Featured Slider

Ray Khitan, Yay!

Seminggu ini rasanya habis ikut ujian matematika yang menurut saya pelajaran yang paling rumit sejak SD sampai sekarang. Tapi alhamdulillah lulus karena saya belajar dan paham rumus-rumusnya (*nggaya, ahaha). Jadi, Selasa, 19 Februari kemarin, Ray khitan. Sempat galau sebelumnya karena khawatir beberapa hal, tapi akhirnya terlaksana juga. Very prouf of you, Ray! Akhirnya fimosisnya hilang juga :).

Baca juga: Ray kena Fimosis

Senin pagi saya menelpon RSI, semua kamar untuk pasien anak penuh dan pihan RSI akan menghubungi jika ada kamar kosong. Benar saja, Selasa paginya ada kamar kosong untuk kelas 2 (kami memakai BPJS). Saya meminta upgrade kamar dan ternyata hanya bisa upgrade 1 kelas. Yasudah, saya upgrade ke kelas 1 dan akan ditelpon kembali kalau ada kamar kosong untuk BPJS kelas 1.

Yang membedakan kamar kelas 1 dan 2 adalah adanya TV dan AC. Sama-sama 1 kamar berdua, tapi untuk kelas 2 tidak ada AC dan TV. Sedangkan kamar kelas 1 ada fasilitas tersebut. Kalau saya yang penting ada kipas atau AC-nya. TV gak terlalu penting, dan memang ga pernah dinyalakan ketika di RS. Jika mau pindah ke kelas VIP atau VVIP, maka BPJS ga berfungsi, karena kita menjadi pasien umum. Kebijakan baru memang mengharuskan demikian, naik kelas hanya boleh 1 tingkat saja.

Ibu akan menemanimu, Nak!

Siangnya, pihak RSI telpon lagi menginformasikan ada kamar kosong untuk kelas 1. Saya bilang akan kesana jam 3 setelah selesai packing. Berikut yang masuk ke dalam koper:

1. Pampers. Bawa 5 pcs. Berguna hanya sampai mau operasi. Setelah itu enggak pakai :D.

2. Baju kancing depan. Sebelum khitan saya belanja baju yang ada kancing depannya buat Ray. Untuk memudahkan saat dia ganti aja karena tangannya kan diinfus. Saya bawakan 6 stel. Ini juga berlaku buat ibunya ya. Bawa baju yang kancing depan biar fleksibel menyusui. Jangan malah kebalik, kancing atau resletingnya di belakang, ahaha.

3. Celana longgar buat bayi. Saya pilih size di atas ukuran Ray biar gak ketat di pinggulnya. Saya belum beli celana khitan (yang depan ada tangkupnya), karena memang belum ngerti fungsinya apa. Nah, setelah khitan, saya belikan 4 stel celana khitan size s. Hanya dipakai 3 kali saja, selebihnya malah rempong jaya karena gerakan Ray aktif banget dan timbulan bagian depan celana sangat mengganggu ketika merangkak. Makanya saya memakaikan celana longgar saja. Btw, kalau memakai celana ketat, penisnya akan nempel di celana. Dan saat dibuka, anak akan merasa kesakitan :(. Jangan ditiru ya, huhu. Saya sempat memakaikan celana yang press di badannya karena kehabisan (Ray pipisnya sering).

4. Mainan. Biar dia nggak bosen. Saya membawa balon ikan terbang. Voillaa, dia happy sekali.

5. Toiletries. Sikat gigi, sabun mandi, pasta gigi, handuk. Percayalah, nunggu di rumah sakit itu adalah perjuangan. Dan mandi bisa menjadi refreshing tersendiri :D.

6. Dokumen. BPJS, KK, KIA atau KTP orangtua.

7. Baju ganti buat bapak ibunya. Saya bawa 4 stel. Kemarin saya bawa 4 stel dan kena ompol Ray :(. Untung masih ada daster 1 stel. Ruangan kamar jadi banjir ompol karena Ray nggak pake celana. Dia masih risih dipakein celana, jadi pipisnya awur-awuran. Suami yang hanya bawa celana satu-satunya juga kena ompol, ahaha. Awalnya mau emosi, tapi ngliat wajah saya yang memelas, akhirnya ga jadi. Dia ambil sarung di mobil buat salat.

