, kan nen-nya sakit, kok di-nen, huhu. Sambil nangis bombay.

"Udah diusap sama aku tiup, Bu. Sembuh!", Dia melepas nen dan membalas saya, ahahaha.

Tiap dia jatuh, terluka dan menangis. Dia merasa frustasi dan menyalahkan lantai atau benda apapun yang ada di dekatnya. Beberapa kali saya bilang kalau Ray kurang hati-hati, lantai dan sepedanya nggak ngapa-ngapain. Untuk memvalidasi emosinya saya mengusap-usap punggungnya, meniup-niup lukanya dan hal itu cukup menenangkannya. Ternyata dia copy paste buat menjawab akting saya, ahahaha.

Di waktu lain, saya menggantinya dengan memberi warna puting menjadi merah. Saya bilang kalau putingnya kok merah-merah "kayak" darah ya, huhuhu. Entah kenapa Ray hanya mengusapnya trus langsung nen.

Rutinitas sounding masih sering saya lakukan. Tapi yaaaa gitu, makin kenceng sounding, Ray makin kenceng nen-nya.

Kerelaan Ibu...

Sebenarnya yang tidak bisa disapih itu anaknya atau mungkin Ibunya yang belum rela? Saya hanya terdiam mendapat pertanyaan itu. Apa iya saya yang memang belum legowo menyapihnya, sehingga Ray pun juga berat untuk melepas.

2 tahun bonding time kami adalah ketika Ray menyusu. Tangannya bisa mengusap wajah saya. Memainkan hidung saya. Mengacak rambut saya. Dan yang paling mengena adalah saat kami ngobrol sambil bertatapan mata, lalu tiba-tiba dia tertawa saat menganggap obrolan saya lucu. Yakin rela melepas momen-momen emas itu? *ngetik ini saya terharu.

Yang paling tidak bisa dipungkiri adalah ketika dia demam, diare atau sakit yang membuat nafsu makannya drop, asi adalah andalan utama kami. Demam tidak lebih dari 2 hari, gempur asi, esoknya sudah mereda. Pas diare, merasa lemas, Ray punya andalan asi agar tidak dehidrasi. Bahkan pernah jumawa bilang "Ibu, aku ga suka makan. Nen aja ya, ya, ya?" *auto cium*.

Jadi, memang benar sih, untuk bisa sukses menyapih, kerelaan Ibu adalah kunci. Menyusui bukan hanya zona nyaman anak, tapi juga hal ternyaman Ibu untuk lebih dekat dengan anaknya.

Ray dan Ibu pasti bisa...

Siang setelah pulang dari dokter dan mendapatkan insight dari beberapa teman untuk menyapih Ray, saya memutuskan untuk menyapihnya di hari itu. Saya punya alasan kuat buat menyapih dan nggak bisa ditunda lagi. Belum mulai tahapnya, di mobil Ray merengek minta nen ya Allaaaaah, ahahah. Papinya mengalihkan perhatiannya dengan palang kereta, traktor, truk dan beberapa hal lain yang kami temui di jalan.

Saya juga sounding kalau Ray tidak nen lagi. Nanti Ibu buatkan susu, jus atau belikan susu kotak buat rekreasionalnya. Sampai rumah masih aman. Drama dimulai saat mau bobo, huhu. Nangis-nangis minta nen, tapi Ray tahu kalau kali ini saya nggak bakalan ngasih. Untuk mempermudah, saya tegas menolak dari awal. Kedua tangannya ditelungkupkan ke wajah dan menangis. Repeat aja begitu terus. Kalau ingat nen dan saya nggak ngasih, Ray nangis.

Saya membiarkannya beberapa waktu agar Ray lebih tenang, lalu menawarkan pelukan, gendongan atau minuman lainnya. Temen saya udah bilang sih kalau 2-3 malam bakalan nggak nyaman buat adaptasi, jadi saya dan suami udah siap kuda-kuda biar nggak konslet kesetrum Ray tantrum. Saya selalu ingat kalau kali ini Ray juga sedang beradaptasi dengan kondisi baru. Zona nyamannya sudah tidak bisa dilakukan lagi, tapi saya selalu menyampaikan kalau saya masih memeluk-meluk pas tidur, nemenin mainan sampai ngantuk dan tidak akan marah saat Ray nangis minta nen.

Hari pertama, Ray sampai jam 1 malam. Mainan seru sudah, cerita sudah, kayaknya sudah melakukan apapun tapi kok ga bisa tidur padahal dari jam 10, Ray sudah menguap terus. Saya menggendongnya keluar masuk rumah menemaninya yang mulai gelisah. Beberapa kali dia memegang nen dan merajuk minta nen, tapi saya menggeleng sambil memeluk. Gantian sama papinya buat nemenin main sama gendong. Pas bisa bobo, saya mengusap kepala dan mencium keningnya sambil bilang "Ibu very proud of you, Ray!"

Siapa bilang dramanya cuma pas mau bobo ih, ahaha. Pas bangun tidur pun juga mellow galaw. Ibuuuk, nen sebentar aja sambil bobo, katanya. Karena sudah niat, saya tetap konsisten dengan apa yang kami lakukan kemarin. Saya menggeleng dan mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Nangis lagi dong, huhuhu. Sampai dia mau dipeluk trus pelan-pelan menemukan ritme buat main.

"Aku minum air putih aja. Gak nen ya, Bu", Aduh bahagianya. Ray bilang gitu saat dia main blocks. Wajahnya ceria seakan udah rela gak nen lagi. Tapi, kalimat itu hilang entah kemana saat mau bobo siang. Ray galau lagi, ingat zona nyamannya yang mengantarkannya pulas bobo siang. Kali ini hanya dengan gendongan, puk-puk sama pelukan Ibu.

Malam kedua, jadwal tidurnya maju setengah jam menjadi setengah satu, ahahaha. Kami makan malam bersama, nemenin main, nonton video dan tebak-tebakan. Pas mau bobo, nangis lagi minta nen. Saya lega akhirnya Ray bisa bobo juga, tapi kok ya malam harus bangun nangis kejer, huhu. Lagi-lagi saya nunggu emosinya mereda dulu baru menawarkan pertolongan buat digendong dan dipeluk. "Iyaaa, nangis gak apa-apa. Ibu temenin ya", lama-lama bobo lagi.

Kami menyapih dengan sehangat dan senyaman mungkin, tapi nyatanya juga tidak benar-benar nyaman. Dan nggak perlu merasa guilty, karena ini normal banget. Nah, 5 hal ini saya rangkum ya saat melakukan proses menyapih Ray. Gaya bener, baru 2 hari lho, wkwkw. Percayalah, saya menulis ini biar merasa lega aja.

1. Sounding. Apapun kegiatannya, bagi saya sounding berkali-kali adalah kunci. Meskipun masih kecil, anak bisa memahami bahasa kita ketika kita mengulang-ulangnya. Jadi jangan remehkan the power of sounding.

2. Konsisten. Kalau memang di hari pertama sudah sukses menyapih, dan di hari kedua dramanya lebih hebat. Please, konsisten! Jangan sampai kalah. Karena apa? Misal di hari kedua menyerah buat ngasih nen lagi, besok-besok level menyapihnya bakalan lebih tricky lagi.

3. Validasi emosi. Anak sedang adaptasi dan transisi dari zona nyamannya. Menangis, ngambek dan gulung-gulung di lantai adalah caranya meluapkan. Selama tidak menyakiti dirinya sendiri dan orang lain (memukul, mencakar, dll), biarkan saja dulu. Kalau sudah mereda, baru tawarkan pertolongan. Pelukan, gendongan, minuman atau makan. Dan ingat jangan kepancing tantrum, ahahah. Ngadepin anak ngambek, marah apalagi sambil gulung-gulung itu menyerap energi dan emosi lebih banyak. Jadi orangtua wajib sadar penuh kalau "proses menyapih" memang tidak nyaman buat anak.

4. Kenyangkan perutnya. Hari pertama Ray disapih, dia suka banget makan bebek goreng. Makan lahap dan banyak. Trus dibelikan martabak manis sama papinya. Apa kalo perut kenyang membuat anak nggak rewel? Siapa bilang? wkwkw. Setidaknya, si anak rewel bukan karena dia lapar, tapi memang karena kondisinya tidak nyaman. Hari kedua Ray mogok makan. Mungkin, ini cuma mungkin lho ya, dia gak makan karena gak nafsu makan beneran, atau karena biasanya kalau nggak makan, dia bisa nen sepuasnya. Seharian pola makannya beneran berantakan. Dan ketika dia tahan nggak makan, rewelnya makin tambah-tambah, huhu. Merasa nggak nyaman tapi nggak mau makan padahal lapar, yhaaaa gimana.

5. Serap energinya dengan permainan kesukaan. Nah ini PR banget! Apalagi Ray lagi hobby begadang. Rasanya malam kok berasa panjang banget, ahaha. Saya dan papinya bergantian nemenin dia main. Terutama yang banyak menyerap energi dan dia suka. Kalau capek dan suka harapannya bisa cepet bobo pules. Tapi nyatanya tetep malam juga, wkwkw. Andalan kami adalah main blocks kayu, corat-coret buku, cerita dan sesekali nonton video kalau energi kami low. Saya mengakalinya, jam 6-7 sama papi, 7-8 ibu, 8-9 papi, dst. Sesekali main bertiga, tapi durasinya pun nggak lama. Itu saya lakukan biar kami punya stok energi sampai malam tanpa emosi.




Sejauh ini saya nggak mellow, nggak ikutan emosi karena Ray sering nangis karena disapih. Tapi yhaaa tetep capek, wkwkw. Hari ini hari ketiga ya Raaaaabbbb. Semoga less drama. Buat Ibu-Ibu yang sedang atau mau menyapih buah hati, semangat! Kasih dopping 2 gelas mocca float atau freemilt green tea 😆.
Kalau udah mulai capek dan mau terpancing, serahkan Papi. Jeda dulu! Gantian. 

Read More »

Pahala yang mana?
















10 hari terakhir ramadan tahun ini entah kenapa energi Ray seperti tidak ada habisnya. Sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan nafsu makannya.

Hidup saya rasanya enak-enak saja, tapi sekalinya Ray ga mau makan seharian, kok jadi ambyar, ahahaha. Kata Ibu, sudahlah biarkan saja, yang penting Ray anteng dan sehat. Baik, saya mencoba woles, tapi kok kesetrum juga :((

3 hari lalu nimbang berat badan Ray, turun 4 ons dong. Hatiku terpotek-potek karena merasa kalau BB-nya aman. Makan dan minum mau kok, bulan ini amanlah, batin saya. Tapi realitanya zonk, wkwk. Halu banget kalau ga ditulis dan di-track beneran.

Belum sembuh shocknya, lha kok mengalami fase "ngemut" ya Allaaah. Jadi, mau makan tapi diemut lama. Sudah gonta ganti menu, tetap saja begitu. Ujung-ujungnya dilepeh, karena kalau sidah diemut, Ray ga akan menelan makanannya.

Tidak baik-baik saja

Kalau Ibu bilang biarkan ga makanyang penting sehat, saya sebaliknya. Saya mencari cara bagaimana caranya Ray mau makan. Menu apa yang dia sukai. Dan tentunya dengan menu seimbang agar BB-nya nggak turun lagi.

Kondisi ini tidak baik-baik saja buat saya maupun Ray. Apalagi seharian ini dia sama sekali ga mau makan. Sekalinya makan, diemut lama dan dilepeh, huft. Efeknya apa? Dia mengandalkan nenen, padahal saya lagi puasa. Kalau merasa nenennya ga enak, dia akan rewel dan tantrum. Akhirnya apa-apa jadi salah menurut dia, huhu. 