Yang terlupa dibawa tapi saaaaangat penting manfaatnya: perlak, sarung buat alas ompol. Tapi tenang, kalo lupa bawa perlak seperti yang saya lakukan kemarin, saya beli underpad (bener ga namanya?). Alas ompol yang bisa meresap. Alih-alih meresap, Ray kemarin pasca operasi pipisnya kayak air mancur,ahaha. Jadi kemana-mana basahnya.

Oh iya back to the topic, seminggu sebelumnya saya sudah menyugesti Ray kalau dia akan dikhitan. Memintanya cepat sembuh dari demam dan bapil. Hal itu saya lakukan ketika bermain sama-sama dan saat tidur. Saya juga bilang akan menemaninya. Apakah dia mengerti? Saya yakin sense anak-anak bisa menangkap kalau ibunya care sama dia. Hal itu juga membuat saya lebih lega.

Sebelum berangkat ke RSI, saya pamit ke seluruh keluarga. Eyang, budhe, pakdhe, Lintang, Khansa dan Iqbal menciumi Ray. Meminta saya untuk mengabari kalau masuk ruang operasi. Sesampainya di RSI, saya langsung ke loket 10 mengisi beberapa form persetujuan naik kelas BPJS dan persetujuan operasi.

Selanjutnya, saya diarahkan ke perawat yang mengurusi kamar pasien. Saya ditanya kapan terakhir Ray makan dan minum. Sebelum dipasang infus, Ray harus di cek darah dulu di lab. Saya menemaninya dan memeluknya saat diambil darahnya. Ray senyum-senyum ke arah perawat dan sangat kooperatif. DAN DIA NGGAK NANGIS PAS DIAMBIL DARAHNYA *terharu. Setelah selesai, saya menggendongnya dan menciumnya. You are brave, Nak! :).


Waktunya Operasi Sirkumsisi/Khitan

Jam 2 siang mulai diinfus dan disuruh puasa. Karena nadinya Ray halus sekali, tangan kanan kirinya kena tusuk jarum, huhu. Perawat mempersilakan saya menunggu di luar kalau nggak kuat melihat Ray dicubles-cubles. Tapi saya menolak. Saya menemani Ray dan memeluknya. Saya bilang kalau memang sakit, nangis yang kenceng gak apa-apa. Tanpa diaba-aba, dia nangis kejer. Yakali ditusuk jarum sakit euy :(.

Saya masih tegar gak ikut nangis, ahaha. Setelah diinfus, Ray berhenti nangisnya. Perawat membawa kami ke kamar Multazam 2. Pasien multazam 1 belum datang, jadi saya dan Ray masih leluasa bermain.

Jadwal operasi Ray jam 8. Jam 2 ke jam 5 rasanya cepat sekali karena Ray bobo, ahaha. Jam 5 sampai jam 8, Ray ngajak mainan melulu. Energinya gak habis-habis. Senyumnya luber-luber, sampai papinya bilang "Kamu kalo tahu mau disunat, pasti senyumnya ga selepas ini, Le", ahaha.

Jam 6 pasien di ruang multazam 1 sudah datang. Bayi usia 2 bulan. Dia kena hidrosefalus (bener ga?). Penyakit yang kepalanya membesar karena ada cairannya, huhu. Ruangan jadi ramai karena Ranumi (nama pasien tersebut) yang jaga full. Ada kedua nenek kakeknya dan bapak ibunya. Awalnya merasa risih karena terlalu berisik, tapi lama-lama terbiasa. Apalagi mereka sangat baik dan pengertian.

Jam 8 perawat datang mengganti baju Ray dengan jubah operasi. Setengah 9 saya disuruh ke ruang operasi. Keluarga Ranumi mendoakan biar operasi Ray lancar. Saya menggendong Ray yang masih sumringah ngajak main dan becanda.

Karena menunggu dokter, saya dan suami bingung dan mati gaya di kamar tunggu operasi. Mau haha hihi kok ga sopan karena ada pasien yang juga lagi nunggu operasi. Ray juga mati gaya kayaknya. Dia mulai agak rewel dan merajuk minta nenen. Setengah jam dipuk-puk dan peluk akhirnya dia tidur.

Jam 9 perawat memanggil nama Ray. Dia meminta Ray yang lelap di gendongan saya. Saya yang semula tegar akhirnya meleleh juga. Hati saya nggak karuan. Titip anak saya ya, Mas. Ucap saya. Mas perawatnya cuma senyum tanda mengiyakan.