Pokoknya kalau Ray sudah skip makan, tumpuannya adalah saya. Makanya saya berkali-kali bilang, apalagi sekarang dia sudah 2 tahun, kalau dia akan mendapat nenen setelah makan. 

Trus hubungannya sama pahala apa? :(... Let me i tell you, biar saya enakan....

Seharian ini saya emosional sekali. Rasanya keluar masuk dapur buat nyiapin makan Ray, tapi nggak mempan semua. Akhirnya dia rewel, skip sarapan dan makan siang. Siangnya dia mau nenen dan merasa ngantuk, saya mencoba bujuk buat makan tapi sepertinya dia beneran mau tidur. Oke, saya tidak memaksanya.

Sore berharap dia mau makan, tapi lagi-lagi diemut dan dilepeh. Bye-bye makaaaaaan. Seharian ini beneran mengandalkan nenen, sesekali makan camilan karena  pengen Mbak Khansa. Energi saya tidak bisa mengimbangi Ray yang main keliling rumah dari ujung ke ujung.

Karena mungkin merasa lelah lari-larian, endingnya gendongan :D. Saya merasa capek banget karena 10 hari terakhir ramadan pengennya khusuk ibadah kok malah sibuk ngurusin MPASI Ray yang ga berhasil. Beneran nguplek masak dan nyuapin tapi ga berhasil. Merasa waktunya sia-sia aja *tampol diri sendiri.

Padahal..... Momong anak itu ibadah yang nyata. Apa kamu lupa? *cryyy. Selepas isya nangis buat released emosi. Pelan-pelan ditata lagi, menanyakan ulang pada diri sendiri tentang pahala mana yang sejatinya saya kejar? Melupakan kalau menemani Ray juga terhitung pahala kalau dari awal saya niatkan untuk ibadah. Memasak, menyuapi, menemaninya bermain dan sabar menghadapinya juga terhitung pahala, kan?

Tidak melulu mengaji berjuz-juz, menyelesaikan sampai akhir hanya karena sebentar lagi ramadan usai *cry lagi

Lalu pahala mana yang kamu cari? Kebaikan mana yang lebih tinggi? Ah, semoga tidak kehilangan esensi ramadan kali ini. 

Saya memeluk-meluk Ray yang baru saja tertidur jam 10.00. Saya ngobrol sebentar seharian ini ngapain saja, menanyakan kenapa tadi dia nangis, ga mau makan dan cerita hal lainnya. In the end, dia lelap sekali dalam pelukan saya.

Dia yang percaya kalau saya saaaangat mencintainya. Ya tidak apa-apa kalau dia mengandalkan saya. Ibuuu, mau nen... Karena dia begitu yakin, kalau saya akan selalu melindunginya.

Ray, ibu sayang sekali. Hari ini Ibu mungkin remidi, tapi Ibu janji akan belajar lagi... Tidur yang nyenyak sayang. 
Read More »

I am a (working) Mom

Cerita tentang ini biar saya selalu ingat bahwa saya harus menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Saya harus percaya bahwa punya mimpi itu sah-sah saja. Dan saya harus yakin bahwa skenarioNya selalu indah, pada akhirnya. Iya, Allah itu baik sekali pada saya.


Karir saya dimulai...

2 minggu ini saya resmi menjadi working mom. Pekerja kantoran setelah sekian lama asyik menjadi freelancer. Setelah lebaran, SK CPNS saya turun. Saya masih santai-santai saja. Orang yang paaaaaling antusias adalah Bapak dan Ibu saya.

Ada 2 kloter penerimaan SK. Alhamdulillah saya ikut kloter pertama. Acara pembagian SK dihadiri langsung oleh Pak Rektor. Kebetulan saya mewakili teman-teman untuk maju ke depan secara simbolis.

Semula saya masih biasa saja. Pas salaman sama Pak Rektor dan menyimak sambutannya kok hati saya jadi hangat. Ada perasaan haru yang menderu.

Saya masih ingat sekali pesannya "Disiplin, jujur dan mampu berkoordinasi adalah kunci!". Beliau mengatakan dengan lugas dan tegas. Prof Jamal baru saja menjadi rektor baru dan ini pertemuan pertama kali dengan beliau sejak menjabat. Sebelumnya, saya pernah diajar beliau waktu S-2.

Pesan penting lainnya dari beliau adalah "JANGAN LUPA SEKOLAH LAGI-SAMPAI LULUS S3". Iya, lanjut S-3 sampai pakai toga :p.




Im not a morning person, but i will try...

Setelah menerima SK, saya mendapat undangan dari fakultas. Saya terlambat, huhu. Biasanya kereta on time, tapi pas lagi urgen gini kok ya telat 30 menit *nangis.

Di ruangan sudah komplit teman-teman (dakon) yang menyimak pengarahan dari dekanat yang baru. Saya lari ke lantai 2, menata sebentar pakaian dan jilbab saya lalu masuk ke ruangan. 

Setelah pengarahan selesai, saya dinasehati supaya besok ga telat lagi. Saya mengangguk dan tidak mau beralasan, karena saya memang terlambat. Makin bersalah lagi pas pak WD 2 sama 3 yang ngasih wejangan, heuheu. Beliau berdua pembimbing tesis saya dan saya surprise banget kok bisa kompak jadi wakil dekan semua *proud*. 

Sejak itu, saya nggak pernah telat lagi. Sampai kampus jam 7 pagi, ahaha. Kalau nggak dapat tiket kereta paling pagi, saya langsung gaspol naik motor. Paling sering dianterin suami. Intinya biar nggak telat.

2 minggu ini perjuangan banget, karena saya bukan tipe orang yang langsung ON di pagi hari. Heey, 4 tahun terakhir hidupku adem banget karena bisa gegoleran tiap pagi. Bahkan sering kena omelan ibu karena habis subuh ketiduran lagi, ahaha.

Saya beneran bukan orang yang rungsing pagi-pagi karena memang saya punya pilihan untuk bangun siang :p. Tapi sejak masuk kerja, mau nggak mau, saya harus mengubah jam tidur saya. Dan, saya bisa, tinggal membiasakannya.

Rencana-Nya indah pada waktunya


Kirain cuma quote lho, tapi buat saya, pernyataan itu benar adanya. Duluuuu banget, tahun 2012 saya cuma membatin pengen jadi dosen di tempat saya sekarang kerja. Makanya saya langsung memasukkan beberapa aplikasi beasiswa S2. Dan gagal semua *nangis.

Trus saya ke Jakarta buat kerja. Sampai saya benar-benar jatuh cinta pada kota itu. Tapi ada rasa hampa entah apa. Hingga akhirnya saya memutuskan resign buat kuliah lagi.

Saya menyiapkan beasiswa dan tabungan. Beasiswa ke magister hukum UI dan tabungan buat apply magister di UNS dengan biaya sendiri. Beasiswa saya gagal lagi ya Allaaah :D. Akhirnya saya kuliah pakai uang sendiri.

Sempat galau mau nikah dulu atau kuliah lagi, tapi kok ya belum dilamar-lamar. Akhirnya yaudah gas pol memantaskan diri buat kuliah lagi. Eh, terus diajak nikah setelah itu :D.

Setelah lulus, saya nyobain CPNS. Udah semangat belajar, kok ya nggak lolos administrasi, ahaha. 2 kali melamar online, saya gagal di administrasi. Apa salah hamba? :p.

Lalu, saya hamil. Menikmati freelance. Hamil tua, saya memasukkan aplikasi dosen di 4 universitas. Gagal semua di tahap akhir. Bahkan H-7 HPL, saya masih wawancara akhir. Dan ternyata endingnya gagal. Saya dan suami sebenarnya sudah sepakat memilih Jogja, meski hati saya masih jatuh cinta sama Jakarta dan beneran masih berharap kalau suami mau diajak ke Jakarta lagi buat memulai karir. Suami nggak mau karena merasa Jogja "lebih sehat" buat keluarga kami.

Dan kami berdua ga kesampaian untuk meniti karir di kota idaman kami masing-masing. Karena saya diterima kerja di Solo. Saya takjub bisa berjodoh sama UNS karena setelah saya flashback, ini adalah yang terbaik. Saya diberi kesempatan mengabdi di institusi yang transportasi mudah, kotanya nyaman, dekat keluarga terutama orangtua yang sudah sepuh. Dan tentunya, macetnya masih bisa ditolerir (kata suami). Perjalanan ini dimulai setelah saya tes kemana-mana gagal.

Im a working Mom


Setelah menjalani rutinitas menjadi ibu bekerja, saya masih punya PR tentang Ray. Saat ini saya dikelilingi keluarga yang nggak sungkan nawarin "Ray disini ajaaaa".

Orang tua, mertua, budhe-budhe sama keponakan saya begitu menenangkan saya. Semula saya galau karena Ray setahun full nggak pisah sama saya, kemana-mana saya bawa. Ternyata saat dijalani, kami bisa melewatinya.

Ray yang biasanya tidur pasti nenen, sekarang pas ngantuk, hanya modal puk-puk atau gendong tanpa nenen bisa bobok pulas. Dan makin terharu, tanpa saya minta, saya dikirimi foto-foto Ray yang sedang asyik mainan tanpa rewel sekalipun.

Ibu mertua memfoto Ray yang tertawa jenaka saat diajak ngaji. Lintang yang nanyain Ray boleh ini itu atau gak. Dan dia berinisiatif mengirimkan video Ray yang sedang bermain bola dengannya. Asli, saya benar-benar terharu.

Saya keliru sempat meragukan Ray. Ternyata anak lelakiku bisa beradaptasi dengan keadaan ibunya yang saat ini tidak bisa menemaninya full di rumah. Ray yang setiap sore menarik-narik kancing saya karena tidak sabaran menyusu.

Saya memeluknya sambil menyusuinya. Matanya mengerjap-ngerjap ke arah saya dan tangannya bermain bibir dan sesekali mencubit hidung saya.

Hal ini rasanya priceless sekali.

Meskipun saya sudah menjadi ibu bekerja. Tapi saya tidak akan pernah lupa untuk selalu belajar menjadi ibu yang baik buat Ray.

Ibu janji, Ray tidak akan kekurangan kasih sayang Ibu...


Read More »

Menyikat Gigi pada Bayi

PR menjadi Ibu banyaknya ya Allah. Belum lulus tentang MPASI, udah disuguhin berat badan anak. Keduanya remidi terus, eh adalagi yang lainnya. Yang paling gress yang saya lakoni adalah menyikat giginya Ray. Perjuangan Allahuakbar!

Saya menyikat gusi Ray pertama kali mungkin ketika dia usia 4 bulan. Sekalian mengelap mulutnya dengan kasa dibasahin air hangat. Meskipun belum punya gigi, saya rajin mengecek gusi dan mulutnya, memastikan bersih dari sisa air susu. Pernah lihat mulut bayi putih kan? Nah, itu katanya bekas asi dan sebaiknya dibersihkan.

Gigi pertama Ray

Ray tumbuh gigi pertamanya ketika usia 7 bulan. Gigi seri bagian atas dua biji. Trus nggak berapa lama, mungkin selang sebulan, tumbuh lagi di bagian atas. Jadi empat biji. Nah, ketika tumbuh yang kedua, dia demam 4 hari. Pas banget sebelum saya ujian esok harinya. Alhamdulillah pas mau berangkat ujian, dia udah ga demam, cuma agak ngeces aja. Mungkin karena gusinya ngilu.