Saya dipersilakan menunggu di luar. Niat awal mau makan saat Ray dioperasi tiba-tiba perut mendadak ga laper sama sekali. Saya gontai. Air mata saya mengucur deras. Mulut saya komat kamit mendoakan putra semata wayang saya.

"Semoga Ray nggak apa-apa ya,yang", suami saya memeluk saya. Operasi berjalan sekitar 40 menitan. Dan bagi saya itu saaaangat lama. Entah kenapa dada saya sakit sekali. Doa saya nggak putus-putus buat Ray.

"KELUARGA RAYYAAAAN", Perawat memanggil. Artinya operasi selesai. Dan drama dimulai. Rasa sakit, pilu menjadi satu (beneran).

Ray nangis kejer di ranjang. Guling-guling sambil matanya tertutup. Saya nggak boleh ngasih nenen! Hal yang biasanya menbuat Ray bisa tenang saat menangis nggak boleh saya lakukan. Saya merutuk perawat. Dokter Dedy Prasetya, spesialis bedah anak yang menggantikan dokter Berliani yang sedang umroh, menjelaskan kalau operasinya lancar. Saya menanyakan apakah sudah diberikan obat anti nyeri kok nangis daritadi ga berhenti. Dan beliau menjawab sudah dengan sopan.

2 jam nangis kejer di gendongan tanpa jarik! Encok banget punggungnya. Saya nangis karena ga bisa berbuat apa-apa. Perawat mondar mandir mengurus pasien lain. Menganggap tangisnya Ray hal biasa. Padahal itu sangat meremukkan hati saya :(. Setelah 2 jam di ruang pemulihan, Ray dibawa ke kamar. Masih menangis di gendongan saya. Meronta (mungkin) merasa sakit sekali.

Wajah suami saya pias dan mencoba memijit tengkuk saya. Saya melampiaskan kekesalan sama beliau. Bilang kalau mau membayar mahal asal Ray ga merasa kesakitan. Bilang menyesal dan udah cukup sekali saja (lha emang mau sunat berapa kali, Buk?).

Sesampai di kamar, Ray masih nangis. Keluarga Ranumi menemui kami dan memberikan support. Saya meminta maaf kalo tangis Ray mengganggu. Ga enaknya sharing room ya begini. Tapi untungnya Ranumi tidak terganggu.

Jam 12 malam, Ray sudah agak tenang. Pelan-pwlan dia terpejam sendiri. Entah karena saking capeknya nangis atau memang ngantuk. Tapi dia tidur. Suster bilang belum boleh nyusuin dulu, mending biarkan tidur dulu.

Beneran, pas Ray sedikit gerak, saya susuin sambil memberikan puk-puk di punggungnya. Dan rewelnya Ray itu pas setelah  operasi tadi aja. 2-3 jam nonstop gendongan sambil nangis kejer. Itu efek pasca biusnya. Kata dokter Joko, dokter anestesinya, bius yang digunakan adalah bius total. Mungkin setelah operasi, Ray merasa tidak enak akibat biusnya tadi. Fyi, sepupu bilang kalo habis dibius rasanya mual, pusing, pengen muntah. POKOKNYA GA ENAK. Jadi wajar kalau reaksi bayi rewel dan nangis.

Setelah operasi, bayi puasa 2 jam lagi. Dalam kondisi nangis kejer, kalo dikasih nenen, beresiko tersedak yang membahayakan untuk bayi. Jadi, lebih baik menunggu bayi lebih tenang untuk menyusuinya.

Setelah drama nangis itu, Ray tidur pulas sampai pagi. Dan paginya kayak nggak terjadi apa-apa. Dia nangis kalau misal penisnya tergesek tapi selebihnya dia aktif kayak biasanya. Bahkan sampai guling-guling di kasur. Awalnya Ray agak risih (mungkin), tapi siang sampai sore meskipun tergesek selimut atau bantal, dia sudah nggak nangis lagi, amazing! Ahaha.

Eyangnya yang dari semalam ga bisa tidur mikirin dia juga merasa takjub, ahaha. Karena habis sunat, Ray energinya buat main kayak biasanya. Sore jam 5 sudah boleh pulang. Dan sampai rumah, dia main lagi sampai jam 10 malam.

Awalnya nggak dipakein celana, tapi penisnya jadi kotor buat guling-guling, jadi saya pakein celana yang size-nya besar. Saya ga pakein celana khusus khitan lagi karena dia jadi ga bebas main.