Pernah baca kalau demam nggak ada hubungannya atau jangan dikaitkan dengan tumbuh gigi. Tapi nyatanya memang Ray beneran demam sampai 39 dan ga mau makan. Mungkin benar kalau jangan selalu mengaitkan demam dengan tumbuh gigi, tapi kebanyakan anak batuta (bawah dua tahun) masih masa-masa tumbuh gigi yang kadang menyebabkan demam. Saya juga pernah mengalami geraham mau tumbuh aja sampai demam dan nyeri, apalagi anak-anak kan?

Nah, sejak tumbuh gigi, saya beli sikat bayi, yang modelnya sedikit bergerigi dan  dimasukkan ke jari dan digosokkan ke giginya Ray setiap mandi. Sesekali mau, tapi kalau lagi nggak mau, dia beneran rapet banget mulutnya. Selain menggosok giginya, saya juga mengelap pakai kasa basah. Oh iya, untuk air kumurnya, saya memakai air matang karena pasti ditelan sama Ray :p.

Pakai Sikat dan Pasta Gigi

Udah pakai sikat bayi, rajin di lap pula. Eh, giginya Ray kuning dan agak grupis di bagian atas :(. Padahal Ray juga ga makan yang manis-manis, lho. Saya searching dokter gigi anak di Klaten belum nemu-nemu, dan alhamdulillah ada rekomendasi dari teman saya, namanya dokter Utami. Pengen konsultasi dan memeriksakan giginya Ray kok waktunya belum pas, huhu.

Akhirnya saya sharing sama Ririn. Dulu waktu Ray fimosis, dia nanyain ke dokter bedah di Rumah Sakit tempat dia bekerja. Kali ini saya juga ditanyain langsung ke dokter spesialis gigi. Aaaa, peluk Ririn! :*

Saya disuruh memfoto giginya Ray. Makanya pas tidur saya foto kondisi giginya dan mengirimkan ke Ririn. Trus Ririn nanyain ke dokter dan jawabannya diskrinsut ke saya. Jadi, beliau bilang kalau giginya Ray ada yang patah sedikit yang bagian atas. Mungkin karena benturan pas main atau pas menggigit kuat makanan yang teksturnya keras.

Selanjutnya, beliau menganjurkan untuk mentikat gigi Ray pakai sikat gigi anak. Kalau mau pakai pasta gigi, pilih yang komposisinya tidak berflouride. Karena seringnya bayi selalu menelan saat pasta gigi digosokkan ke giginya. Emang bener sih. Ray selama ini selalu menyesap sikat giginya.

Mengajari bayi sikat gigi

Tantangan banget mengenalkan sikat gigi sama Ray. Sejak dianjurkan dokter untuk menyikat giginya biar gak kuning dan grupis, saya membelikannya sikat gigi sendiri. 

Beberapa hal ini saya lakukan ketika mengajari Ray sikat gigi:

1. Menggosok gigi di depannya

Saya selalu menggosok gigi di depannya. Saya juga menyuruh Khansa menggosok gigi menggunakan pasta gigi. Awalnya acuh tak acuh tapi lama-lama Ray menirukan. Yang paling drama adalah ketika memintanya untuk membuka mulut. 

Meskipun sering disikat dan saya masih mengelapnya dengan kasa basah, giginya Ray bagian atas tetap kuning dan grupis :(. Apa dulu saya kurang mengonsumsi kalsium waktu hamil? Huhu. Jadi pengen ke dokter langsung buat ngecek dan konsultasi.

2. Pastikan in a good mood

Menyikat gigi bayi itu butuh sabar, ahaha. Kalau bayinya gak mau, kadang kitanya yang gemes banget. Ray gak selalu mau disikat. Dia pegang sikat gigi sendiri, tapi lebih suka menyesap bagian bulunya. Menyikat sekenanya karena meniru saya melakukannya. Tapi pas saya yang membantunya menyikat giginya? Hmmm, crancy! Nangis langsung.

Sekali saya memaksakan menyikat giginya. Dia nangis kejer. Karena giginya beneran kuning banget kalo gak disikat, huhu. Tapi setelah itu udah, saya gak memaksanya lagi. Saya nyari alternatif lain biar Ray sendiri yang sukarela disikat giginya. Makanya kalau pas mau mandi, saya memastikan diri saya in a good mood. Dalam kondisi yang moodnya beneran bagus biar gak gatel maksain anak sikat gigi.

Untuk masalah gigi, saya beneran concern banget. Dio, Dea, iqbal, Khansa sama Lintang yang tahu banget tentang hal ini.

3. Membelikan sikat gigi lucu

Kenapa harus disikat? Apakah dilap pakai kasa yang dibasahi air saja tidak cukup? Atau pakai sikat yang dimasukkan di jari telunjuk kurang nampol? Soalnya, kalau cuma di lap aja, kelihatannya memang sudah bersih, tapi sebenarnya mineral makanan yang tertinggal di gigi tidak terangkat sempurna. Jadi perlu disikat biar bersih. Itu penjelasan dokter. Apalagi giginya Ray gampang banget kuning, huhu.


Selain memilih sikat gigi yang khusus bayi dan bulunya lembut, saya juga membelikan sikat gigi karakter. Ada dinosaurus, buaya, robot dengan berbagai warna. Ray suka! Makanya pas momen gosok gigi, saya pegang sikat, Ray juga pegang sikat. Pas dia buka mulut, tangan saya gercep nyikat giginya.

Sebenarnya pas beli, tidak ada label sikat gigi bayi yang dibawah 2 tahun. Kebanyakan untuk 3 tahun ke atas. Kemarin saya memilih sikat gigi dee dee yang ujung sikatnya lembut dan kecil. Jangan ngasih sikat gigi dewasa buat bayi karena ga cocok buat rahangnya. Bisa-bisa nanti sariawan ketika menyikatnya. Kan malah kasihan.