Memakai BPJS

Untuk tindakan khitan Ray ini, saya menggunakan BPJS. Pelayanannya mudah dan pihak RSI sangat kooperatif dalam pengurusannya, bahkan menjelaskan ketika kami merasa tidak paham.

Biaya untuk khitan Ray kemarin adalah 293.500 (aslinya 2 juta sekian kalau pasien umum). Buaya tersebut merupakan fasilitas upgrade kamar kelas 1 dari bpjs kelas 2. Fyi, untuk pasien BPJS, wajib menginap 27 jam untuk pengklaimannya. Kalau mau langsung pulang boleh? Boleh dong, tapi bayar sendiri alias jadi pasien umum, haha. Dan itupun tetap dibius total. Setelah khitan ada observasi untuk pasca pembiusan tadi.

Merawat Bayi Pasca Khitan

Hari kedua, penisnya Ray merah merona karena luka. Lintang sama Iqbal ngilu pas melihat Ray nggak dipakein celana. Mereka bisa refleks menutup muka. Mungkin mereka masih terngiang pengalaman bagaimana sakitnya disunat.

Btw, saya pernah bertanya sama Lintang yang pernah sunat di usia 9 tahun. Dia dibius lokal, tapi katanya masih bisa ngrasain sakit (tapi ga sakit banget). Setelah biusnya hilang, nyeri itu datang. Jadi wajar banget kalau setelah disunat, Ray nangis kejer.

Untuk merawat luka sunat (ini gak konsisten amat sih nyebut sunat atau khitan? Ahaha), beberapa hal ini saya lakukan:

1. Pakaikan celana longgar.

Seperti yang udah saya ceritakan sebelumnya, kalo bayi 9 bulan saya itu aktifnya pol! Jadi biar penisnya ga kotor, saya pakein celana yang longgar. Pernah sekali dipakein celana yang press body, karena celananya habis dicuci semua kena ompol. Eh pas nglepas ternyata lengket banget sama luka di penisnya :(.

Hari ketiga pasca khitan

2. Minumkan obat secara teratur

Di hari ketiga, lukanya berlendir dan kata dokter itu wajar. Fyi, sejak pasca operasi, lukanya tidak dibalut kapas atau perban. Dokter meresepkan salep (mata) yang merupakan antibiotik luar biar luka cepat kering. Antibiotik sirup yang wajib dihabiskan dan prasetamol yang bentuknya sirup kering buat anti nyeri.

Sirup keringnya pait banget :(. Jadi pas nanya dokter gak wajib dihabiskan, saya bernapas lega. Toh Ray juga ga merasa kesakitan atau rewel. Oh iya, selain itu saya juga membersihkan lukanya menggunakan minyak butbut dari HPAI (bukan iklan ya). Selainga perih, minyak ini bisa menjadi sarana untuk membersihkan lukanya Ray. Kalo pake air, Ray ngamuk-ngamuk :D. Mungkin karena perih ya, may be.

3. Kalau malam tidak usah pakai celana

Untuk salep dan minyak, saya mengoleskannya kalo Ray tidur pulas. Kalau pas melek, Ray bisa menolak dan endingnya salepnya nempel kemana-mana.  Ketika lukanya masih basah, saya tidak memakaikan celana pas dia tidur. Saya angin-anginkan 30 menit biar obatnya meresap, baru saya kasih selimut.

4. Tidak usah mandi, tapi....

Hal yang tidak luput saya tanyakan adalah, boleh mandinya kapan? Soalnya Ray itu badannya tipe tropis :D. Kalo nggak mandi bisa lengket semua. Jadi, 3 hari boleh absen mandi, tapi bisa dilap saja bagian tubuhnya si anak biar enak kalo tidur.

Saya nyobain 3 hari pas mandiin Ray. Dia happy sekali. Bahkan tidak merasa risih saat masuk ke bak air. Saya menyabuni badannya dan sangat hati-hati biar nggak kena bagian penis, takut perih. Di selangkangan dibasuh air hangat dan membersihkan dakinya saja.

5. Menjaga asupan nutrisi

Kalau dulu, pernah mendengar pesan buat Lintang untuk menghindari telur dan daging dulu biar luka sunatnya lekas kering. Ini tidak berlaku buat bayi. Bebas mau makan apa saja. Justru disarankan kandungan protein dan lemaknya yang tinggi untuk pemulihan. Nutrisinya dijaga!

Setelah Ray khitan, saya banjir whatsapp dan pertanyaan. Ada yang berempati kasihan kenapa masih bayi udah dikhitan. Ada juga yang anaknya terkena fimosis dan ragu buat khitan. Alasan terbesar mereka ragu, yang pertama karena kasihan pada anak. Yang kedua adalah ditentang sama keluarga, terutama eyang-eyangnya anak-anak, ahaha.

Ada lho, sahabat saya yang punya cita-cita mengkhitankan anaknya pas bayi sekali (usia 2 bulanan), dan itu ambyar karena ditentang sama eyangnya, ahaha. Ya Allah, kalian nggak sendirian!

Di usia 7 bulan pas saya niat mau mengkhitankan Ray, ibu saya juga menentang karena kasihan. Tapi pas usia 9 bulan kemarin, sebelum beliau bilang "enggak", saya menjelaskan sejelas-jelasnya apa itu fimosis dan akibatnya apa kalau tidak disunat. Orangtua dari pihak suami pun demikian. Tetap kasihan, dan endingnya mendoakan.

Percayalah, mereka khawatir karena cinta mati juga sama anak kita. Dan tugas kita untuk menjelaskan dan menenangkan. Tapi jangan mundur hanya karena mereka bilang enggak boleh :p. Mungkin di lingkungan kita, khitan bayi belum umum dan familiar, sehingga terkesan menyeramkan. Makanya pas dokter bilang kondisi Ray, saya mantap untuk mengkhitankannya.

Baca juga: Ray fimosis dan mengapa harus dikhitan

Dan satu lagi, jangan dibayangkan nanti bagaimana-bagaimana pas khitan, kalau misal mantap mau mengkhitankan, bismillah dan jalani :).

Question and Answer

Nah, saya mau merangkum pertanyaan-pertanyaan yang membuat galau beberapa teman yang mau mengkhitankan anaknya, lebih tepatnya bayinya. Semoga bisa menjawab ya, karena beberapa pertanyaan itu sempat menghantui saya juga dan sempat membuat ragu saat mengkhitannya.

Pampers bikin fimosis nggak?

TIDAK. Pake atau ga pake pampers, kalau memang bayinya fimosis, ya fimosis aja. Ga ada hubungannya. Ada 3 teman saya yang nanya demikian soalnya. Pemakaian pampers itu korelasinya sama ruam dan ISK. Itupun tergantung kebersihan sang ibu. Kalau rajin mengganti popok dan pemilihan jenis popoknya tepat, insya Allah tidak akan terkena infeksi.

Pelayanan BPJS-nya enak nggak? Sama dengan pasien umum?

Mungkin ada yang worry ya, berpikir kalau pake BPJS nanti penanganannya bakalan dibedakan sama pasien umum. Sepengalaman saya memakai BPJS di RSI, servisnya oke kok! Bedanya, kalo pasien bpjs disubsidi, pasien umum bayar full :D.

Oh iya, pasien bpjs menginapnya 27 jam, kalo pasien umum bisa mengajukan pulang jika memang hasil observasinya baik, ga harus nunggu 27 jam.

Baca juga: pengalaman melahirkan di RSI

Pake pampers lagi setelah khitan dimulai kapan?

Sungkem dulu sama ibuk-ibuk yang nggak pake pampers atau clodi buat anak-anaknya. Saya pernah nyobain seminggu nggak makein pampers, kok rasanya hidupku cuma nyuciin celana ompol Ray, ahaha. So, saya give up, saya memakaikan pampers lagi deh. Fyi, Ray pake pampers dari bayi. Pernah ruam popok juga gara-gara pup ga ketahuan dan dia ga rewel sama sekali. Padahal pantatnya merona.

Ke Dokter Priadi, Ray diperiksa pantatnya yang merah banget. Dan dia cengengesan, ga ngrasain sakit atau perih.
Back to the topic, kata dokter Dedi, pemakaian pampers bisa dilakukan lagi h+7 setelah khitan. Itupun harus ekstra dicek. Idealnya jangan dipakein pampers dulu sampai lukanya benar-benar kering (kurang lebih 2 minggu). Kalau Ray kemarin, hari kelima sudah saya pakein pampers karena mau kontrol ke RSI. Dari rumah ke RSI, kalau kering saya lanjutkan, kalau basah saya lepas dan ganti pampers baru. Sesampai di rumah, ga pake lagi.