Saya beli banyak sekalian. 1 pcs seharga 5 ribuan. Oh iya, tiap 3 bulan sekali jangan lupa sikat giginya diganti ya. Tempelin aja di gagang sikatnya biar inget :p

4. Memilih pasta gigi

Selain sikat gigi, yang harus diperhatikan adalah pasta giginya. Kalau kata dokter dan beberapa referensi yang saya baca, sebaiknya tidak mengandung flouride. Tapi ada juga yang menuliskan tidak apa-apa asalkan memakainya sedikit saja. Bayi seneng banget lho menelan pasta gigi :D. Makanya, saya lebih memilih aman aja untuk membelikannya yang tidak berflouride dan bebas deterjen.

Ada beberapa anak yang langsung mual hingga muntah saat disikat pakai pasta gigi. Kalau sudah demikian, sebaiknya disikat saja dulu tanpa pasta gigi. 

5. Kumur pakai air matang

Yaiyalah, bayi dikasih air pasti ditelan, ahaha. Itu Ray lho. Dia belum bisa kumur-kumur trus dilepeh. Makanya tiap sikat gigi, ada tupperware khusus buat tempat air. Secukupnya aja. Soalnya kalau penuh pasti dipakai mainan :D

6. Nonton video di youtube

Selain mencontohkan langsung, saya sama Ray nonton bareng batuta yang sedang sikat gigi. Dia memerhatikan dan tangannya nunjuk-nunjuk ke layar. Sambil nonton, saya bilang "Ini sikat gigi juga lho, Mas. Nanti Ray juga ya. Sikat gigi sendiri sama Ibu ya pas mandi?" Responsnya senyum, ahaha. Mungkin bilang iya Buuu. Padahal praktiknya juga sering nggak mau :p.

7. Menyugesti dalam percakapan 

Tentang gosok gigi, saya juga menyelipkannya dalam setiap percakapan kami. Mas Ray udah sikat gigi belum ya tadi? Lalu dia refleks memegang giginya. Di kamar, saya juga menyediakan sikat gigi. Jadi pas kami ngobrol berdua dan membahas sikat gigi, saya mengambil dan memberikannya pada Ray. 

8. Menyikat gigi ketika tidur

Kalau Ray beneran nggak mau disikat pas mandi. Malamnya, saya menyikat giginya ketika dia tidur? Apa nggak bangun? Enggak. Dia tidur pulas saat saya menggosok giginya. Sesekali terjaga, saya menghentikannya. Dan ketika dia tidur lagi, saya menyikat giginya lagi.

Sikat tetap saya basahi dengan air. Alhamdulillah lumayan bersih kok. 

9. Membawanya ke dokter gigi anak

Ini baru rencana dalam waktu dekat. Saya beneran worry masalah ini. Gigi dan mulut kelihatannya sepele, tapi sebenarnya puenting banget. Plak-plak gigi yang tidak dibersihkan bjsa menjadi kuman. Dan untuk anak, itu bisa fatal lho. Huhu.

Saya nggak tahu kapan sebaiknya membawa anak ke dokter gigi. Karena mungkin kesannya horor. Tapi buat Ray, sepertinya memang perlu, karena saya nggak tahu salahnya dimana atau butuh treatment apa untuk menjaga gigi dan mulutnya sehat. Saya termasuk rajin menggosok giginya tapi kenapa bisa kuning dan grupis? Ga konsumsi gula juga. Tanya kenapa? Makanya saya butuh penjelasan dari dokter sambil tahu kondisi gigi Ray secara langsung. Semoga segera ya.

Nah, teman-teman punya pengalaman menggosok gigi pada bayi? Sharing yuk...
Read More »

Belajar Pijat Bayi, Hangat Cinta Ibu untuk Buah Hati

Dear teman-teman, apa kabar puasanyaaaaaaa? Semoga masih semangat dan kuat sampai akhir ya. Jangan kasih kendor! 😉. 4 hari ini saya hampir kepayahan  menjalaninya karena Ray lagi aktif-aktifnya belajar jalan. Jadi mulai jam 9 pagi sampai siang, dia minta main kesana kemari. Selain stok tenaga yang full charge untuk mengimbanginya bermain, emosi saya juga harus tertata dengan baik *senyum kalem.


Kalau sejam, dua jam aja gak masalah, sist. Lha kemarin mainnya mulai dari jam 9 pagi sampai adzan ashar masih ON 😌. Ditambah lagi, dia agak rewel karena mungkin produksi asi saya tidak sederas biasanya. Padahal mulut ini tak berhenti mengunyah lho, Le. Masa iya kurang juga asinya.

Tiap malam sebelum tidur, saya selalu minta izin untuk ikut puasa keesokan harinya. Berkali-kali saya bilang sambil memijat tengkuk dan punggungnya. Mungkin Ray merasa badannya capek karena seharian main, makanya pas saya memijat bagian-bagian tubuhnya, dia pasrah saja.

Sejak bayi, saya memijat Ray sendiri. Bagian tangan, kaki, wajah dan punggungnya. Saya belajar memijat dari hasil browsing di youtube dan baca-baca panduan pas beli toiletries Ray. Saya baru memijatkan Ray ke Spa, setelah usianya 35 hari. Itupun sekalian saya pijat nifas. Untung di Klaten ada spa yang bisa datang ke rumah. Saya searching di instagram, ada nggak ya, pijat bayi dan nifas yang bisa datang ke rumah. Finally, i met @shabira_spa at the first time.


Pas sesi pijat, saya diajak ngobrol tentang perpijatan dan cara menggendong dengan benar. Semula saya hanya mengenal jarik, hingga akhirnya saya belajar tentang gendongan M-Shape. Posisi bayi yang benar seperti apa saat digendong.

Baca juga: menggendong dengan hugpapa

Dan ilmu lain yang kami obrolkan adalah tentang memijat bayi.

Belajar Pijat Bayi


Ssst, setiap ibu bisa memijat bayinya sendiri lho. Tidak harus ke dukun pijat yang biasanya membuat anak trauma karena seringkali nangis, huhu. Makanya, pas @shabira_spa membuka kelas untuk belajar pijat bayi, saya langsung mengamankan seat. Padahal 4 kali pertemuan dan waktunya pas sore hari, lho. Awalnya jiper pengen ikutan karena takut bentrok waktunya, tapi alhamdulillah bisa ikut semua sesi-nya *proud to my self!



Manfaat pijat bayi itu baaaanyak banget. Makanya kemarin bersyukur bisa ikutan kelasnya. Dan setelah itu, saya bisa memijat Ray sendiri dengan percaya diri (karena sudah tahu ilmunya). Sebelumnya cuma nonton youtube, tapi kemarin beneran praktik langsung. Beberapa hal di bawah ini yang saya rasakan sejak intens memijat Ray.

1. Bobok lebih nyenyak

Meskipun sering main, kalau pas tidur, dia nyenyak banget. Bangun kalau mau nyusu aja. Kalau diajak bepergian jauh juga nggak rewel. Biasanya kalau di mobil, saya juga memijat-mijat bagian tangan atau kakinya. Jadi sebenarnya memijat bayi bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja.


2. Pencernaan lancar

Pas usia 5 bulan, Ray kena diare. Bahkan sampai dirawat di RS. Saya kapok banget. Selain memberi interlac, ternyata pijat sun and moon dan ILU (silakan googling yak :p) juga bermanfaat untuk menstabilkan pencernaannya. Pijat sun and moon dan ILU (I love you) juga saya pelajari pas ikutan kelas pijat bayi :D.

Baca juga: Menjaga saluran cerna bayi

3. Meningkatkan rasa percaya diri saat merawat bayi

Menjadi ibu baru itu banyak sekali PR-nya ya Allah. Seringkali pengin ini itu buat bayinya tapi takut salah karena belum tahu ilmunya. Meski sebelumnya sudah memijat Ray sendiri, tapi tahu ilmunya, saya lebih PD lho ngurus Ray. Kalau diare nggak panik kayak sebelumnya. Pas Ray demam juga gak grasa grusu lagi, karena bisa mengusapnya. Satu lagi, saya jadi lebih aware merawat kulitnya Ray.

Ray badannya montok. Setiap lekukan sering berkeringat dan menimbulkan ruam atau biang keringat. Dengan rajin memijatnya, saya bisa sekalian menjaga dan merawat kulitnya agar tidak kena ruam.

Baca juga: Pentingnya merawat kulit sejak bayi

4. Memperkuat bonding antara ibu dan bayi

Saya percaya kalau bayi mengerti dan merasakan intuisi ibunya. Jadi kalau diajak ngobrol pun mereka sudah bisa merasakannya. Apalagi kita menyentuhnya dengan pijatan. Honestly, pijat bayi ini membuat saya dan Ray semakin lengket. Saya pun nggak peduli dengan anggapan kalau Ray bau tangan ibunya. Karena entah bagaimana, saya merasa sangat berharga dan dibutuhkan kalau dekat dengannya.


5. Release emosi si ibu

Dengan memijat bayi, saya bisa menyalurkan emosi saya. Semula capek, uring-uringan dan hal negatif lainnya bisa luruh ketika memijat sambil mengobrol sama Ray. Kok bisa? I dunno. Rasanya nyaman aja ketika menuangkan minyak ke punggung sambil ngajak ngobrol bayi.

Hmm, manfaatnya terasa banget buat saya dan sepertinya Ray juga menikmatinya.

Belajar pijat bareng @shabira_spa



Nah, buat ibu-ibu yang di area Klaten dan pengen belajar memijat bayi sendiri di rumah, bisa ikut belajar sama @shabira_spa yang sudah bersertifikat sebagai instruktur pijat bayi (CIMI/certified infant massage instructur). Bisa privat atau grup juga. Harganya terjangkau kok dan worth it sama yang didapat. Kemarin ada 4 sesi. Per sesi sekitar 1.5-2 jam. Di sesi terakhir ada  tanya jawab tentang tumbuh kembang sama ahlinya juga.

Kalau saya prefer ikutan kelas grup karena bisa sharing dengan ibu-ibu yang lain. Saya ikutnya ketika Ray usia 8 bulan. Selain Ray suka ada temannya, bayarnya juga lebih terjangkau :p. Fasilitasnya juga full servis: snack, praktik langsung, modul, dikasih buku cerita anak sebagai bonus, kutus-kutus kecil (sudah dikemas dan dioplos biar baunya kalem) sama tanya jawab sepuas kita :D.

Sampai Ray usia setahun, saya masih suka memijatnya. Random saja di bagian tubuhnya yang kira-kira terasa tidak nyaman. Dan voilaaaaa, Ray suka. Makanya, sudah tahu kenapa Ray lengket kayak perangko sama ibunya? Salah satunya karena momen pijat ini.

Hal baru yang didapat setelah ikut kelas pijat


Ask permission before giving a massage

Memijat juga butuh permisi ke bayi lho. Rasanya sepele kan? Tapi nyatanya itu perlu. Setidaknya karena kita memberi isyarat pada bayi kalo kita akan membuat nyaman dan tenang. Bukan menyakitinya.


Pernah melihat bayi nangis kejer karena dipijat? Salah satunya karena bayi dipaksa untuk mau dipijat padahal mereka merasa tidak nyaman dan sakit :(. Padahal menurut saya hal tersebut akan membuat rasa trauma pada bayi, huhu. Itu kenapa sebelumnya saya jarang membawa Ray ke dukun pijat. Karena nggak mau maksa dia untuk dipijat dan melihatnya sampai nangis.