Selama semingguan, saya hanya 2x memakaikan pampers karena perjalanan. Saya bukan takut kalau Ray pipis, tapi takut dia pup, huhu. Bagi yang sabar tingkat dewa, bisa pake perlak :D. Oh iya, untuk menghindarinya, saya meminimalisir perjalanan. Kemarin jalan 2x karena kontrol ke dokter. Kok 2x? Iya, perawat salah nulis tanggal, jadi membuat kami harus 2x datang ke RSI. Saya mau ngamuk tapi pihak RSI-nya udah minta maaf, jadi yaaaa, nggak jadi marah.

Anak rewel nggak kalo habis sunat?

TENTU. Ahaha. Lha namanya aja kulit normal dipotong trus dijahit, yaaa sakit. Rewel adalah reaksi bayi terhadap rasa sakit itu. Dan itu wajar. Kayak imunisasi DPT yang kadang bikin bayi panas, pertanyaan "rewel nggak?" merupakan pertanyaan template yang udah tahu jawabannya. Mungkin yang paling pas adalah "rewelnya berapa lama?" :).

Ray rewel parah setelah khitan. Nangis kejer nggak bisa diapa-apain. Saya juga mati gaya karena belum boleh nenenin. Kurang lebih 2.5 jam nangis. 2 jam meronta-ronta, setengah jamnya udah kayak capek pengen tidur dan pengen teriak "Buuuuuk, tititku sakit!", ahaha. Setelah itu tidur pulas sampai pagi. Pagi dan seterusnya main kayak biasanya :D.

Mungkin tiap anak beda-beda ya. Tapi kata dokter Deddy kemarin, rewelnya anak-anak itu 24 jam pertama, setelahnya bakal biasa-biasa saja. Jadi, anggaplah paling pahit deh, 24 jam orangtua harus punya stok energi buat ngadepin anaknya.

Kalau saya kemarin karena gak boleh nenenin, maka yang saya lakukan adalah menggendong dan memeluk. Entah gimana rasanya punggung yang gendong tanpa jarik/gendongan selama 2 jam nonstop, ahaha. Tapi setelah itu lega! Alhamdulillah.

Cara gendongnya gimana?

Kayak gendong biasa aja. Nggak usah dibayangkan, langsung praktik! Nanti bayi dan posisi kita akan menyesuaikan bagaimana posisi yang paling pas biar si anak nyaman. Ibu saya pun juga menanyakan hal serupa, saya langsung menyerahkan Ray ke pelukannya untuk digendong. Awalnya kaku, tapi lama-lama beliau bisa menyesuaikan.

Kenapa dibius total?

Penjelasan dokter Joko yang merupakan dokter anestesi Ray dan dokter Deddy membuat saya mantap dan tidak was-was lagi. Jadi, kalau bius lokal itu hanya membius permukaan penis saja, tidak mencakup batang penisnya. Sehingga diperlukan bius total agar bisa membius luar dan dalamnya.

Selain itu, operasi khitan bayi memerlukan konsentrasi penuh, kata dokternya :D. Jadi membutuhkan kooperasi dari bayi. Kan gak lucu, di tengah menjahit daging, bayinya nendang, ahaha. Apalagi Ray yang lagi aktif-aktifnya. Makanya saya sepakat untuk menggunakan bius total demi kelancaran operasi dan kenyamanan Ray.

Btw, menurut testimoni Icha, sahabat saya, bayinya yang berusia 2 bulan pas dikhitan dibius lokal. Ada beberapa teman saya yang lain juga keheranan, kok khitan aja pake dibius total. Kalo kalian merasa galau, ikuti saja salah satu yang paling diyakini. Kebetulan saya merasa yakin dengan dokter yang menangani Ray. Beliau yang tahu kondisi Ray dari awal. Di sisi lain, saya nggak nemuin tempat yang rekomended buat khitannya Ray.

Kenapa pilih rumah sakit buat khitan

Karena dari awal, khitannya Ray adalah karena rekomendasi dokter. Mulai dari dokter keluarga, dokter anak sampai dokter bedah anaknya. Mereka yang tahu kondisi Ray, jadi saya percaya untuk khitan di RS. Sebelumnya ada sepupu dan teman saya yang anaknya juga dikhitan di RS. Proses dan prosedurnya juga sama dengan saya. Jadi sebelum operasi, saya sudah mempunyai bayangan nantinya bakal gimana.