Kapan waktu yang pas untuk pijat bayi?

Kalau teori yang saya dapat pas kelas memijat sih waktu yang baik untuk memijat bayi adalah ketika mereka terjaga. Jadi, saat bayi bisa merasakan keberadaan kita.


Dulu saya sering memijat Ray pas posisi dia sedang tidur. Saya pikir hal itu bisa membuat nyaman dan tidurnya lebih pulas. Tetapi, ternyata ketika tidur, hormon pertumbuhan bayi sedang bekerja. Memijat bayi saat dia tidur bisa menghambat kerja hormon pertumbuhan bayi. Sejak mengetahuinya, saya tidak lagi memijat melainkan mengusap saja. Misal mengusap bagian punggung atau memberikan puk-puk pada pantatnya.

Memijat merupakan sarana untuk meningkatkan bonding dan komunikasi. Jika bayi tertidur selagi pijat. Maka pijat sebaiknya berhenti, karena kita ga bisa berkomunikasi dua arah dengan bayi yang tertidur, pesan Mbak Dika, owner @shabira_spa saat memberikan kelas pijatbayi.

Lalu kapan memijat Ray? Saat sebelum atau setelah mandi, saat sebelum tidur (sebelum benar-benar lelap), ketika di mobil saat bepergian. Saya lakukan sambil ngobrol.

Kalau memijat pakai minyak apa?

Pas di kelas pijat, saya dikasih minyak kutus-kutus yang sudah di-mix sehingga baunya tidak menyengat. Sebenarnya dalam memijat bisa pakai minyak apa saja lho, termasuk minyak goreng :p. Asalkan kita memastikan bau minyaknya tidak menyengat dan kandungan mineralnya sedikit. Kulit bayi masih sensitif, jadi perlu memilihkan jenis minyak yang tepat agar tidak iritasi.

Sebelumnya saya memakai baby oil cussons. Pakai minyak kutus-kutus juga kalau Ray pas perjalanan jauh. Alhamdulillah Ray tidak terganggu dengan baunya yang menyengat. Kalau batuk pilek suka dipijat pakai minyak but-but dari HPAI, tapi saya nggak terlalu suka sama aromanya. Pokoknya tentang minyak pijat bisa disesuaikan saja asal bayi tidak mengalami keluhan di kulitnya.

Kalau demam jangan dipijat

Ibu saya selalu menawarkan pijat pada Ray ketika tahu Ray sedang demam. Beliau merasa dengan dipijat, badan Ray lebih rileks. Dulu saya juga berpikir sama. Ternyata ilmunya tidak begitu.

Saat demam, anak tidak boleh dipijat karena akan meningkatkan toksisitas. Pernah membaca bukunya Dokter Apin yang berteman dengan demam dan menemukan statement kalau demam itu sebenarnya baik untuk anak, karena tubuh sedang melawan virus atau bakteri. Jadi, demam merupakan gejalanya dan memang diperlukan untuk mengusir kuman dan infeksi dalam tubuh.

Nah, kalau dipijat, metabolisme tubuh akan meningkat sehingga menyebabkan aliran darah akan lancar. Jika darah lancar padahal banyak kuman, virus dan bakteri justru akan cepat menyebar dan menghambat tubuh melawannya.

Jadi plis, yang masih memijat saat anak demam,jangan dilakukan lagi. Sebaiknya dilakukan saat masa recovery saja. Itu malah membantunya lebih nyaman dan fresh.


Semoga Ray sehat selalu, ya Karena Ibu sayang Ray pake banget.

Buat teman-teman, ada cerita tentang memijat bayinya? Yuk sharing bareng :)
Read More »

Jeda

Blog ini kembali ke kodratnya. Sebagai jeda. Ketika banyak kata yang membuncah, namun ada sekat yang membisu. Maka tulisan ini bisa menari dengan bebasnya. Seperti detik ini. Ringan.

Saat aku ingin menyerah, tawamu mengingatkan untuk berjuang. Meski di awal sadar kekurangan, kamu menunjukkan kelebihanku. Sebagai ibumu.

Oranglain boleh tidak menghiraukanku, tapi kamu selalu tahu dan membutuhkanku. Semarah apapun aku, rautmu selalu riang menyambutku. Hal yang membuatku menangis. Bersalah padamu.

Aku butuh jeda. Tapi kamu tak mengerti. Sama sekali. Ingin tetap bermain bola kesana kemari. Merangkak kencang tidak terhenti. Aku masih ingat 2 bulan lalu, mengajarimu bagaimana kedua kaki harus menekuk presisi. Jatuh. Bangun lagi. Jatuh. Bangun lagi, berkali-kali. 

Ketika akhirnya bisa merangkak sempurna, energiku sering tak bisa mengimbangi. Namun kamu belum mengerti. Karena lelahmu adalah ceriamu.

Ini ramadan kelima. Aku ikut puasa. Karenamu. Tiap malam aku meminta ijin. Karena siangnya kamu mengeluhkan rasa susumu. Mungkin tidak senikmat biasanya. Bola matamu berpadu denganku. Bibirmu tertawa jenaka. Tanda tak mengapa. Tangan mungilmu memukul pelan agar susunya seenak dulu. 

Hari ini, aku ingin jeda sebentar saja. Agar aku lebih waras memelukmu. Seketika, saat menyandang predikat ibu, PR ku banyak sekali. Sering menangis sendiri. Melenguh napas panjang. Seakan tidak ada yang mengerti. Bahwa aku juga butuh sendiri.

Jeda. Sebentar saja. Tidak akan lama.

Selamat tidur Ray. Anakku. Jeda tidak akan pernah menjadi jarak antara kita. Karena tidak perlu menunggu sahur untuk kamu bisa memelukku lebih erat. 

Aku sayang kamu, Nak.

Dari Ib
Read More »