Saya juga searching tempat khitan di area Jogja Solo Klaten, tapi tidak menemukan yang "sreg" atau "klik". Semua keponakan saya khitan di Jogja dengan bius lokal, tapi di usia mereka 9 atau 10 tahun. Sedangkan saya tidak memiliki bayangan atau testimoni dari teman/saudara yang mengkhitankan bayinya di area Jogja Solo Klaten. Ada yang sharing sih, tapi di area Jabodetabek sama Bandung. Masa khitan harus jauh kesana? :(

Kenapa harus rawat inap?

Untuk observasi pasca biusnya. Apakah merasa mual. Apakah ada pendarahan setelah operasi. Dan hal-hal lainnya. Selain itu, Ray memakai fasilitas BPJS, jadi memang harus rawat inap. Bisa langsung pulang kalau tiba di RSI nya pagi dan siangnya langsung tindakan. Itupun diperuntukkan bagi pasien umum, bukan BPJS.

Mandi ga pasca khitan?

Mandi berendamnya pas hari ketiga. Sebelumnya hanya di lap saja.

Apakah setiap fimosis harus dikhitan?

Tidak. Kalau fimosisnya tidak mengganggu kesehatan anak, tidak dikhitan tidak apa-apa. Kalau mengganggu, kayak demam terus-menerus, ISK, khitan adalah jalan terbaiq. Silakan konsultasikan lebih lanjut ke Dokter anak kesayangan ya!

Tantangan yang dihadapi

1. Ga pake pampers

Pipis dimana-mana dan tiap mau salat harus ganti baju karena saya ragu kena najis pipis apa gak :(. Makanya saya mulai mengajari toilet training per 2-3 jam ngajak Ray ke kamar mandi buat pipis. Sehari gagal, karena Ray nggak ngerti. Tapi saya akali dengan menghidupkan keran sambil mengelus perutnya agar pipis. It's work.

Bonusnya, tiap malam, Ray nggak ngompol sekarang *terharu. Kalau siang saya tidak memakaikan pampers lagi kecuali kalau bepergian.

2. Ketika pup

Drama pipis selesai, ternyata ada yang lebih krusial. PUP! Sumpah, saya sempat senewen karena tiap Ray pup pasti belepotan sampai bagian depan, huhu. Tiap mengguyur dan membersihkan, dia pasti nangis :(.

Jadi, setiap Ray tidur, saya bersihkan lukanya yang kena pup tadi memakai minyak but-but.

3. Duh kasihan banget, masih bayi kok dikhitan

Akan selalu ada yang komen begini. Gausah baper. Karena bagi mereka, khitan bayi belum familiar. Dan satu lagi, mereka tidak tahu kondisi bayi kita. Jadi yaaa, kalau dapat komen-komen begitu, biasa aja.

Jangan merasa bersalah. Karena ibu paling tahu apa yang terbaik untuk buah hatinya.

Semoga sehat selalu ya semuanya :)


Ibu sayang Ray pake banget.

5 komentar

  1. Huwaaaa....nangis membacanya Maak..ya Allah Adek Ray...keren Masya Allah nak..hebat.

    Mak, aku ikut merasakan yg dirasakan Mak Aya, ya Allah maak..aku pasti Yo nangis baen..

    Ya Allah gimana nnti Humam ya

    BalasHapus
  2. Kemaren cek ke dokter ternyata ican jg fimosis mbaak,, sama dokternya sementara dikasih salep hidrokortison buat bantu buka kulupnya, bulan depan br kontrol lagi fuffufuu

    BalasHapus
  3. Sehat-sehat ya Ray...!! Ntar gedhe nggak perlu lagi bujuk2/ deg2an hadapi khitan hehe

    BalasHapus
  4. wahhh mbakk perjuangan banget ya, sampai nangis... ya kali siapa yang tega lihat anak sendiri nangis karena kesakitan... tapi alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik.

    kalau saya jadi Ayah pun ga tegaan lihat tangisan anak karrna kesakitan.

    BalasHapus
  5. terima kasih sharing ceritanya mbak, semoga bermanfaat untuk keluarga2 lainnya

    BalasHapus

Hai, terima kasih sudah berkunjung dan membaca! Let's drop your comments ya. Insya Allah akan berkunjung balik :)